Hari berlalu begitu cepat, namun sampai sekarang yang menjadi dalang dari perubahan Alya masih belum terkuak. Bahkan gadis kecil itu semakin menjadi-jadi. Mulai dari perkataan, gaya bicara juga perilakunya pun ikut serta berubah.
Alaya tidak pernah lelah menegur Putrinya, namun nihil. Perkataannya bagai masuk ke telinga kanan dan keluar telinga kiri. Di abaikan begitu saja.
"Yaya, jangan jauhin aku ya?"
Lamunan Alaya tersentak, senyumnya lembutnya terbit. mengangguk pasti. "Janji. Yaya ga akan pernah tinggalin kamu."
Senyum tipis di bibir pucat itu terbit, sangat tipis. Alaya jadi rindu kalimat panjang juga ketus milik Haidar saat berdebat dengan Alden. Tidak ada lagi Haidar yang hangat, banyak bicara dan senang bermain bola.
Haidar hanya cerewet dengan persoalan tidak mau di tinggalkan. Selain itu hanya akan di respon dengan gumaman juga kalimat cuek. Tidak lagi ada Haidar yang hangat, sifat bocah kesayangannya kini begitu dingin, jangankan bermain bola bahkan Haidar saja tidak mau bertemu orang kecuali orang-orang terdekatnya.
Trauma.
"Sekolah lagi ya sayang?" Bujuk Alaya. Untuk kesekian kalinya.
Kepala Haidar menggeleng. Menatap Alya tanpa ekspresi.
Alaya menghela napas. Tangannya terulur menyuapkan satu suap nasi. "Lyly udah naik kelas, tinggal kamu yang tinggal kelas." Haidar memang tidak pernah mau lagi berangkat sekolah, hingga ujian kenaikan pun tiba, Haidar yang selalu absen juga tidak pernah mengikuti ulangan apapun, akhirnya dinyatakan tinggal kelas.
"Maaf ya Ya, aku takut."
Alaya menepuk punggung Haidar lembut. "Yaya ga maksa sayang. Nanti kita homeschooling aja mau ya?" Alaya berdoa dalam hati, semoga Haidar mau. Rencana ini juga telah ia bicarakan jauh-jauh hari bersama Alden dan Ayah kandung bocah laki-laki ini, Raffasya.
Manik mata Haidar nampak tertarik, hingga Alaya langsung menarik kedua sudut bibirnya penuh harap. "Homeschooling itu seperti apa?"
"Sekolah di rumah."
Manik mata Haidar semakin tertarik. "Ga perlu ke sekolah ketemu teman-teman?"
"Iya ga sayang, nanti gurunya yang ke sini, jadi Haidar belajar di rumah. Ga harus ketemu temen-temen."
"Mau." Ucapnya malu-malu.
Alaya terkekeh, lihatlah betapa menggemaskannya Haidar sekarang. "Biar Paman kamu yan urus nanti, Haidar tinggal terima beres."
"Iya."
"Mau nambah ga makannya? Biar Yaya ambilin lagi." Tanya Alaya saat isi mangkuk di hadapannya sudah habis.
Menepuk pelan perutnya, Haidar menggeleng. "Ga Ya, udah kenyang."
"Ya udah Yaya masuk dulu, mau cuci piring. Kamu masih mau duduk di sini?" Bawah pohon besar tepat di samping halaman rumah kini menjadi tempat favorit Haidar, membuat Alden yang mengetahui itu memesankan sebuah meja juga kursi kayu agar Haidar lebih nyaman.
"Duluan aja."
Alaya mengganguk. Melenggang masuk ke dalam.
Haidar berulang kali dibawa ke Psikolog, namun hasilnya Sia-Sia, Haidar sama sekali tidak mau mengeluarkan sepatah katapun saat ditanya.
Alaya juga sempat pasrah, mengijinkan agar Haidar tinggal bersama Raffasya jika itu bisa membuat Haidar kembali seperti dulu.
Dengan berlinang air mata Alaya mengemasi semua baju juga barang-barang Haidar ke dalam koper. Namun, pelukan serta tangis Haidar menghentikannya, bocah itu menggeleng kencang, mengatakan tidak jadi ingin tinggal bersama sang Ayah.
![](https://img.wattpad.com/cover/244392571-288-k608164.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alden & Alaya 2
RomanceMasih ingat kah kalian pada kami? Kami harap, kalian ingat. Sudah lewat beberapa tahun sejak kisah pertama di ending kan, kini kami datang kembali untuk membalas ke rinduan kalian. Alden yang kian pintar melempar gombalan dan rayuan recehnya dengan...