43. Alden & Alaya

5.6K 1K 246
                                    

Alden terisak di kursi tunggu di depan ruangan di mana Alaya sedang ditangani, ia tidak boleh masuk ke dalam. Sialan para Dokter itu!

Awas saja kalau Alaya sudah bangun ia akan mengadu atas ketidak adilan yang ia dapat untuk mendampingi seorang Istri yang akan melahirnya.

"Hiks Ayang..."

Karin yang baru sampai langsung membawa Putranya ke dalam pelukan, membuat tangis Alden semakin dramatis.

"Istri Alden Bun, harus lahiran caecar."
"Kasian Ayang perutnya di bedah, hiks..."

"Al tenang ya." Karin menepuk punggung Alden lembut, membisikan semua kata-kata penenang berharap tangis Alden berhenti.

"Hiks... Kenapa ga Ayah aja yang di bedah perutnya!" Alden menunjuk perut Bratajaya membuat pria paruh baya itu mendelik tidak terima.

"Enak saja!"

"Perut Ayah buncit, gantiin Istri Alden di dalem Yah!" Rengeknya bagai bocah.

Bratajaya melegos tidak sudi.

Alden menutup wajahnya dengan telapak tangan. Kembali menangis. "Kasian Alaya Bun."

"Kalo kasian jangan dibikin hamil terus mangkanya!" Serobot Sia datang dengan wajah kesal luar biasanya.

Alden mendengus, siapa yang menyuruh mak lampir itu ke mari?!

"Bun, aku bawain wedang bajigur nih."

Karin menerimanya. "Kamu ke sini sendirian?"

Sia duduk tempat di samping Alden, kemudian merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. "Mas Tito keluar kota abis magrib tadi, kalo Farel biasa di bawa sama Nenek Kakek nya nginep di rumah."

"Ngantuk gue tuh Al." Adu Sia dengan seenak jidat menyenderkan kepalanya pada bahu Alden.
"Diem kenapa sih?! Bahu lu geter-geter nih!" Omelnya menabok paha Alden pelan.

"Siapa suruh lo nyender, udah tau gue lagi nangis."

"Dasar cengeng."

Alden mendelik, mencoba menyingkirkan Sia, tapi perempuan satu itu seperti lintah. Akhirnya Alden mengalah, membiarkan Kakak tirinya berbuat sesuka hati.

"Wedang bajigur Ayah mana Si?"

"Rasain lu."

Si mencubit pinggang Alden, menegakkan badannya, menggaruk lehernya yang terasa gatal hingga meninggalkan bekas kemerahan. "Pas beli tinggal satu porsi Yah, sumpah."

Semoga warisannya aman. Fighting!

"Kenapa ga cari penjual lain?"

Dalam hati Sia menggerutu, tumben sekali Ayah nya ini cerewet. Kecerewetannya mampu membuat darahnya mendidih lebih panas dari pada sebuah konflik rumah tangga.

"Aku bangun tidur tau, langsung ke rumah Alden pas di rusuh Bunda liat Haidar sama Lyly kebangun ga. Mereka masih nyenyak. Terus langsung ke sini, mager banget ya Allah, Yah!"

"Ayah pengen makan bajigur."
"Beliin, cari sampe dapet." Kekeuh Bratajaya tidak mau tau, kemudian kembali fokus menatap pintu di mana mantunya berada.

"Sabar Si, sabar..." Sia mengelus dadanya tabah. Bangkit dari duduknya.
"Inget warisan Si, inget." Gumam Sia namun masih di dengar Karin juga Alden.

"Dongo banget si Sia." Maki Alden berapi-api. Sebal!

"Hus mulutnya."

Alden menghembuskan napasnya pelan, sorot matanya sendu. Lampu IGD masih merah, menandakan keselamatan Alaya masih belum bisa dikatakan baik.

Alden & Alaya 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang