"Abang!" teriak Alya girang dari pinggir lapangan.
Sang pemilik nama yang merasa dipanggil langsung menoleh ke sumber suara, senyum manisnya tersungging ketika melihat sosok gadis cilik cantik dengan rambut panjang yang tergerai.
"Main bolanya semangat!" Alya kembali berteriak semangat, mulai duduk di pinggiran lapangan. Jari-jari kecilnya mencabuti rumput dengan mata yang masih menatap di mana Haidar terlihat sangat serius bermain.
Lama kelamaan Alya terlihat bosan, berniat pulang ke rumah. Lagian di sini tidak ada gadis seumuran dirinya, hanya ada beberapa anak laki-laki itupun sedang bermain bola.
"Lyly mau ke mana?"
Senyum Alya terbit mendapati Haidar sudah berada di depannya dengan badan berkeringat serta baju yang sudah kotor. "Pulang Bang, Lili mau mandi biar cantik."
"Emang kalo cantik kenapa?" tanya Hidar dengan wajah lempeng, bocah kecil ini memang tidak pandai berekspresi tapi juga tidak bersikap dingin.
"Biar dipuji cantik sama Papa, Mama sama Abang"
Haidar tersenyum lembut, mengandeng lengan Alya dengan tangan yang lainnya yang juga membawa bola. "Dimata Abang, Lyly selalu cantik."
Bocah kecil itu berjingkrak senang, bergelayut manja pada lengan Haidar. "Abang juga tampan, apa lagi kalo senyum. Lyly suka senyum Abang."
Haidar diam, hanya senyumnya yang kini menjawab kalau ia juga senang dipuji oleh Alya.
Tingg... Tingg... Tinggg...
Bunyi yang berasal dari penjual es krim topi keliling itu membuat Alya langsung memekik senang. Namun langsung terdiam dengan bibir cemberut.
Haidar yang menyadari itu menggelengkan kepalanya pelan, menarik Alya ke arah penjual es krim itu.
"Mang, beli dua ya."
"Siap," balas penjual itu.
Alya menarik ujung baju Haidar, "Ih, kita kan ga bawa uang. Kalo jajan harus pake uang."
"Ini uang," balas Haidar menunjukkan uang sepuluh ribuannya.
Manik mata hitam Alya berkilat senang, apa lagi saat satu buah es krim topi kini sudah berada di genggaman tangannya.
Haidar terkekeh, ikut menjilati krim manis itu. Berjalan pelan berdampingan dengan Alya yang terlihat sangat senang hanya karena sebuah es krim.
"Abang dapet uang dari mana?"
"Sisa jajan sekolah."
"Masih banyak banget, Lyly aja udah abis buat beli anakkan Barbie."
Alya memang sangat suka mengoleksi mainan yang sering kita panggil Barbie, dari yang besar hingga kecil. Semuanya Alya punya.
"Bayarin ya, Lyly ga punya uang soalnya. Hehe..."
"Iya," balas Haidar lebih dulu masuk ke dalam rumah, lalu diikuti oleh Alya yang mengekor di belakangnya.
"Dari mana aja kalian?" tanya sebuah suara dengan nada mencibirnya.
Alya cemberut pada Ayahnya itu, sedangkan Haidar menatap Pamannya dengan pandangan datar.
"Ga inget pulang, udah sore juga. Mana belum pada mandi, pasti makan sore juga belum."
Inilah Alden, lebih cerewet dari Alaya yang seharusnya lebih banyak bicara karena perempuan.
"Bawel," celetuk suara dengan nada sebalnya.
Alden melotot pada ponakannya, berkacak pinggang bagai bos preman. "Siapa yang berani bilang bawel?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alden & Alaya 2
RomantikMasih ingat kah kalian pada kami? Kami harap, kalian ingat. Sudah lewat beberapa tahun sejak kisah pertama di ending kan, kini kami datang kembali untuk membalas ke rinduan kalian. Alden yang kian pintar melempar gombalan dan rayuan recehnya dengan...