32. Alden & Alaya

19.1K 2.3K 752
                                    

"Ngapain pake panggil-panggilan nama? Lagi absen daftar manusia yang masih hidup?!" Lanjut Alden ngegas.

*

"Jawab?!" Ketus Alden lagi pada Alaya dan Chiko. Terpasang wajah cemburu yang kentara di sana. Baru di tinggal beli sosis bakar saja sudah ada laki-laki yang berani mendekati Alaya. Keterlaluan!

Alaya mengelus lengan atas Alden lembut. "Chiko cuma nyapa aku Kak."

"Ga usah disapa balik juga Yang..." Alden tetap menatap sebal pada Alaya.

"Aku ga niat sapa Chiko balik."

"Terus tadi apa?!"

"Itu refleks karena aku kaget, ga nyangka aku sama Chiko ketemu di sini," Alaya menjawab jujur, masih dengan mengelus lengan atas Alden. Berharap rasa cemburu dan kesal Alden segera hilang.

"Lala hamil anak dia?" Tunjuk Chiko ke arah Alden.

Baik Alden dan Alaya mengalihkan pandangan pada Chiko. Jika Alaya mengangguk dengan senyum tipis, maka Alden kini menyeringai tengil, khas andalannya.

"Ya iya lah anak gue, masa anak lo. Orang yang setiap hari ngajak Ayang enak-enak gue ko," Sewot Alden sangsi.

Chiko yang tadinya tampak santai kini mulai tersulut kesal. Pandangannya langsung terpusat pada Alaya. "Lala, aku boleh minta alamat rumah kamu?"

"Lancar banget tuh mulut," Sindir Alden.
"Kaga ada alamat-alamat rumah!" Sembur Alden ngegas.
"Adanya alamat kuburan. Lo mau?!"

Alaya menahan tawa, Alden memang paling bisa memukul telak lawan bicaranya.

"Eh, lo mau kaga?!" Alden kembali menyerukan penawarannya.
"Kalo mau, gue kasih alamat, gratis. Entar lo namu dah tuh ke kuburan."
"Sekalian, bawa yasinan, sapu lidi sama bunga melati. Nyekar tuh yang khusu, biar doa lo di ijabah."

Chiko nampak menahan kekesalannya, bahkan tangannya sudah terkepal kuat dengan rahang yang mengeras.

"Abis namu, lo pulang. Jangan nginep, di gondol wewe, nyaho lo jadi mahluk gaib sebelum waktunya," Alden bahkan tak segan-segan memberi wejangan pada Chiko seperti seorang Kakak yang mewanti-wanti Adiknya.

Karena tidak sanggup menahan tawa, Alaya sampai menutup bibirnya dengan telapak tangan. Jangan sampai ia kelepasan tertawa, itu akan membuat suana semakin runyam nantinya.

"Gue ga mau ke kuburan."

Alden berkacak pinggang di depan Chiko. "Kalo kaga mau ke kuburan, lo mau ke mana? Mau langsung namu di akhirat?"

"Sialan lo!"

"Ini nih, ini," Alden menunjuk-nunjuk ke arah Ciko, kepalanya menggeleng prihatin. "Ciri-ciri mau jadi anak buah malaikat Malik. Ngomong kasar, sama orang yang lebih tua."

"Dasar tua," Ejek Chiko tersenyum congkak.

"Emang gue tua, dan gue bangga. Jadi lo mau apa?" Tantang Alden ikut mengangkat dagunya tinggi.

"Lo orang ternyebelin yang pernah gue kenal."

"Tapi gue ga kenal sama lo, gimana dong?" Saut Alden semakin menyebalkan.

Sudut bibir Chiko berkedut kesal, rasanya ia ingin sekali menonjok wajah Alden, tapi ia harus tetap menjaga image di depan Alaya.

"Kak, udah ya... Anak orang mau nangis itu," Bisik Alaya pelan, kasihan juga saat melihat Chiko nampak kewalahan meladeni kejahilan Alden yang kian menjadi di setiap menitnya.

"Ayang belain dia?!"

"Ga Kak, aku cuma kasian aja," Sangkal Alaya cepat, entah harus bagaimana ia menjelaskan, karena bukan rahasia umum lagi jika sedang cemburu Alden akan semakin sensitif dan sangat mudah tersulut emosi.

Alden & Alaya 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang