53. Alden & Alaya

7.2K 1K 181
                                    

Alaya yang mendengar keributan langsung bergegas menghampiri, wajahnya terlihat terkejut mengetahui kalau Belrissa kini ada di hadapannya. Ternyata Belrissa cukup nekat juga sampai berani datang ke mari.

"Ada apa ini?"

Semuanya menoleh, termasuk Alden yang langsung bersembunyi di balik tubuh Alaya. Tidak tertutup sama sekali, mengingat ukuran badan Alaya tidak sebanding dengannya.

"Usir Yang, dari tadi ngeyel banget."

"Hallo Alaya. Gimana kabarnya?"

"Aku baik."

"Dan akan jauh lebih baik kalau kamu ga usah ke sini lagi." Lanjut Alaya tanpa mau beramah-tamah seperti bisanya.

Belrissa berdecak, fokusnya pada satu gadis kecil yang baru saja muncul dari pintu. "Gadis kecil itu siapa?"

"Putri ku dengan Alden."

"Ayang ih... Jangan panggil nama doang, ga sopan tau." Protes Alden menyentil jidat sang istri.

Bibir Alaya maju, mengusap usap bekas sentilan tadi. "Putri ku dengan Kak Alden. Memangnya kenapa?"

"Cuma pengen tau aja ko, Ya. Berarti yang namanya Haidar juga Putra kalian kah?"

"Wartawan lo? nanya mulu!" Semprot Alden kesal.

Bukannya marah, Belrissa justru tertarik dengan reaksi galak-galak lucu milik Alden. "Punya dua anak berarti ya?"

"Boleh juga, aku suka anak-anak."

"Aku janji akan menjadi Istri, Ibu juga madu yang baik untuk kalian."

Setelah mengatakan itu, Belrissa segera berlalu dari sana. Mengendari mobilnya yang terparkir di luar pagar rumah. Meninggalkan kekacauan yang ada tanpa rasa bersalah atau malu sedikitpun.

"Ga ada otak emang tuh cewe."

"Kak."

"Apa Yang?"

"Jangan deket-deket Kak Rissa, aku cemburu tau." Wajah Alaya tertekuk sebal, membali berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini memang banyak sekali masalah yang menghampiri, saking banyaknya kepalanya sampai sering pusing.

Alden tersenyum malu-malu. Ternyata seperti ini rasanya di cemburui oleh sang Istri. Ia suka sensasinya.

"Papa gila."

Bola mata Alden hampir keluar, mendelik sebal ada Alya. "Kesini ga kamu!" Kesalnya berkacak pinggang.

Melihat itu Alya segera berlari menyusul sang Ibu masuk, meninggalkan Alden yang tidak berhenti mengomel. Bisa habis kena siraman rohani kalau sampai tertangkap.

Haidar meraih buket bunga yang tergeletak di atas tanah. "Ini bunganya di mau apain, Paman?"

Alden berhenti mengomel. "Buang aja deh."

"Jangan!"

"Aku lho kaget Yang, kamu teriak kenceng banget." Omel Alden sebal.

Alaya kembali muncul. Mengabaikan semua runtutan omelan itu, meraih buket bunganya dari tangan Haidar. Di tangannya juga sudah ada beberapa alat berkebun. "Mending di tanem, dari pada mati percuma. Kasian bunga secantik ini di sia-sia."

Haidar mengikuti Alaya berjongkok, memperhatikan bagaimana proses penanaman tangkai demi tangkai bunga mawar merah itu.

"Di makam Mommy Sita juga tumbuh bunga mawar ini Ya. Cantik."

Alaya menoleh, tersenyum hangat. "Tumbuh sendiri?"

"Ga sih, Ya. Kata Daddy Rafa sengaja di tanem."

"Yaya cuma sekali ketemu sama Mommy kamu, dia cantik banget." Alaya tersenyum dengan ingatan yang menerawang jauh di masa lalu, bahkan dalam keadaan tidak berdaya, Laksita, Ibu kandung dari Haidar sungguh menawan parasnya.

Alden & Alaya 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang