≈Author POV≈
"Sho...ta"
Suara lemah membuat hati seorang Eraser Head, prohero kesayangan kalian serasa tertusuk pedang.
Bunyi alat penyokong terdengar bising di ruangan tersebut.
"Sekai wa mou...daijoubu?"
"Aa, mou daijoubu da...berkatmu"
"Yokatta..."
"Maaf, anak-anak tidak bisa masuk kemari, mereka ada di sana"
Manik cantik yang tampak sayu itu melirik ke arah kaca.
Bibirnya yang memakai masker oksigen tersenyum tipis.
Seolah semua akan baik-baik saja.
Tangannya lemah melambai.
Maniknya kembali menatap orang yang paling dicintainya.
"Doushita no...Shota?"
Tangan itu mengusap wajahnya yang selalu tampak lelah dengan janggut tipis.
Prohero juga manusia yang tidak bisa membendung perasaan ingin menangis.
"Shota...nakanaide", ujar istirnya begitu lembut. "Kalau begini aku ikut sedih...aku jadi susah meninggalkan kalian"
"Ikanai...kau pasti sembuh...aku tahu kau bisa"
Manikmu mengerjap beberapa kali.
Melihat dirimu yang sudah seperti zombie bagimu.
Selang-selang penyokong hidup itu tak bisa bertahan selamanya.
Kerusakan organmu juga parah.
Seorang prohero Edgeshot ingin juga membantumu tapi wanita ini lebih memilih seorang hero baru yang akan bersinar di masa depan.
Plot armor gagal :v
"Shota..."
"Aku baru sebentar bertemu denganmu lagi...aku tidak mau ini terjadi"
"Shota"
Aizawa mendongakkan kepalanya.
"Semua akan baik-baik", ujar istrinya dengn senyum yang tidak pernah pudar. "Aku tahu ini akan terjadi...aku tahu Shota pasti bisa jadi aku mohon"
Aizawa semakin erat menggenggam tangan istrinya.
"Aku titip masa depan...anak-anak padamu"
"[Y/n]?"
Genggaman itu perlahan longgar membuatnya panik.
Suara dari mesin penyokongnya semakin berisik.
"[Y/n]! [Y/n]! Dokter!"
Demi kedamaian dan hidup seseorang.
Di sana ada pengorbanan orang yang rela membiarkan orang tersebut hidup.
🐱😼😿
≈Aizawa POV≈
Jangan libatkan perasaan saat kau menjadi prohero.
Padahal selogan iti aku yang buat sendiri.
Tapi aku tidak bisa.
"Papa, mama pasti baik-baik saja kan?"
Aku tak bisa menjawab.
Apa aku harus terus menerus kehilangan...matahariku?
Orang yang menginari hariku.
Orang yang selalu tersenyum padaku.
Tidak ragu untuk apapun dan demi diriku.
Kenapa aku selalu gagal?
Aku tidak bisa selamatkan sahabatku.
Seniorku di akademi.
Rekan seperjuangan.
Sekarang...wanita yang paling berarti untukku.
"Papa?"
"Eri, maaf..."
"Doushite?"
"Mama no koto...mamoranai kara"
Aku tidak pantas sebagai hero.
Aku tidak pantas sebgai pengajar.
Murid-muridku sendiri bisa saja menglami trauma karena kejadian ini.
Dan dari mereka hampir kehilangan nyawa.
Aku bisa mengantar sampai lulus.
Tapi kenapa kau tak bisa menemanimu sampai anak-anak dewasa?
"Aizawa-san"
"Sensei apa dia--"
Tanpa aku bertanya lebih lanjut.
Dari raut wajah dokter ini aku sudah tahu apa yang terjadi padanya.
"Aduh, kenapa langsung lesu? Padahal aku belum bilang apapun"
Hah?
"Memangnya kalau dokter keluar dari kamar pasien, pasiennya langsung mati? Aku dokter bukan malaikat maut"
"Apa maksud anda? Tolomg jangan ber--"
"Sayangnya iya mungkin? Maaf"
Sialan...
Sempatnya dia bercanda.
"Tapi anda sekalian belum boleh masuk dahulu, masih belum selesai"
"Mada owari? Nani yo tsumori da?"
"Tunggu sebentar lagi ya"
Dia bergegas lagi meninggalkanku yang masih bingung.
Harus berharap atau tidak.
Apa masih belum?
[Dor]
"Ini bukan saatnya bercanda Venom"
[Cih, kaget dong]
"Kau mau apa?"
[Maaf sepertinya kami gagal...]