Sia tidak henti-hentinya mengelap keringat di dahinya dengan tisu yang ada di ruangan Alaya, bahkan satu box tisu yang baru saja ia beli di supermarket setelah selesai bercengkerama dengan Belrissa terlihat akan habis.
Ruangan Alaya yang dingin, tidak mampu membuat Sia berhenti membuang-buang tisunya.
Mata Sia menatap betapa bahagianya Alden yang sedang bercanda dengan Nakula juga Alaya. Menghembuskan napasnya pelan, Sia tidak tau harus berbuat atau melakukan apa dulu.
Kalau ia langsung mengatakan niat gila Belrissa pada Alden. Alden yang mudah tersulut emosi akan langsung kesurupan reog. Itu akan sangat merepotkan dan menguras tenaga.
Bagaimana jika Belrissa langsung di bunuh Alden?!
"Lo kenapa?"
Sia mendongak, ternyata Raffasya. Baru datang rupanya bajingan satu ini.
"Nahan berak."
"Huh?"
"Hah hah hah mulu, Budek lo!" Kesal Sia sembari melihat bingkisan yang di bawa Kakaknya itu.
Raffasya mendengus. Percuma ia ladeni Sia, karena ujung-ujungnya ia juga yang kalah.
"Miskin banget cuma bawa apel."
"Baru bisa mampir, ini juga buru-buru, abis meeting langsung ke sini." Raffasya melonggarkan dasinya. Mengeluarkan salah satu kartu ATM nya.
"Oleh-olehnya beli sendiri aja, kembaliin kalo udah."
"Sugar Daddy gue nih bos." Sia menerimanya dengan kelapangan hati yang begitu luas.
"Baru lo baik-baikkin gue." Sindir Raffasya membawa parselnya. Berjalan ke arah Alden juga Alaya.
Sia tidak peduli, otaknya kembali memikirkan berbagai cara agar Belrissa tidak menganggu keharmonisan keluarga Adik tirinya itu.
Sedangkan Raffasya nampak mengeluarkan sebuah kotak beludru kecil dari balik saku celananya. Memberikannya pada Alaya. "Buat Lala."
Alaya tertawa pelan, lalu mengucapkan terimakasih. Sedangkan Alden langsung menatap sengit ke arah Raffasya.
"Kenapa? Gue salah ya?"
"Enak aja Lala Lala, Anak gue aja cowo!"
"Lho?"
"Panggil Nakula." Suruh Alden memaksa.
"Kata Sia namanya Lala, jadi gue kira cewek lagi yang keluar." Raffasya terkekeh, membawa bayi laki-laki itu ke dalam gendongannya.
Mata Alden menatap sengit ke arah Sia yang nampak seperti orang gila di sudut ruangan. "SIA LO BENER-"
"Diem, gue lagi mumet!" Balas Sia mengangkat tangannya.
Alden menahan kekesalannya, beralih mengintip isi kotak bludru tadi. Sebuah gelang kaki perak. Sangat simpel namun elegan.
Alaya tersenyum. "Nanti aku pakein ke Nakula nya, makasih ya Kak."
"Eh jangan Ya, ntar Kakak ganti apa aja gitu yang pas buat cowo."
"Ga usah Kak. Ini bagus banget kalo di pakein ke Nakula." Tolak Alaya, menyuruh Alden menyimpan gelang kaki itu.
Raffasya tersenyum, kemudian mengangguk. Toh tidak ada larangannya kalau bayi lagi-lagi dilarang memakai sebuah gelang kaki.
"Udah pada makan belum?" Tanya Raffasya masih sepenuhnya menatap wajah Nakula. Sungguh jiplakan seorang Alden. Namun ke versi lebih tampan.
"Belum." Jawab Sia antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alden & Alaya 2
RomanceMasih ingat kah kalian pada kami? Kami harap, kalian ingat. Sudah lewat beberapa tahun sejak kisah pertama di ending kan, kini kami datang kembali untuk membalas ke rinduan kalian. Alden yang kian pintar melempar gombalan dan rayuan recehnya dengan...