29•bertengkar

249 10 0
                                    

Hari ini tepat empat puluh hari ayah meninggalkan Almeera. Perlahan, Almeera sudah mulai menerima semua rahasia yang selama ini di tutup rapat oleh bunda dan keluarganya. Tapi Almeera memang belum bisa sepenuhnya menerima Ema sebagai ibu Almeera juga.

Hari ini bunda mengadakan pengajian memperingati empat puluh harian ayah di rumah. Zatira sudah ada di kamar Almeera sejak semalam. Ia juga sering menginap di rumah Almeera untuk menemani sahabatnya itu.

Almeera sudah menceritakan semuanya pada Zatira, dan Zatira adalah salah satu orang yang membuat Almeera perlahan memaafkan kejadian itu. Jika saja ada Juna di sini, Almeera pasti akan menceritakan semuanya pada Juna. Ada banyak sekali hal yang ingin Almeera sampaikan padanya.

Almeera rindu dengan Juna, tapi biar saja. Toh dua puluh hari lagi Almeera akan segera bertemu dan melihat pujaan hatinya yang baru pulang tugas dari bengkulu.

"Gimana persiapan pernikahan lo?"- kata Almeera

"Ya gak gimana gimana, gue sih ikut kata WO nya aja"

Pernikahan Zatira dan Adnan akan di langsungkan bulan depan. Delapan puluh persen persiapannya sudah hampir selesai. Almeera sudah tidak sabar melihat mereka berdua ada di atas panggung pelaminan.

Almeera sempat berpesan pada Adnan, jika mereka sudah sah menjadi suami istri. Adnan harus berjanji pada Almeera untuk tidak melarangnya untuk main dengan Zatira seperti yang biasa mereka lakukan saat Zatira masih berstatus single.

Adnan bilang, ia tidak akan melarang Almeera untuk datang ke rumah mereka nanti. Karena menurut Adnan, Almeera adalah adik kecil Adnan yang sangat ia sayang.

"Mir"

Almeera bergumam. Ia sedang asik mendengarkan lagu Tulus dan menikmati red velvet kesukaannya.

"Hubungan lo sama dokter Fahri gimana?"

Almeera menoleh, menatap sinis wajah Zatira. Kenapa ia justru menanyakan hubungan Almeera dengan dokter Fahri?

"Biasa aja dong liatinnya"-pekik Zatira

"Pacar gue tuh Juna, bukan dokter Fahri"

"Tapi, yang keliatan serius sama lo kan dokter Fahri"

"Duh, Tir. Lo mulai sok tau deh"

"Gak sok tau, Mir. Tapi gak tau kenapa, gue lebih bahagia kalo lo sama dokter Fahri"

"Itu kan cuma perasaan lo doang"

Zatira mengenduskan nafasnya. Seperti ini lah sifat tidak baik yang Almeera punya. Ia sangat keras kepala, tidak mau mendengarkan orang lain. Ia selalu berpegang teguh pada sesuatu yang ia anggap benar.

"Juna terakhir kali hubungin lo kapan?"

"Terakhir, waktu gue ulang tahun"

Menyedihkan ya, ketika kita hanya bisa bicara dengan orang yang kita sayang lewat video call. Jika bisa di hitung, total semuanya juga cuma tiga kali saja. Itu juga dengan sambungan telfon yang selalu terputus karena jaringan di sana sangat sulit untuk di akses.

"Kapan Juna pulang?"

"Dua puluh hari lagi"

Zatira menghela nafas gusarnya

"Ya udah. Lo liat aja nanti, yang setia, akan selalu kalah sama yang selalu ada"

Bunda memanggil Almeera dan Zatira untuk segera ikut serta di acara pengajian yang sedang di langsungkan di lantai dasar rumah Almeera.

Almeera dan Zatira menempatkan posisi di barisan paling belakang. Di sana juga ada Adnan yang duduk bersama dokter Fahri dan kak Dhanes.

Satu persatu susunan acara pengajian mulai di laksanakan. Ketika para jamaah sudah mulai meninggalkan kediaman Hasan. Kini tersisa keluarga inti. Ada Zatira dan Adnan juga.

Antara Aku Dan NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang