Pagi-pagi sekali Alden sudah berada di dapur, memotong timun dengan bentuk kotak-kotak kecil. Jangan lupakan kedua anak kecil yang juga sedang terlihat mengupas kulit bawang merah dan putih untuk bahan tambahan ke dalam nasi goreng yang akan dibuatnya.
Masih ingat saat sebelum Alaya melahirkan, Alden pernah bertekad belajar memasak kepada salah satu koki di resto miliknya. Hasilnya cukup memuaskan, walaupun belum banyak yang bisa dia olah, tapi sudah cukup untuk membantu Alaya membuat sarapan.
"Ngupas bawang merahnya jangan deket aku Bang, perih tau."
Haidar cuek saja tetap melanjutkan acara mengupasnya tanpa menghiraukan kicauan bawel dari Adik manisnya.
"Abang nakal."
"Emang Abang ngapain sampe dibilang nakal? Kan cuma kupas bawang merah."
"Iya, tapi mata aku perih!"
"Kamu aja yang geser agak jauh sana, Abang males kalo harus pindah tempat."
"Aku juga males tau, Abang aja yang geser jauh-jauh sana."
"Ga mau."
Alya menatap kesal. "Astagfirullahaladzim Abang ini berdosa banget."
Kepala Alden langsung menoleh pada keberadaan Alya dan Haidar yang sedang duduk lesehan dilantai dengan kulit bawang merah dan putih yang berhamburan disekitarnya.
"Berdosa?! Abang ga ada dosa ya, Lyly tuh yang berdosa!"
"Abang jangan solimi!"
"Solimi, solimi, soleha!" balas Haidar berdiri, berkacak pinggang sewot.
Raut wajah Alden sangat datar melihat pertengkaran itu, mengambil semua bawang merah maupun putih yang sudah terkupas ataupun belum untuk ia kupas dan potong sendiri.
"Mending kalian berdua cuci tangan pake sabun biar bersih, terus bangunin Mama buat sarapan."
"Ga mau!" jawab keduanya kompak, tangannya dilipat di depan dada dengan wajah melengos satu sama lain.
"Bener ga mau?"
"Iya!" lagi-lagi keduanya kembali menjawab serentak. Kemudian berlalu pergi, Alya ke arah kamarnya dengan Haidar yang berjalan ke pekarangan belakang rumah.
Alden yang ditinggal langsung mengelus dadanya sabar, kemudian tersentak saat mencium bau gosong. Astaga, nasi gorengnya!
Alaya yang melihat kejadian itu terkekeh pelan, menatap punggung tangannya yang terluka sudah terbalut plester. Padahal seingatnya tadi malam sebelum tidur hanya diberi obat merah, pasti ini perbuatan suaminya.
Ibu satu anak itu melangkah ke belakang tubuh Alden yang pemiliknya kembali fokus memasak. Melingkarkan lengannya ke perut berotot Alden.
"Mama," panggil Alden terkejut berniat membalikan badannya, tapi diurungkan karena ia merasakan kepala Alaya yang menyender dipunggungnya menggeleng pelan.
"Udah mandi?""Belum, dingin."
"Ya udah ga papah, Ayang tetep cantik ko."
Kedua sudut bibir Alaya terangkat membentuk senyum manis. Tangannya mengusap perut keras laki-lakinya lembut. "Maafin aku Pah."
"Mama ga punya salah sama aku."
"Soal kemarin yang tiba-tiba aku marah, aku juga ga tau kenapa perasaan aku sensitif banget."
"Lupain aja, aku yang harus minta maaf. Maaf udah buat tangan Mama luka."
Alaya mengangguk, masih nyaman menyender di punggung tegap dan kokoh Alden. Rasanya sangat nyaman, ia sampai enggan melepaskan pelukan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alden & Alaya 2
RomanceMasih ingat kah kalian pada kami? Kami harap, kalian ingat. Sudah lewat beberapa tahun sejak kisah pertama di ending kan, kini kami datang kembali untuk membalas ke rinduan kalian. Alden yang kian pintar melempar gombalan dan rayuan recehnya dengan...