≈Author POV≈
Aizawa kembali ke rumahnya yang sederhana.
Sekedar mengambil beberapa barang setelah mampir ke rumah kakak istrinya.
Ia mengunjunginya dan memberi kabar pada kakak iparnya.
Menceritakan semuanya sekalipun itu terdengar pedih.
Sebuket bunga di pegangnya.
Ia ke balkon.
"[Y/n]"
Ia mengulurkan buket itu seakan-akan memberinya pada snag istri.
"Aku tahu kau ada di luar sana, entah di mana...maaf aku tidak visa melindungimu, maaf aku tidak bisa menemukanmu dengan cepat untuk sekarang"
Berdialog sendiri.
Berharap pada angin suaranya bisa tersampaikan pada sang terkasih.
Berharap perempuan yang dicintainya mendengarnya.
Tapi rasanya mustahil.
"Aku merindukanmu, [y/n]...tunggu aku akan datang padamu, kamu tidak perlu takut"
Tangan yang menggenggam bunga mengendur dan lepas.
Membiarkan bunga-bunga itu terbang terbawa angin.
Menyampaikan setiap rasa rindu dan harapannya.
Setelahnya ia pergi lagi ke asrama sekolah tempatnya mengajar.
Bunga-bunga itu terbang mengikuti arah angin.
Pasrah dengan angin ke mana mereka dibawa.
Menyebar tidak menyatu seperti tadi yang disatukan oleh pita.
Salah satunya masuk ke jendela yang terbuka.
Jatuh ke lantai yang berantakan.
Jemari merah mengambilnya dengan lembut.
Menatap bunga itu karena tidak bisa mencium aroma harumnya.
Ia letakkan bunga itu di atas tubuh seorang wanita yang sedang terlelap.
[Flower suit on you, not me]
Jarinya beralih mengelus parasnya dengan hati-hati agar tidak menggores kulit.
[Dia mencarimu, dia pasti datang, dia berjanji, jadi kau tenang saja, tidak perlu takut karena ada dia dan "kami" yang akan menjagamu]
"Nghm~"
Tubuh yang ditempelinya mulai menampakkan manik (e/c) yang indah terkena sinar mentari.
"Bunga?", katamu mengambil setangkai bunga. "Kau tidak mengira aku mati kan?"
[Gehaha! Konyol! Kalau kau mati begitu juga "kami"! Itu dari seseorang]
Manikmu menatap heran ke arah bunga dan quirkmu.
Pemberian dari seseorang tapi siapa?
Indera penciumanmu menerima aroma yang familiar dibalik aroma bunga tersebut.
Matamu mulai berkaca-kaca dan memeluk setangkai bubga itu.
"Shota...", bisikmu.
Quirkmu hanya memperhatikanmu yang sedang tenggelam dalam kerinduan.
Berbeda dengan si hitam Venom yang mengetahui segalanya.
Ia hanya tahu sebagian kecil karena Venom tidak mau berbagi ceritanya lebih detail.
Ia tidak mengerti perasaan manusia.
[Dari keluargamu?]
"Uhn, aku rasa...aroma Shita menempel di sini bisa kukenali, tapi aneh rasanya bisa sampai ke sini"
[Baunya tidak hilang ya? Padahal diterbangkan angin begitu]
"Ini dari luar?"
[Bagaimana kau bisa yakin itu dari dia hanya karena baunya?]
Senyum kau layangkan pada quirkmu itu.
Quirkmu hanya bingung.
"Kalian tidak akur ya"
[Nah, si kerdil itu pelit]
{Shut the fuck up you moron!}
"Hai, Venom", sapamu pada quirkmu yang mungil.
{Kau! Bebaskan kita semua bisa kan!?}
[You stupid little shit, i try but i can't!]
Kau pun menunjukan sesuatu pada Venom.
Dadamu dipasang semacm bom yang akan meledak jika kakimu keluar wilayah kelompok yang menahanmu.
Kau hanya tersenyum pasrah mengetahui Venom terkejut.
[Makanya jangan tidur mulu bodoh]
{Fuck}
"Aku tidak apa, karena ada kalian, terima kasih"
Kedua quirkmu itu menatapmu dan memelukmu.
[Kita cari cara untuk keluar, aku janji]
🐈🐈🐈
≈Aizawa POV≈
Gara-gara Venom, aku jadi tahu apa yang dirasakan [y/n].
Buku catatan ayahnya memberitahuku segala informasi tentang quirknya.
Itu kenapa emosiku tidak stabil.
Quirknya bgai parasit bagi orang lain.
Siapapun yang dia jadikan inang akan menjadi sesuatu yang lain.
Bisa saja si inang mati.
Si inang jadi gila.
Dan lainnya.
Tapi berbeda denganku.
Apa yang mereka lakukan pada [y/n] di sana aku tidak bisa maafkan.
Sama sekali.
Setelah Shirakumo sekarang [y/n].
Apa mereka tidak cukup membuatku menderita?
"Aizawa, ayo!"
[Y/n], aku akan menyelamatkanmu sekarang.
Aku sudah tahu lokasimu di mana berkat Hawks.
Aku berhutang budi padanya.
Aku tahu keadaanmu sekarang.
Maaf membuatmu menunggu lama.
"Aku berabgkat, jaga adikmu Eri"
"Papa pulang ya...bawa mama"
"Iya, aku janji"
Aku akan membawa [y/n] pulang.
Aku janji.