≈Author POV≈
Ruang rapat.
Serasa menegangkan setiap kali berada di ruangan ini.
"Apa katamu?"
Di situlah Aizawa Shouta duduk dengan mata membulat.
Mendengar sebuah rencana untuk mengalahkan AFO si kepala kentang membuatnya terkejut bukan main.
"Tidak terlibat secara langsung, quirknya akan dicopy oleh Monoma-kun setelah nantinya dia bergabung dengan timmu"
"Meski begitu...kenapa harus dia?"
"Di perselisihan pertama pihak kita beruntung karena bantuannya setelah kami telusuri lagi. Selama dia hilang, dia berkeliling membantu banyak orang dan berkat dia juga korban tidak banyak berjatuhan"
"Itu tergantung pada Monoma-kun bisa meniru quirknya atau tidak", sanggah All Might.
Aizawa tampak berpikir di kursinya.
Murid kelas 1-B itu harus meniru quirk dari Kurogiri dan Aizawa setelahnya.
Aizawa sendiri tidak bisa menggunakan quirknya seperti dulu karena kehilangan satu matanya.
"Aizawa-kun", panggilan All Might membuatnya mendongakkan kepalanya lagi. "Ini memang berat bagimu, aku tahu itu. Kalian baru saja bertemu kembali setalh kejadian itu, tapi ini juga demi kehidupan kalian juga"
Aizawa tampak ragu dengan rencana ini.
Quirk istrinya itu pilih-pilih orang untuk dihinggapi.
Apalagi quirk istrinya sekarang membelah jadi 2 mahluk.
"Aku akan jelaskan padanya", kata Aizawa. "Ah, sebaiknya kita minta pendapatnya saja"
"Kalau kau sendiri?", tanya All Might.
Aizawa menghela nafasnya dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Aku tidak mau...aku tidak mau melibatkannya lagi dalam urusan pro heroku ini. Aku tidak bisa melepaskannya begitu saja"
"Dayo na", All Might tersenyum memakluminya.
"Tapi jika itu untuk kehidupa damai buatnya...aku jadi ragu, tanyakan saja padanya"
🐈🐈🐈
≈Aizawa POV≈
"Ikut dalam rencana itu?"
Sudah kuduga dia pasti terkejut.
Sato tertidur di dekapannya membuatku merasa damai.
Tapi juga tidak.
"Sa-saya hanya akan jadi beban! Carnage maupun Venom...saya juga, kami sedang memulihkan diri"
"Tidak terlibat secara langsung, Monoma-kun akan mengcopy quirkmu saja"
"So-sou desu ka"
[Anak krempeng ini?]
"Geh! Na-nani sore!?", reaksi Monoma sudah aku prediksi akan begini. "I-ini quirk?"
{Bocah ini bau kotoran! Kau cebok tidak sih?}
"Carnage, sopan sedikit", quirk yang ini paling menyebalkan.
{Diam kau nolep}
Dia masih tidak menyukaiku ya? Sama seperti Venom dulu.
D
ibilang gitu olehnya membuatku kesal meski dia bagian dari istriku.
Aku melihat mereka saling tatap.
Tapi sepertinya aku tahu hasilnya.
"Sumimasen, Aizawa-sensei", sudah kuduga Monoma tidak bisa. "Quirknya tidak bisa dicopy"
"Yappari desu ne"
[Kami tidak akan bisa ditiru]
Venom membungkus tangan kiri istirku dan mengendalikannya.
[Begini cara kerja kami, atau kami mengendalikan orang yang kami mau]
Venom mulai membungkus tanganku juga.
[Wei~]
{Kami tidak mau dengan anak bau kotoran itu}
"Hah!? Siapa yang bau!?"
Quirknya ini memang berbeda.
AFO pasti masih mengincarnya karena ini.
Apalagi Carnage pasti membuatnya semakin ingin memiliki quirk ini atau menjadikan [y/n] bagian dari koleksi Nomunya.
Aku tidak mau itu terjadi.
"Jika rencana cadangan kalian selanjutnya adalah melibatkan [y/n]", aku tidak bisa biarkan. "Aku tidak izinkan dia pergi"
Lebih baik aku mengatakannya sebelum mereka menjelaskan rencana cadangan mereka.
Tidak akan kubiarkan.
Aku tidak mau jika dia ikut pergi.
"Sudah kuduga kau akan mengatakan hal itu Aizawa-kun, aku mengerti", baguslah jika kau mengerti All Might. "Tapi maaf...ini juga demi kebaikan bersama"
"Apa aku saja tidak cukup?", aku menggenggam erat tangan [y/n] agar dia tenang.
"Shota akan ikut..."
Dia menatapku dengan mata khawatir.
"Tidak apa", aku mencium puncak kepalanya.
"Shota sudah begini...ke-kenapa masih harus ikut?"
"[Y/n]..."
Aku memeluknya, tubuhnya sudah gemetar karena emosi.
Mereka keluar ruangan untuk membiarkan kami bicara berdua.
"Shota..."
"Aku akan jelaskan", aku menghapus air matanya. "Aku begini juga untuk menyelamatkan yang lain, untuk kedamaian semua orang"
Aku mengusap wajah Sato yang kecil.
"Untuk dunia yang damai di mana Sato dan Eri tidak merasa takut bermain di luar, untukmu juga"
"Aku...egois karena aku..."
"Iya, aku tahu...aku juga takut kehilanganmu saat mereka bilang juga melibatkanmu"
Aku juga tidak mau.
Sekalipun aku guru, aku tetaplah pro hero.
Yang mengemban tanggung jawab untuk kedamaian orang banyak.
"Baik aku maupun kau...kita sama-sama egois"
Egois karena keinginan sendiri dan tidak mempedulikan hal lain.
"Di satu sisi aku tetaplah pro hero yang bertanggung jawab untuk kedamaian orang banyak termasuk keluarga kecil kita [y/n]"
Aku tidak bisa begini terus.
Jika aku menuruti keegoisanku mungkin kehidupan kalian tidak akan aman.
"[Y/n], aku harus melakukan tugasku sebagai pro hero dan sebagai lelaki yang ingin melindungi wanitanya", aku harus pergi. "Lalu [y/n], sebagai pro hero aku memintamu untuk ikut dengan kami melawan AFO bersama"
Dia hanya diam.
"Sebagai suamimu aku...tidak ingin kau pergi"
"Aku ikut Shota"
Di luar dugaan sekali, membuat hatiku serasa berat lagi.
"Jika itu demi banyak orang dan...demi anak-anak, aku ikut", katanya. "Aku bukan pro hero, aku hanya seorang guru...mungkin aku tidak akan banyak membantu"
"Kau yakin?"
Dia menganggukkna kepalanya. "Selama aku sanggup"
"Anak-anak bagaimana?"
"Mereka aman di sini, ada kakak yang menjaga"
Aku takut.