Ekstra Part 1

69 21 8
                                    

Beberapa tahun kemudian

Ia memandangi sekeliling sawah begitu luas di desa, selain itu ia juga memegang laptop sembari menyelesaikan tugas pekerjaan yang harus dilakukan.

Karena selama ini ia berusaha keras membuat perusahaan Mamanya berkembang, untunglah Sekretaris Mamanya membantu dan membimbing Aloka jadi lebih baik.

Selain itu, ia juga Homeschooling karena Tantenya sering ke desa hanya untuk Aloka. Ia sangat senang bisa belajar walau tidak seperti dulu lagi, setidaknya ia masih bisa mengejar pendidikan saat memasuki perkuliahan Aloka sering memakai masker. Ia juga sudah menjelaskannya privasi dan hanya guru mengetahui wajah aslinya.

Aloka juga memberi tau sempat mengalami penculikan sebab itu ia di perbolehkan memakai masker hingga sekarang, saat meeting kerja juga ia menggunakan penutup wajah seperti topeng.

Karyawan lama mengetahui wajah anak dari pemilik perusahaan dahulu tidak berkata apa-apa karena mengetahui masalah yang terjadi.

Mereka semua memahami trauma sang anak.

Senyumnya mengembang meregangkan otot lengannya.

"Jika Tuhan berbaik hati! Aku harap anak-anak akan menjadi seseorang berbudi luhur cukup aku aja mengalami ini semua," lirihnya menatap langit biru.

Terdengar langkah kaki seseorang Aloka menoel ke belakang sepasang anak di dalam gendongan salah satunya Bi Ima dan anaknya Shinta.

"Kamu udah jangan capek-capek, Nak. Ingat kamu juga butuh istirahat," tegur Bi Ima mendekat.

Aloka tersenyum tipis. "Gapapa kok Bi, aku udah banyak istirahat jadi harus selesain pekerjaan juga, gimana sama Azir sama Rengga?"

Mendengar itu Bi Ima mengelus puncak Azir yang tertidur pulas dalam gendongan yang tidak lain adalah Adik Aloka.

"Baik Nak, mereka berdua nggak rewel jadi Bibi nggak susah urus keduanya."

"Benar itu, Non!" seru Shinta begitu gemas dengan Rengga yang terkekeh geli karena di cubiti Shinta.

Tanpa sadar seulas senyum manis tertampil di wajah Aloka, beberapa tahun berlalu kehidupannya mulai membaik. Ia juga tidak berharap untuk menikah dengan seseorang karena masih trauma yang di alaminya, belum lagi banyak cowok-cowok sengaja modus ke rumah Bi Ima hanya ingin bertemu dengannya.

Kadang secara halus ia menolak tawaran kencang atau hal lainnya, Aloka hanya memikirkan kedua anak kecil sedang bersamanya saat ini.

"Makasih, Bi Ima udah mau kasih tumpangan untuk Loka," ucapnya tulus lalu berdiri sejajar dengan keduanya.

"Nggak, Nak. Kamu sudah Bibi anggap anak sendiri mulai sekarang panggil Ibu ya biar kedua anak di gendongan Ibu bisa manggil Nenek," seru Bi Ima tersenyum lebar.

"I-ibu?"

"Iya, Nak. Astaga Ibu senang punya anak seperti kamu."

Shinta hanya terkekeh melihat reaksi Aloka yang begitu kaku.

"Aku juga Kakakmu Aloka!" sahutnya berbinar senang.

Sedangkan sih kecil Rengga tertawa senang seolah mengetahui orang-orang di dekatnya sedang dalam kebahagiaan.

Tanpa sadar air mata menetes, Aloka mengusap haru kondisinya saat ini. Aloka juga mengalami depresi waktu itu, untungnya ia bisa bertahan dengan obat-obatan yang sedang ia minum setiap hari.

Aloka menghamburkan pelukan ke mereka, Bi Ima senang Aloka sudah cukup sehat daripada yang dulu.

"Makasih Ibu! Aku akan buat kalian bahagia."

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang