Alden masih terlelap, wajahnya begitu damai dengan dengkuran halus yang terdengar. Tangan Alaya membelai wajah Alden, wajah dengan seribu ekspresi yang mampu membuat emosi siapa saja tersulut.
Turun mengusap bibir, bibir tebal merah yang juga sering mengeluarkan kata-kata mutiara. Perkataan yang efeknya bisa membuat orang trauma tidak ingin berurusan dengan seorang Alden lagi.
Terkekeh pelan, Alaya menarik tangan Alden menempelkan pada perutnya yang buncit.
"Bocil nendang Yang!"
Alaya berjengkit kaget, menatap sebal pada Alden yang sekarang terduduk dengan penampilan acak-acakannya.
Alden yang peka langsung cengengesan, mengusap dada Alaya pelan.
"Kak!" Ketus Alaya menepis tangan Alden yang kurang ajar dari mengelus dada tengahnya hingga beralih meraba buah dadanya.
Alden tertawa ngakak sampai mengeluarkan air mata. "Gemes tau Yang, mana belum pake bra kan ya."
Bola mata Alaya melotot saat tangan Alden seperti akan kembali hinggap ke arah dadanya.
Bibir Alden mengerucut, kalah cepat. Mengalah, Alden beralih pada perut buncit sang Istri. Menempelkan pipi kirinya.
"Nendang lagi Yang, nendang bocilnya!"
Kelewat antusias hingga laki-laki itu jatuh terjengkang ke bawah ranjang.
"Ih sakit!"
Alaya mengulurkan tangannya, tersenyum geli. "Jangan loncat-loncat mangkanya."
Alden bergumam pelan, kembali memperhatikan perut Alaya. "Di sini terang tau, cepet keluar. Kaya anak kangguru maunya di dalem terus."
Kepala Alaya menggeleng pelan, belum juga lahir anak keduanya ini sudah sering kena omel Alden karena tidak kunjung keluar dari dalam perutnya.
"Udah sembilan bulan lebih lho, Yang." Bibir Alden terlipat sedih.
Alaya tersenyum menenangkan. "Sabar Kak, mangkanya jangan ngomel terus sama Dedennya, jadi ga mau keluar kan."
"Cemen banget." Cibir Alden, turun dari ranjang.
"Bilangin, cepet keluar kalo ga, mainan sama baju barunya di jualin lagi!" Tukas Alden serius, kemudian menghilang di balik pintu kamar mandi."Tuh denger ga kata Papa apa." Guyon Alaya mengelus perutnya, terkikik geli apa mungkin anaknya akan mengerti?
*
Alaya menikmati pijitan ringan di bahu dan juga kakinya yang di hasilkan dari tangan kecil Haidar dan juga Alya.
Menikmati pagi di pekarangan rumah yang kini telah bersih kembali setelah malam tahun baru sempat di buat begitu berantakan karena acara yang di gelar.
"Mama, bagi uang boleh?"
Satu alis Alaya terangkat, ini masih sangat pagi. Jadi, Alya ingin membeli apa?
"Bubur ayam, mau makan itu." Manik mata Alya bersinar terang.
Alaya terkekeh, mengeluarkan uang berwarna biru dari saku baju dasternya. "Kirain Mama kamu mau beli es krim."
"Ini masih pagi, nanti Papa sama Abang omelin Lyly." Bibir gadis cilik itu maju, apa lagi saat melihat tatapan datar milik Haidar.
Sontak saja Alaya tertawa, menepuk atas kepala Putrinya. "Beliin Mama juga buburnya."
"Haidar kalo mau beli, beli aja ya."
Haidar melepaskan pijatannya pada pundak Alaya. "Aku mau makan soto."
"Boleh." Alaya mengangguk, membuat Haidar tersenyum.
"Jangan kasih sambel banyak-banyak." Peringat Alaya membuat bahu Haidar melemas."Tapi Ya, makan kalo ga pedes ga enak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alden & Alaya 2
RomanceMasih ingat kah kalian pada kami? Kami harap, kalian ingat. Sudah lewat beberapa tahun sejak kisah pertama di ending kan, kini kami datang kembali untuk membalas ke rinduan kalian. Alden yang kian pintar melempar gombalan dan rayuan recehnya dengan...