44. Alden & Alaya

5.7K 997 353
                                    

Pagi harinya Alaya membuka mata, mengerjap pelan menyesuaikan karena cahaya lampu yang menurutnya terlalu silau. Ia sudah tertidur berapa lama? Rasanya tubuhnya terasa kaku semua.

Tangannya bergerak meraba perutnya, kembali datar. Ingatannya kembali saat ia terjatuh di kamar mandi hingga pendarahan. Melirik Alden yang tidur dengan bantalan tangannya.

"Kak."

"Euggh..."

"Tidur pindah di sofa aja ya, kasian pasti sakit semua kalo duduk gini." Alaya mengusap rambut Alden yang acak-acakan. Rambut laki-laki itu tampak kembali gondrong.

"Ga, mau nungguin Ayang buka mata, lama banget. Kangen tau, hiks..."

Alaya tersenyum lembut, beralih mengelus rahang tegas Alden. "ini aku udah bangun Kak."

Tidak ada sahutan selama beberapa detik, kemudian Alden langsung heboh memeluk Alaya erat.

"Ayang hiks... Hiks..."
"Udah bangun, aku seneng tauu ga!"
"Kangen banget, huaaa..."

Alaya meringis saat Alden mengenai jahitan di perutnya, sekaligus gemas. Alden benar-benar tidak ingat umur.

"Lepas Kak."

Alden menggeleng tidak mau. "Aku kangen. Ayang ga kangen pelukan aku apa?!"

"Perut aku perih Kak."

Seketika Alden langsung melepaskannya, memberi jarak, menghapus ingusnya dengan baju kaos yang di pakai. "A-aku panggil Dokter dulu." Secepat kilat Alden langsung hilang dari pandangan Alaya.

Alaya tertawa pelan. Menatap sekeliling ruangan berharap di tempatkan satu ruangan dengan bayinya, namun ternyata tidak.

Tidak lama Dokter datang, Alaya di periksa pastinya kali ini dengan pengawasan ketat seorang Alden.

"Yang sakit perut lho Dok, kenapa yang di periksa jadi dahi!" Alden langsung ngegas, menepis tangan dokter itu cepat.

Dokter tadi menghembuskan napasnya pasrah, selama karirnya, ia baru menemukan keluarga pasien yang sangat menyebalkan seperti Alden.

"Tubuhnya panas."

"Kalo dingin Istri saya vampir Dok!" Lagi, Alden tidak mau mengalah bahkan di salahkan, namun tangannya bergerak menyentuh jidat Alaya.

"Iya Dok panas."

"Kamu ga percayaan sama saya sih!"

"Saya kan takut Dokter cuma modus!" Balas Alden lebih nyolot.

"Walaupun Istri kamu cantik, saya tidak ada niatan merebutnya. Saya juga sudah punya Istri dan anak yang saya cintai dan sayangi."

"Ga nanya!"

Lagi-lagi Dokter tadi hanya bisa menghembuskan napasnya pasrah. Sabar.

"Nanti ada suster yang mengantarkan obat, pastikan Istri kamu meminumnya."

Alden mengangguk, kembali fokus pada Alaya yang dari tadi hanya diam.

"Ngapain masih di sini sih Dok, meriksa nya belum?" Sindir Alden tajam.

"Kaki saya kamu injak."

Alden sontak menjauhkan kakinya, menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Bukan salah saya, siapa suruh naroh kaki di situ."

"Terus kaki saya harus di taro di mana?" Tanyanya jengkel, walaupun kakinya memakai sepatu tapi ia masih merasakan kebas.

"Di kantongin!"

Bola mata sang Dokter memutar jengah, lebih memilih menatap Alaya. "Cepet sembuh Alaya." Tulusnya sebelum melenggang pergi keluar.

"Tuh kan genit!" Alden langsung mencak-mencak, berniat menyusul kepergian Dokter tadi.

Alden & Alaya 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang