Alya sama sekali tidak mau keluar, Sia yang memperhatikan Alaya yang dari tadi berdiri sembari mengetuk pintu kamar sang putri mendekat. Namun, hanya gelengan yang ia dapat saat bertanya kenapa.
Sedangkan di ruang tamu, Suasana begitu tegang. Raffasya diam mematung bahkan Alden yang tadinya bercerita semua hal tidak penting pun di buat bungkam.
"Dad, boleh kan Haidar ketemu Mommy?"
Melihat tidak ada jawab membuat Haidar mencoba melapangkan hatinya yang kembali sesak. "Mommy ga mau ketemu sama Haidar ya Dad?"
"Mommy punya keluarga baru?"
"Tinggal bawa ketemu aja apa susahnya sih!" Geram Alden jengah, Raffasya dari tadi seperti manusia kelebihan beban hidup. Diam tanpa suara, bergetar bikin gemetar semua.
Raffasya menoleh, menghembuskan napasnya. Permintaan Haidar itu sederhana, tapi apa nanti tidak akan berdampak lebih buruk kalau mengetahui kalau sang Ibu kandung sudah tidak ada di alam yang sama?
"Kapan Putra Daddy ini mau ketemu?"
"Sekarang, mumpung ini masih belum sore-sore banget." Jelasnya tersenyum kecil. "Haidar pengen cepet ketemu Mommy, ga mau besok. Sekarang aja ayo Dad, kalo lebih sore lagi, Haidar ga jamin Yaya kasih ijin, soalnya keluar pas mau magrib itu pamali."
Alden membenarkan, kata Alaya jangan keluar atau berada di luar ruangan kalau mau magrib. Soalnya banyak demit yang bergentayangan. Selepas benar atau salahnya biarlah Alaya yang bertanggung jawab.
"Banyak mikir lho, berangkat ga!" Sembur Alden galak, memberikan kunci mobil yang tadinya sengaja Raffasya taruh di meja.
Raffasya mendelik pada sang Adiknya yang gemar sekali membuatnya geram.
"Berani berbuat, berani bertanggung jawab dong Raf." Alden bangkit. "Kalo mau berangkat jangan lupa gerbang depan di tutup lagi. Banyak ayam tetangga soalnya, entar bini gue nangis kalo taneman hiasnya pada rusak."
Meninggalkan keduanya, Alden masuk ke dalam kamar, mengecek apa Nakula sudah bangun atau belum. Ternyata batita gembul itu masih tertidur pulas.
"Lyly masih belum mau keluar?"
"Belum Kak."
"Jangan nangis." Tegur Alden saat mata Alaya mulai berembun.
Sia menggaruk pipinya bingung. Tidak ada yang mau memberi ia penjelasan apa?!
"Gibah dong gibah, ini kenapa ponakan cantik gue bisa ngambek."
"Ceritanya panjang Kak."
"Sepanjang apa Ya?"
"Sepanjang dosa-dosa lo."
"Ngajak tarung lo?!"
"Ayo siapa takut." Alden menanggapi, ikut menggulung lengan baju kaos nya ke atas.
"Ya liat deh, suami lo sama cewek aja jadi." Adu Sia. Kampret emang si Alden, padahal ia hanya becanda. Namun sepertinya Adiknya itu malah akan benar-benar menyerangnya.
"Kan tadi lo yang nantangin." Alden mendelik.
"Gua ladenin, nangis kan!"
Bibir Sia semakin monyong. "Ya, neng geulis Lyly kenapa toh?"
"Nanti aku ceritain Kak."
"Gini kan enak. Udah janji lho ya ini, nanti Kakak tagih. Sekarang mau ngawasin Farel, tuh bocil bertingkah mulu soalnya."
Alaya mengangguk, memang jika seusia Farel maupun Tristan itu harus butuh pengawasan ekstra, seperti dulu ia menjadi Haidar kecil. Lalai sedikit saja bisa fatal akibatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alden & Alaya 2
RomanceMasih ingat kah kalian pada kami? Kami harap, kalian ingat. Sudah lewat beberapa tahun sejak kisah pertama di ending kan, kini kami datang kembali untuk membalas ke rinduan kalian. Alden yang kian pintar melempar gombalan dan rayuan recehnya dengan...