Alur - 32

22 14 8
                                    

Aloka melangkah masuk ke dalam rumah mewahnya, saat di rumah Ray ia ketiduran hingga waktu malam Aloka baru terbangun.

Setelah sampai di rumah pun ia sangat lemas jika mengingat kejadian Arta berciuman mesra di jalanan, tidak pernah berpikir kalo Arta menyembunyikan sesuatu apalagi perubahan selama beberapa bulan ini.

Padahal ia berharap jika Arta terbuka kepadanya namun entah mengapa Aloka punya perasaan tidak nyaman, ia melangkah menuju kamar sang Mama tapi terdengar suara aneh yang membuatnya menegang.

"Sayang, lebih cepat shhh," desah seorang wanita yang terdengar suara lenguhan kecil.

Perasaan tidak enak Aloka terlihat jelas, matanya mulai berair mendengar itu. Pikirannya saat ini juga kacau mengapa Arta melakukan hal gila? Apalagi mereka belum menikah pasti karena tidak ada pembicaraan di mana Arta sudah memiliki seorang kekasih.

"Please, ayolah sayang lebih cepat."

Aloka meneguk ludahnya kasar, sesak sekali suara itu mengalun panas di telinganya bahkan suara kulit beradu sangat jelas, mulutnya kelu untuk berbicara saat ini tangan Aloka sudah berada di kenop pintu tapi Aloka urungkan karena suara tersebut.

Dengan langkah pelan Aloka berbalik arah untuk kembali ke kamarnya saja.

Ia langsung melompat ke ranjangnya. "Mama, kenapa ngelakuin itu."

Suaranya tercekat menahan tangis yang dari tadi ingin ia keluar.

"Kalo Mama mau cari pasangan lagi, Mama bisa bilang ke Loka bukan ngelakuin hubungan itu. Astaga Mama, Aloka salah apa? Sampai-sampai Mama ngelakuin itu di rumah," gumamnya lirih menyadari air mata itu terus mengalir deras hatinya tercentil nyeri.

Aloka menatap langit kamarnya di penuhi bangau-bangau indah tidak membuat hatinya tenang.

"Kalo Mama hamil gimana? Apa ada pertanggung jawaban dari pihak lelaki itu?"

Aloka berpikir ke arah sana mungkin Mamanya kesepian, ia masih bisa menerima jika Arta ingin menikah lagi tapi tidak dengan melakukan hal itu. Aloka melirik ke arah bingkai foto Papanya.

"Maaf Loka nggak bisa jaga Mama."

Sungguh Aloka putus asa, saat ini pun ia bingung untuk bertanya kepada Arta belum lagi Aloka harus mencari pelaku melakukan hal menjijikkan itu.

"Papa, Aloka janji akan mencari tau lelaki itu. Demi apapun Aloka nggam akan biarin dia lolos," tekatnya dan memejamkan mata sehingga tanpa sadar tertidur dengan air mata mengering di pipi putihnya.

•••

Keesokan harinya Aloka pagi-pagi sekali bangun langsung menuju kamar Arta, ia membuka ruangan tersebut tertampil seorang wanita paruh baya tertidur sendiri di sana.

Wajah wanita itu terlihat sekali lelah, Aloka dengan langkah mendekat mengelus puncak kepala sang Mama, tanpa sadar tangannya di cengkal begitu kencang sehingga Aloka meringis kecil.

"Ngapain kamu ke sini?" tanyanya datar tanpa ekspresi.

"Ma? Kenapa malam tadi kayak ada suara aneh." Bukannya menjawab tapi Aloka bertanya hal malam kemaren, Arta bergeming dengan wajah terlihat tidak merasa bersalah sedikitpun.

"Kamu salah dengar, malam tadi hanya menonton film di hp saya."

Aloka menutup matanya sejenak berusaha menahan amarah yang meledak.

"Tapi Ma itu suara desahan."

"Saya bilang kamu salah dengar! Jangan banyak tanya, pergi kamu dari sini!" usir Arta menatap nyalang Aloka.

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang