Karena tidak dapat makan seblak pedas, malam harinya Alaya nekat membuat mie kuah dengan irisan cabai rawit yang cukup banyak, ditambah saus tomat yang juga ikut dicampur membuat warna kuahnya menjadi merah.
Alaya nekat membuat mie yang pedas karena Alden sudah terlelap tidur dari setengah jam lalu, jadi tidak ada yang melarang atau bahkan memarahinya lagi.
"Pasti lezat," ucap Alaya dengan senyum gembiranya, membawa mangkuk mie nya ke ruang makan.
"Pasti Lezat," ucap seseorang menirukan dengan nada menyindirnya, sembari mengambil mangkuk mie nya dari hadapan Alaya.
Alaya menatap nanar ke arah mie yang ia buat. "Kakak..." cicitnya takut.
"Apa?" saut Alden ketus, mendudukkan bokongnya pada kursi tepat di samping Alaya, Istrinya.
Bibir Alaya menipis ketika melihat Alden menatapnya tajam. "Aku pengen makan pedes kak."
Tangan Alden memisahkan mie dari kuah dan juga cabai ke piring kosong, mendorong piring mie itu ke hadapan Istrinya. "Tuh makan," Suruh Alden, menjauhkan kuah dan juga cabai ke tengah-tengah meja.
"Ini sama aja boong," jawab Alaya pelan, kembali memandang mie tanpa kuah itu tanpa minat.
"Mie nya udah cukup pedes itu."
"Ih, ga Kak. Rasanya ga bakal mantul."
"Mentul?"
"Mantul Kak, bukan mentul!"
"Kirain Yang, pikiran aku jadi konek ke hal yang tidak diinginkan."
"Astagfirullah."
"Kamu ini berdosa banget," saut Alden cepat, detik berikutnya bola mata Alden langsung melotot pada Alaya. "Is, Ayang... Jangan bikin aku ketularan virus somili ya!"
"Tau ah!" jawab Alaya langsung pergi dari hadapan Alden tanpa menyentuh sedikitpun mie yang dibuatnya.
Alden segera menyusul Alaya keluar rumah. "Yang, udah malem ini," Protesnya menahan pergelangan tangan sang Istri.
"Belum ngantuk Kak."
"Udara dingin, nanti Mama sakit!"
"Mau jalan-jalan, huaa...." Tangis Alaya pecah dengan kencang.
Alden langsung membekap mulut Istrinya. "Jangan nangis, nanti aku lepasin."
Kepala Alaya mengangguk, dengan mata yang merah. "Mau jalan-jalan..." cicit Alaya pelan, dengan mata yang berkilat sedih.
Hati Alden langsung luluh. "Oke kita jalan-jalan."
"Beneran?"
"Iya Mama sayang, tunggu bentar," perintah Alden, langsung berlari ke dalam rumah.
Alaya menurut, berdiri tegak dengan wajah sesekali menengadah ke atas. Melihat langit yang terlihat cerah karena banyak sekali kerlap-kerlip dari bintang.
Bunyi mesin motor mendekat membuat Alaya menoleh ke sumber suara, senyumnya terbit ketika melihat Alden datang dengan membawa mantel tebal di pundaknya.
"Nah Mama pake ini, biar ga kedinginan," tutur Alden sembari membantu Istrinya memakai mantel hangat berwarna putih polos.
"Makasih," ucap Alaya dengan senyum manisnya, duduk di belakang motor.
"Motornya ga bakal berangkat kalo yang bonceng belum meluk."
Alaya tertawa pelan, melingkarkan tangannya pada perut laki-lakinya. Namun Alden belum kunjung melajukan motornya. Membuat alis Alaya menukik heran. "Kak, ko motornya ga jalan juga?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Alden & Alaya 2
RomanceMasih ingat kah kalian pada kami? Kami harap, kalian ingat. Sudah lewat beberapa tahun sejak kisah pertama di ending kan, kini kami datang kembali untuk membalas ke rinduan kalian. Alden yang kian pintar melempar gombalan dan rayuan recehnya dengan...