Alur - 46

39 19 5
                                    

Pagi sekali Aloka memutuskan tidak sekolah, dan menunggu kehadiran Keo untuk menjemputnya.

Di dalam pikiran Aloka hanya Ray yang menghilang tanpa jejak, kemarin juga sampai malam ponselnya centang satu di WhatsApp saat di telepon nomor biasa sama sekali tidak diangkat.

Kekhawatirannya menjadi-jadi memikirkan masalah di alaminya saat ini atau jangan-jangan Ray juga mengalami masalah besar dan memilih menjauh untuk menyelesaikan sendiri?

Entahlah, Aloka benar-benar takut kehilangannya. Hanya Ray satu-satunya orang masih berada di sisinya saat ini.

Lamunannya buyar karena suara klakson di depan rumah, Aloka pun bergegas menuju pintu keluar saat itu juga terlihat Keo melambaikan tangan mengajaknya masuk.

Aloka menurut tersenyum hangat. "Lo taukan keberadaan Ray?"

"Gue tau kok, parah sih gue sempetin bolos buat lo doang padahal."

Mendengar keluhan Keo membuat Aloka terkekeh pelan, Keo pun menjalankan mobilnya cukup cepat untuk mencari lokasi Ray saat ini.

"Lo sabar yang jelas dia baik-baik aja di sana, gue jamin 100% untuk lo," ujarnya fokus mengemudi.

"Gue percaya kok sama lo," sahutnya tersenyum mengembang membayangkan pertemuan mereka.

Hingga sampai di sebuah hutan lebat, mobil Keo melewati pepohonan yang Aloka sadari juga tidak tau padahal tadi Keo bilang akan bertemu dengan Ray, kenapa mereka masuk ke dalam hutan? Perjalanannya juga cukup jauh dari rumahnya dari tadi ia diam karena bingung dengan suasana berubah mencekam.

Sampailah di sebuah rumah yang cukup besar, tatapannya beralih ke Keo tersenyum hangat. Cukup lama Aloka berdiam diri, ia pun membuka suara terlebih dahulu.

"Beneran Ray ada di sana?" tanyanya ragu, saat ini juga Aloka agak gugup atas pertemuan mereka.

Keo menyadari itu mengangguk membalas seseorang di ponsel, entah siapa yang jelas hanya Keo yang tau.

"Gue udah kasih tau Ray, dia bilang lo masuk aja. Ray lagi nungguin di dalam," kata Keo menyakinkan.

Sejenak menghirup udara dalam-dalam memejamkan mata mengatur detak jantung begitu kencang, Aloka benar-benar tidak tahan merindukan cowok itu.

"Gue kesana dulu," pamit Aloka sambil membuka pintu mobil sembari melambaikan tangan di balas Keo.

"Semoga bahagia!" teriaknya setelah itu berkata, "Bahagia di neraka," gumamnya melanjutkan perkataannya yang di jeda dan tersenyum miring.

Sebelumnya Aloka sudah mengetuk tidak ada jawaban sehingga ia berpikir untuk membuka pintu tersebut ternyata tidak di kunci, kakinya melangkah memasuki rumah besar itu, lampu yang remang cahaya membuatnya sulit menemukan keberadaan Ray. Sekuat mungkin berusaha menguatkan hati untuk melangkah lebih jauh hingga di ruangan tengah Aloka melihat sebuah kursi di duduki seseorang namun membelakanginya.

Aloka yang yakin itu Ray, senyumnya mengembang seberapa rindu Aloka. "Ray, gue kangen," tuturnya lirih tidak ada sahutan dari sang empu.

Sesaat Aloka bergeming di tempat mengakui ada sesuatu yang janggal sampai akhirnya kursi itu berputar. Pupil matanya membesar di tambah mulut mungil itu mangap, tidak bisa mengekspresikan perasaan terkejutnya seperti sekarang.

"Halo sayangku," sapanya tersenyum lebar.

Aloka mundur beberapa langkah sedangkan cowok itu berdiri mendekatinya dengan langkah cukup besar mencekal kedua pergelangan tangan Aloka.

"Mau lari kemana?" Brita berbisik tepat di telinganya membuat bulu kuduknya berdiri.

Iya, benar sekali di depannya saat ini adalah Brita bukan Ray sehingga Aloka benar-benar terkejut bukan main tentang masalah kebohongan di lakukan oleh Keo.

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang