22•hati hati di jalan

208 12 0
                                    

"Mira..."- lirih Juna.

Almeera tidak menyahut.

"Mira, jangan marah sama saya"

Masih tidak ada jawaban.

"Mira, kalau Mira marah. Nanti saya sedih"

Almeera menopang wajahnya, menatap ke arah lain. Kenapa air mata terus saja keluar.

Melihat Almeera menangis seperti ini membuat Juna juga tidak tega untuk meninggalkan Almeera. Tapi mau bagaimana, ini adalah resiko yang harus ia terima.

"Ya sudah, kalau Mira mau marah sama saya, silahkan. Mira boleh pukul saya kalo Mira mau, terserah. Lakukan apa aja yang bisa bikin Mira senang. Tapi, Mira sudah tau pekerjaan saya dari awal, dan ini termasuk salah satu resiko Mira ketika Mira mempunyai pasangan seorang abdi negara. Mira, saya sudah di sumpah menyerahkan jiwa dan raga saya untuk negara. Saya tau kamu gak mau bicara sama saya, karena saya akan tinggalin kamu tugas di bengkulu dua tahun, tapi cuma dua tahun. Setelah itu saya akan pulang"

Lalu setelah pulang, bisa pastikan kalau kamu akan jadi milik ku selamanya, atau tidak?

"Tapi dua tahun itu gak sebentar"

"Saya tau Mira, saya ngerti. Tapi kamu gak boleh ngomong kalo kamu gak bisa terima resiko itu. Mira, kamu itu perempuan hebat, dan saya yakin kamu bisa melewati dua tahun itu tanpa saya. Mira, teknologi sekarang sudah canggih. Kamu bisa menghubungi saya kapan saja. Kalo kamu aja sudah nyerah kaya gini dari awal, nanti saya jadi bingung mana yang harus saya dahulukan. Antara kamu dan negara, dua-duanya sangat penting di hidup saya"

"Kalau kamu di suruh memilih Antara Aku Dan Negara, kamu pilih yang mana?"

Juna diam. Ia tidak tau harus memberi pengertian seperti apa lagi pada Almeera,

Juna memejamkan matanya beberapa detik

"Mir. Saya rasa, saya harus minta kamu untuk berfikir lagi kalau mau jadi istri seorang prajurit"

Almeera diam.

Dua minggu di tinggal oleh Juna saja, rasanya tak berdaya. Apalagi dua tahun. Almeera tidak ingin berpikiran buruk tentang Juna. Karena Almeera percaya dengan Juna, pria itu tidak mungkin macam-macam di belakang Almeera.

Dia Juna, bukan Daniel.

"Kapan berangkat?"

"Besok"

Almeera menangis sejadi-jadinya, kenapa semuanya terasa sangat cepat sekali? menyebalkan. Apa seperti ini rasanya selalu di tinggal? sungguh sedih sekali rasanya

Almeera menolehkan wajahnya ke arah lain. Kemudian Juna membujuk Almeera untuk menatap matanya "Sayangku"- pekik Juna

"Kok ngambek?"

Tidak ada jawaban

"Cintaku"

"Sayang"

"Malah liat ke arah lain itu loh"

"Sayang, calon suamimu di sini loh"

Sial. Orang yang paling bisa membuat Almeera berhenti menangis hanya Juna. Bahkan Almeera tau kalau kelemahan Juna adalah ketika dia melihat Almeera menangis

Almeera menoleh, tangannya melingkari pinggang Juna, pria itu tidak menghentikan langkahnya, ia membiarkan Almeera memeluk tubuhnya sebelum ia benar-benar pergi.

Antara Aku Dan NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang