2•Almeera Shezan Benazir

905 25 0
                                    

Awal pertemuan yang belum sempat di beri nama

***

Almeera membuka pintu rumahnya. Ia melihat Aaliyah dan bunda sedang duduk di kursi ruang tamu

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"- jawab mereka serentak.

Almeera menghampiri bunda, dan mencium punggung tangan bunda.

"Ini. Punya lo"- Ujar Almeera seraya memberikan satu bungkus ketoprak kepada pemiliknya.

Kemudian bunda memanggil Almeera ketika gadis itu hendak beranjak dari sana "Gimana ujian sekolahnya, Mir?"

"Lancar kok, bun"

Almeera duduk di sofa sebelah Aaliyah, gadis itu fokus dengan makanan yang ada di depannya. Sementara Almeera hanya diam dan memperhatikan Aaliyah

"Mir. Kamu masih belum mau terima telfon dari ayah, ya?- ujar bunda

Almeera menghela nafasnya. Lagi-lagi, mereka selalu membahas seseorang yang membuat Almeera menjadi malas ketika mendengar namanya

"Biar bagaimana pun, itu adalah ayah kalian. Ayah Almeera, dan ayah Aaliyah"

Almeera diam, tidak menjawab. Begitu juga dengan Aaliyah. Ia selalu menjadi sasaran ayah ketika Almeera tidak mau mengangkat telfon dari ayah

Ayah sendiri yang memberi tau Aaliyah kalau Almeera memblok seluruh akses yang bisa menghubungkan mereka.

Almeera menesah "Dia aja gak perduli sama kita, bun"

"Almeera, gak boleh bicara seperti itu"

"Tapi memang benar, kan? bunda setiap malam nangis di kamar, kenapa coba kalo bukan karena ayah?"- katanya "Bun. Mira ini sudah besar, sudah delapan belas tahun. Ayah bahkan gak pernah pulang ke rumah, dia lebih memilih pulang ke rumah istri barunya"

Almeera pergi meninggalkan bunda dan Aaliyah. Mereka diam membisu, tidak berani menjawab ucapan Almeera, karena menurut Aaliyah, apapun yang Almeera bilang memang semuanya hampir benar.

Sementara di sisi lain, seorang gadis menatap pantulan dirinya pada cermin yang ada di depannya. Di temani lagu Nadin Amizah dan juga minuman red velvet kesukaannya.

Tangan kirinya memegang satu batang rokok. Ntah sudah berapa bungkus rokok yang sudah ia habiskan hari ini.

Menghabiskan ribuan batang rokok mungkin tidak bisa menyembuhkan luka masa kecilnya. Luka yang menimbulkan trauma yang tak kunjung hilang sampai hari ini.

Dan orang yang membuat luka itu, justru pergi ntah kemana. Tapi, Almeera sudah tidak perduli, tidak sekalipun berniat untuk menanyakan bagaimana kabar ayah, atau 'sedang apa di sana'

Satu hal yang Almeera tau, kalau ayah bahagia dengan keluarga barunya.

Dia seperti ayah, tapi kalau kata ku, tidak.
Dia seperti bajingan, tapi bukan. Dia ada, tetapi ntah dimana.
Dia sudah tidak pernah menyapa gadis kecil kesayangannya dulu.

Dia tau jalan pulang,
dia tau bagaimana caranya meminta maaf,
tapi dia memilih untuk menetap,
tidak berusaha untuk pulang,
dan memilih pulang ke rumahnya yang baru.

Meninggalkan luka di rumah lama dan di hati kedua anaknya. Mengingat kejadian kelam di masalalu, hanya akan membuat Almeera semakin membenci ayah.

Dan juga wanita itu.

Mereka bilang, cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya. Tapi hal itu sepertinya tidak berlaku untuk Almeera.

Almeera benci dengan hari ulang tahunnya sendiri. Hari yang membawa malapetaka besar, hari ulang tahun yang selalu mengungkap rahasia besar.

Antara Aku Dan NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang