43•Fahri dan dini hari

242 6 0
                                    

Almeera mendobrak pintu kamarnya dengan keras, ia menaruh tubuhnya di atas kasur. Tidak ada lagi yang bisa Almeera lakukan sekarang selain menangis.

Lalu, ia harus apa? harapannya sudah di hancurkan oleh Juna

Zatira dan Adnan. Dua orang yang sangat Almeera percaya itu bahkan ikut serta dalam permainan licik Juna.

Untuk tuan yang sudah memiliki puan.
selamat untuk kalian, ku ucapkan.
sekarang aku tidak perlu khawatir akan tekanan, karena aku pun sudah tau alasan kenapa kamu tidak berperasaan.
Juna..
ketahuilah kalau perihal rasa sakit itu bukan sekedar perihal tentang bagaimana cara melupakan.
tapi perihal tentang bagaimana aku menemukan cahaya terang,
kemudian membiasakan diri untuk hidup tanpa ada bayangmu seperti dulu,
sebelum aku bertemu denganmu.
tentang sebuah perasaan yang ingin segera di bebaskan dalam sebuah genggaman..
Tuan...
Inginku, sajakku ini tidak kau abaikan...
karena kamu adalah laki-laki sederhana yang pandai sekali membuat luka..
bahkan lebih sakit darih sebilah pisau yang di sayatkan.
Lebih dari menyakitkan.
dan mulai detik ini, akan ku hentikan angan seputar kenyataan bahwa bersamamu di masa depan hanyalah sebuah hayalan.

Sial, kenapa perutku rasanya lapar sekali.

Almeera menuruni anak tangga rumahnya satu persatu, menuju ke arah dapur. Seorang gadis kecil membuka tudung saji yang ada di atas meja.

Nihil. Tidak ada satu makanan pun di sana. Biasanya mba Sumi atau bunda selalu menyisihkan makanan untuk Almeera, karena mereka tau Almeera suka sekali makan. Apalagi makan masakan mba Sumi yang sangat lezat itu.

Langkah kakinya seperti ingin berjalan menuju pada sofa ruang tamu. Ia melihat telapak kaki seseorang di sana. Almeera mengambil balok kayu berukuran besar, lalu memindik berjalan ke sofa itu.

Ia memejamkan matanya, mengangkat balok itu. Tapi ketika ia ingin mengarahkan balok itu ke arah seseorang yang ada di sana, langkahnya terhenti ketika seseorang itu menyebutkan namanya

"Almeera..."

Almeera membuka kedua matanya

Pak dokter? sedang apa?

"Almeera..."

Almeera duduk di sebelah sofa dan melihat dokter Fahri tertidur pulas tanpa mengenakan selimut. Tubuhnya menggigil kedinginan. Tangannya terlipat di atas dada, persis seperti kejadian di rumah sakit waktu itu.

Almeera memperhatikan wajah Fahri dengan detail. Seseorang yang ia kira selalu menggagalkan rencananya itu adalah orang yang mencintai Almeera dengan tulus.

Fahri selalu ada di saat Almeera membutuhkan bantuan. Dan Fahri selalu membantu Almeera bahkan di saat Almeera tidak memintanya.

Tapi kenapa rasanya sulit sekali untuk melihat ketulusan yang ada di mata Fahri untuknya? benar, ia terlalu di butakan oleh cintanya Juna, sehingga tidak bisa melihat ketulusan dari pria lain.

Almeera memberanikan dirinya untuk mengarahkan tangannya pada rambut Fahri. Gadis itu kemudian memegang pangkal rambut itu dan memainkannya.

Almeera menangis. Mengingat semua tentang Juna, pria yang sudah menyakitinya. Harapan yang sudah ia impikan bersama Juna, semuanya gagal ketika Juna lebih memilih perempuan lain.

Lalu, pria yang ada di hadapannya. Ternyata masih mencintai Almeera, pria yang ada di hadapannya selalu membantu Almeera dengan sepenuh hati.

Almeera menghapus air matanya. Sebelum akhirnya ia pergi sebentar untuk mengambil selimut dari dalam kamar tamu. Almeera mengarahkan selimut itu di atas tubuh Fahri.

Antara Aku Dan NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang