Alur - 7

419 303 119
                                    

Kamar yang gelap menghiasi ruangan sedikit redup dengan lampu tidur. Cewek itu terbangun dengan lesu, ia merasakan di bagian pinggang ada yang memeluknya. Ia meraba matanya masih tertutup dengan sempurna karena ini di kamarnya tidak mungkin ada seseorang. Ia membuka matanya perlahan terlihat seseorang yang dia kenal.

"AAAAAA, LO KENAPA DI SINI!" teriaknya cowok itu belum juga terbangun. Ia menatap sembari mendorong pelan tubuh cowok dalam dekapannya.

"GUE TIDUR SEMALAMAN SAMA LO RAY. MAMA, ASTAGFIRULLAH GUE TAKUT, GUE HAMIL NGGAK YA." Ia berlari menuruni anak tangga meninggalkan cowok yang ada di dalam kamarnya. Ia panik, tidak mungkin jika dia di hamili Ray.

Ia kehabisan napas karena berlari menghampiri Arta. "MAMA, AAAAA NGGAK MUNGKIN YA ALLAH, GUE TIDUR SAMA COWOK," teriaknya histeris seperti orang kesurupan.

Arta mendengar jeritan anaknya hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Kenapa sayang? Mama ada di dapur lagi bantuin Bibi Ima," ujar Arta melihat putrinya mendesah kesal.

"ISHHH MAMA, LOKA KOK BISA SIH TIDUR BARENG DIA? KALO ALOKA HAMIL GIMANA," balasnya dengan gerutu kesal di ledek Arta dengan tawa.

"Tinggal nikah sama Ray, sayang," sahutnya tersenyum seraya mengelus pipi anaknya, Aloka menatap lurus wajah Arta tidak mengerti.

"Iya juga sih Ma," sambungnya menyetujui perkataan Arta.

"ISHH NGGAK GITU MA! AKU KAN MASIH MAU SEKOLAH. MASA UDAH NIKAH AJA," decaknya kesal lalu ia pergi untuk kembali ke kamarnya.

Arta hanya tersenyum melihat tingkah Aloka.

Ia kembali ke posisi pintu penuh dengan gambaran mereka berdua saat kecil di sana hanya tertempel satu foto.

Di pintu tersebut terlihat cowok yang tampan berkumis tipis masih saja tertidur pulas. Aloka tidak bisa berhenti tersenyum memperhatikan lekukan wajah yang sangat sempurna.

Dengan langkahnya ia menghampiri cowok itu dengan tenang, pelupuk matanya sangat indah. Bahkan, tidak bisa di jelaskan oleh Aloka.

Aloka menghela napas panjang. "Gue nggak pernah bisa lupain lo makin lama gue mencoba menjauh tapi rasa gue makin besar," ujarnya sembari mengelus kepala Ray lalu menatap wajah tampan Ray, ia memberikan kehangatan dengan elusannya.

"Dan gue nggak pernah pudar mencintai lo," tambah Aloka setelah ia berkata seperti tadi, cowok itu mengerjapkan matanya dengan pelan.

Ray tersenyum, ada seseorang yang sangat dia sayang bersamanya. "Aloka," panggil Ray dengan suara serak.

Mereka saling bertatapan setelah Aloka mengelus dengan lembut cowok itu. "Udah bangun?" Aloka berdiri merubah posisinya biar tidak terlihat perhatian kepadanya.

"Udah, yaudah lo mandi ya nanti gue ikut," godanya membalas elusan ke pipi menggunakan jarinya.

"Ishh apaan sih," sahutnya dengan sinis, Aloka membuang pandangan untuk terhindar dari kontak mata Ray.

Ray tersenyum jahil.

"Mandi sana bau."

"Lo tuh yang bau wlek."

"Gue wangi Aloka."

"Coba lo dekatin gue," tambahnya menunjuk baju sendiri menyuruh Aloka mencium baju cowok itu.

Aloka hanya mengangguk menuruti permintaan Ray.

Cup

"ISHH APAAN SIH RAY?!" Aloka dengan nada tinggi mendorong pelan tubuh Ray karena jahil menciumi keningnya.

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang