42. Alden & Alaya

7.9K 1.2K 136
                                    

Karena tidak terlalu parah, juga keadaan ketiganya yang semakin membaik, membuat Dokter yang mengobati tidak menahan terlalu lama agar di rawat di rumah sakit. Yah, hanya tiga hari saja. Bahkan nanti siang ketiganya bisa langsung pulang.

"Si, lo udah pasang red karpet buat nyambut gua pulang belum?"

Sia langsung menatap Alden malas. "Lo siapa? Presiden?"

"Lebih dari itu!" Balas Alden menepuk dadanya bangga.

"Setres nih anak." Sia bergidik ngeri, kembali membantu membereskan barang-barang Alden ke dalam tas. Sebenarnya ia malas, hanya saja melihat Alaya yang sedang hamil besar harus mundar mandir dari kamar inap Alden ke kamar inap Haidar dan Alaya membuatnya mau tidak mau ikut meringankan beban adik ipar tersayangnya itu.

"Heran gue, anak kedua gue kenapa keluarnya lama banget ya."
"Emang ga mau ketemu sama Papa nya yang ganteng ini apa." Alden menyisir rambutnya kebelakang dengan jemari.

"Takut duluan anjir ponakan gue, tau bapaknya modelan suka neken mental orang kaya lo!" Sia menyahut menggebu-gebu dengan kobaran semangat yang begitu membara.

Alden berdecak, turun dari ranjang pesakitan nya. Berjalan mendekat ke arah Kakak perempuannya. "Padahal gue jadi manusia udah lembut banget lho."

"Definisi lembut menurut lo sama manusia normal tuh beda jauh!"

Baru saja Alden hendak protes, pintu terbuka menampilkan Alaya yang tersenyum lembut ke arahnya.

"Ayanggg!" Alden langsung berlari, memeluk perempuan hamil itu erat.

"Udah enakan badannya?"

Kepala Alden mengangguk semangat. "Sehat, soalnya di perhatiin sama Ayang."

Hati Alaya menghangat, Alden nya sudah sehat, Haidar dan juga Alya juga sudah baik-baik saja. Beban pikiran dan rasa khawatirnya seakan hilang begitu saja.

Sedangkan Sia membatin di tempat, pasutri satu ini tidak tau tempat sekali!

"Ya, udah Kakak beresin semua nih. Tinggal angkut."

Alaya mengangguk, melepas pelukannya kemudian mendekat ke arah Sia. "Maaf ngerepotin Kak."

"Huss... Kaya sama siapa aja." Sia tertawa, mencubit pipi tembam Alaya dengan gemas.

Senyum Alaya merekah, meskipun pipinya terasa sakit. Sia bagai Kakak perempuannya, membantunya di setiap ke adaan. Ia sangat beruntung.

Meskipun jika berdekatan Sia dan juga Alden akan saling berkicau dengan semua argumennya yang membuat kepalanya pening.

"Haidar sama Lyly gimana?"

"Mereka udah di bawa pulang sama Ayah, Bunda. Ga pulang ke rumah kita, mau di bawa mampir ke rumah mereka."

Kepala Alden mengangguk-angguk mengerti, tidak mempermasalahkan itu. Justru ia senang, Haidar dan Alya bisa merasakan kasih sayang Kakek dan Nenek nya.

Sia nampak sibuk dengan ponselnya, tidak lama pandangannya jatuh pada Alden juga Alaya yang sedang mengobrol.

"Kakak tunggu di parkiran ya."
"Farel ga mau ke sini, asik liatin atraksi topeng monyet sama bapaknya di luar."

"Ya kali Si, di parkiran di bolehin."

"Serius gue, Den!" Sebal Sia menunjukkan vidio singkat yang ada di room chat nya dengan Tito.

"Sekalian aja kita bareng." Alaya mengusulkan, saat dia akan membawa tas jinjing itu, Alden langsung mengambil alih.

Tangan Alden menggenggam jari-jari Alaya, menuntunnya keluar meninggalkan Sia yang berteriak kesal.

"Sialan lo Al!"

Alden & Alaya 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang