"Bantu Paman Alden."
"Bantu apa?"
Terlihat Abdad menghembuskan napasnya berat. Matanya nampak lelah dan... Sedih. "Bantu Pamanmu ini cerai sama Nani."
"Minta surat sama pengadilan agama, terus suruh Nano-Nano tanda tangan, habis itu tinggal urus. Selesai deh, Paman jadi duda untuk kedua kalinya."
Abdad menatap datar ponakannya, sepertinya ia salah meminta bantuan pada Alden, seharusnya ia mengatakan ini pada Alaya, pasti gadis muda itu akan lebih menyaring ucapannya.
"Namanya Nani. Bukan Nano-Nano," Koreksi Abdad sembari memakan kue yang disandingkan.
Senyum sinis Alden muncul, merebut toples kue dan memeluknya posesif. Ini kue buatan kesayangannya. Hanya ia yang boleh merasakannya yang lain tidak boleh. "Mau Nani, mau siapa ke. Bodo amat, semenjak dia nitipin Indehoy di sini, aku jadi hilang respect."
"Pelit sekali kamu," sinis Abdad melihat bagaimana eratnya lengan Alden memeluk toples dengan kaca bening itu.
"Biarin, bahan kue ini dibeli pake uang aku, dibuat pake tangan lembut Alaya, jadi ga mau bagi-bagi," jawabnya dengan wajah pura-pura polos.
"Dulu Ayah kandung kamu ga senyebelin ini, kenapa nyampe ke anaknya malah bawaannya tuh pengen kubur hidup-hidup."
Alden mencomot satu kue, memakannya dengan nikmat. "Aku masih muda, kalo Paman mau dikubur lebih dulu dengan senang hati aku nyewa penjaga kuburan buat makamin Paman."
Sontak saja Abdad langsung mengelus dada penuh tabah. "Sudahlah, cape ngomong sama kamu," balas Abdad mengangkat tangan bagai buronan yang tertangkap Polisi.
Melihat itu Alden tergelak senang, tetap kekeuh tidak mau berbagi kue dengan pamannya. "Emang Paman cerai sama Nano-Nano kenapa?"
Abdad mengembuskan asap rokoknya, menyenderkan punggung lebarnya pada sandaran sofa. "Indah masih ada di rumah, ga mau pulang."
"Kok bisa?"
"Nani ga bolehin, pas Paman ngotot bakal tetap mulangin Indah, Nani malah marah. Ternya-"
"Ck, suami takut Istri," decak Alden menggelengkan kepalanya prihatin.
Bola mata Abdad melotot sengit. "Kaya kamunya ga aja!"
"Aku ga takut, tapi aku ngehargain sikap Alaya yang selalu sabar ngadepin aku, jadi imbalannya aku bakal nurut sama dia."
"Bucin."
"Emang, aku kan budak cintanya nomer satunya Alaya," balas Alden cengengesan.
"Bisa serangan jantung kalo ngomong sama kamu," ketus Abdad frustasi.
"Ini mau lanjutin denger curhatannya Paman atau kita ganti topik jadi debat seberapa cintanya kamu ke Alaya?" tanya Abdad menyindir.Alden menggaruk tengkuknya kikuk. Kembali memakan kuenya. "Lanjutin cerita Paman aja deh, aku takut kalo cerita lebih banyak lagi tentang seberapa dalam aku cinta sama Alaya, paman jadi iri."
Sudut bibir Abad berkedut kesal, ingin rasanya ia melempar kepalanya ponakannya itu dengan asbak yang terbuat dari keramik yang ada di hadapannya sekarang.
"Becandanya udah, Paman mau ngasih tau kamu sesuatu."
"Iya," balas Alden menurut.
"Kamu tau kan Indah tertarik sama kamu?"
"Tau, malah dia beberapa kali coba goda aku sama baju kurang bahan. Untungnya ga ke goda, soalnya badan Alaya lebih semok," jawabnya dengan pikiran yang membayangkan betapa moleknya tubuh Istrinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alden & Alaya 2
RomanceMasih ingat kah kalian pada kami? Kami harap, kalian ingat. Sudah lewat beberapa tahun sejak kisah pertama di ending kan, kini kami datang kembali untuk membalas ke rinduan kalian. Alden yang kian pintar melempar gombalan dan rayuan recehnya dengan...