28. Alden & Alaya

20K 2.2K 171
                                    

Hari masih sangat pagi, tapi Alden sudah terlihat sangat bersemangat menjalani aktifitasnya. Seperti sekarang, Alden terlihat sedang mengepel lantai dengan diiringi musik berbahasa Inggris.

Tubuh kekar Alden bergerak ke kanan dan kiri, berjoget ria diiringi dentuman musik yang di putar lewat salon bluetooth yang sudah terhubung dengan ponselnya.

Keringat yang mengucur di dahinya langsung di usap dengan telapak tangan, wajahnya berbinar senang saat keramik yang ia pel terlihat mengkilat dan juga berbau harum dari pewangi lantai.

Pintu kamar terbuka, menampilkan Alaya yang terlihat baru bangun tidur. Alaya tersenyum tipis saat melihat Alden, kakinya perlahan mendekat, berjalan pelan karena lantai terasa sangat licin.

"Kak..." Alaya menepuk pundak Alden pelan.

Namun reaksi Alden langsung terkejut, secara refleks tubuh Alden pun menyenggol Alaya hingga membuat Alaya tersungkur ke lantai.

"Arghhhh~" Alaya mengerang panjang, memegangi perutnya yang terasa sakit.
"Sakit Kak..." Rintihan sakit keluar dari bibir tipis Alaya. Manik matanya berkaca-kaca.

Alden menatap Alaya panik, berlari ke arah kamar untuk mengambil kunci mobilnya. Tanpa banyak kata, Alden pun langsung merujuk Alaya ke rumah sakit, meninggalkan Haidar dan Alya yang masih terlelap dalam tidurnya.

Bibir Alden bergetar, mengendarai mobil ugal-ugalan saat mendengar rintihan kesakitan Alaya semakin kencang terdengar.

"P-perutnya sakit..."

Alden mengelus perut Alaya dengan tangannya yang gemetar. "Sabar ya, bentar lagi nyampe ke rumah sakit."
"Dede yang kuat, jagain Mama nya. Maafin Papa juga, sayang," Lanjut Alden sarat akan penyesalan.

Tidak lama mobil yang di kendarai Alden sampai di parkiran rumah sakit, Alden pun langsung mengendong Alaya ke lobby rumah sakit, sampai dua suster yang berjaga langsung mendorong ranjang pasien ke arah mereka.

Melihat Alaya yang ternyata pendarahan, akhirnya dua suster tadi langsung membawa Alaya ke ruang IGD. Setelah masuk, satu suster kemudian keluar, tidak lama kembali datang dengan Dokter laki-laki yang ia yakini akan menangani Alaya.

"Sus, saya mau ikut masuk."

"Maaf Mas, tidak boleh," Cegah Suster itu, mencoba menutup pintunya dari dalam.
"Sebaiknya Masnya tunggu di luar, biarkan kami menangani Istri dan juga anak anda."

Perlahan Alden mundur, menatap pintu yang semakin tertutup rapat dengan perasaan nelangsa.

Ini semua salahnya!

Alden tidak bergerak sedikitpun dari tempat terakhir saat suster menutup pintunya, lampu IGD masih berwarna merah. Itu tandanya Alaya dan juga anak dalam kandungannya masih dalam bahaya.

"Maafin aku sayang..."
"Maaf..." Alden bergumam lirih, suaranya seakan tercekat pada tenggorokan.

Niat awalnya hanya ingin membatu Alaya membersihkan rumah, meringankan tugas Alaya. Tapi ia malah membahayakan Alaya dan juga calon anak kedua mereka.

Alden menangis, bahkan saat orang yang berlalu lalang menatapnya ia tidak malu, rasa marah karena tidak bisa menjaga kedua orang tersayangnya membuat Alden melampiaskannya ke tembok. Memukulnya beberapa kali.

Tubuhnya terduduk ke lantai, dengan punggung menempel pada tembok. Menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan.

Hatinya serasa di peras, hancur berkeping-keping, saat bayangan Alaya yang merintih kesakitan terlintas di pikirannya.

Alaya nya terluka. Dan itu semua karenanya.

Pikirannya kalut, siapa yang bisa ia mintai tolong? Minimal, untuk menjaga Haidar dan Alya yang mungkin masih kebingungan di rumah lantaran tidak menemukan ia dan Alaya di sana.

Alden & Alaya 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang