42•lampu kota

258 6 0
                                    

Fahri menjalankan mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Ia baru selesai bertugas dari salah satu rumah sakit di kawasan jakarta.

Mobilnya melewati fly over di wilayah yang cukup terkenal. Ia melihat gedung-gedung pencakar langit yang menyala di malam hari.

Jam menunjukan pukul sembilan malam. Dan tatapannya tertuju pada seseorang yang sedang berdiri di atas tembok pembatas jalan layang itu.

Fahri menepikan mobilnya, pria itu tidak melihat ada pengendara lain yang berlalu lalang di sini. Sedang apa dia berdiri di atas sana? jangan-jangan, orang itu ingin melakukan percobaan bunuh diri

Mobil putih itu, ia seperti mengenalnya. Kemudian Fahri membuka pintu mobilnya, berlari ke arah tembok besar. Ia menarik tangan seorang wanita dengan rambut hitam terurai

Hingga wanita itu jatuh ke pelukannya.

Almeera memejamkan matanya. Apakah sekarang ia sudah berada di alam lain? tapi, nafasnya seakan masih terus berjalan. Tunggu. Ia seperti berada di atas tubuh seseorang.

Almeera membuka matanya perlahan. Ia melihat wajah Fahri dari jarak yang sedekat ini. Kemudian Almeera mendorong tubuh Fahri agar menjauh darinya. Kenapa dia selalu datang di saat seperti ini?

Harusnya, dia biarkan saja Almeera mati dan bertemu dengan ayah di surga. Menyebalkan. Dia selalu saja menggagalkan rencana Almeera.

"Pergi!"

Fahri tidak menjawab

"Kenapa sih. Kenapa kamu selalu datang di saat saya mau mengakhiri semuanya"-ketus Almeera "Pergi sana! jangan ganggu saya. Biarkan saya mati"

Fahri menatap Almeera, berfikir apakah Almeera sudah mengetahui semua tentang Juna dan juga seorang perempuan yang pernah ia lihat waktu itu

"Kamu tidak akan mati sia-sia"- jelas Fahri

"Berhenti perduli dengan saya"- jawab Almeera

Bukannya menjawab pernyataan Almeera, Fahri justru membawa Almeera ke pelukannya. Almeera sempat menepis pelukan itu, dia bahkan memukul Fahri

Tapi pria itu kekeh untuk membawa Almeera ke dada bidangnya. Fahri menangis?

Almeera menangis, ia mendorong tubuh Fahri sekuat tenaga. Hingga akhirnya jatuh ke tanah. Gadis bodoh itu justru duduk sambil melipat kedua kakinya dan melingkari tangannya di sana. Kemudian mengacak-acak rambutnya dengan asal.

"Bangun"

Almeera tidak menjawab

"Saya bilang bangun"

Almeera masih tidak menjawab, kemudian Fahri menarik tangan Almeera hingga ia berdiri dan menatap matanya.

Pria itu memegang bahu Almeera, menggoyangkan bahunya, kemudian

"Sadar! Almeera sadar!"- nada dokter Fahri lumayan tinggi, membuat Almeera semakin menangis terisak-isak.

Kemudian dokter Fahri mendongakan sedikit wajah Almeera "KAMU INI SUDAH HILANG AKAL ATAU BAGAIMANA, ALMEERA!"

"IYA. SAYA SUDAH HILANG AKAL, LALU KENAPA? APA KAMU MAU MENERTAWAKAN HIDUP SAYA JUGA, SEPERTI MEREKA? SILAHKAN, TERTAWA SAJA"

"BERHENTI BERSIKAP SEPERTI ANAK KECIL, ALMEERA!"

"PERGI KAMU. PERGI DARI SINI! JANGAN GANGGU SAYA, SAYA BENCI KAMU. KAMU SAMA SAJA DENGAN MEREKA, MENYEMBUNYIKAN SEMUA KEBENARAN ITU DARI SAYA. IYA KAN, KAMU PASTI SUDAH TAU KALAU JUNA AKAN MENIKAH. TAPI KAMU MERAHASIAKAN ITU DARI SAYA"

Juna? akan menikah? dengan siapa? apakah dengan seorang wanita yang ia lihat di acara pernikahan Zatira dan Adnan waktu itu?

Almeera, saya tidak tau harus senang atau harus sedih mendengar kabar ini. Tapi melihat kamu menangis dan merasa sedih seperti ini juga membuat hati saya juga hancur, Almeera. Saya tidak bisa melihat orang yang saya cintai menangis

Antara Aku Dan NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang