Alur - 25

36 22 0
                                    

Matanya terasa silau karena matahari menyelinap masuk dari sela-sela jendela, ia membuka matanya terasa berat. Biasanya Arta akan membangunkannya dengan mengomelinya sekarang bahkan tak pernah terjadi lagi.

Dengan langkah malas masuk ke kamar mandi untuk mandi, selesai mandi hanya 30 menit langsung turun melihat meja makan kosong tanpa seseorang hanya tudung nasi di penuh nasi goreng beberapa roti, siapa lagi kalo pembantunya yang membuat itu semua.

Arta pasti akan pergi dahulu tanpa mengucapkan kata-kata selamat pagi, sekarang sangat berubah.

Dengan suasana hening dia menyuapkan nasi goreng ke dalam mulut mengingat kejadian beberapa bulan lalu saat Arta mengomelinya.

"Cepat nanti telat kamu," ucapnya kesal lalu menatap kesal ke anak gadisnya itu hanya cengengesan.

"Tapi ya Ma— " ucapnya terpotong.

Arta menatap malas dan berkata, "Kamu anak gadis kalo Mama udah nggak ada gimana? Kamu di dunia ini tinggal kita berdua doang, Papa kamu udah nggak ada," cerocos Arta tanpa henti sambil menoyor kepala Aloka gemas.

"Kalo orang tua ngomong tuh di dengerin bukan lanjut makan," sambungnya dengan kesal. "Dengerin coba!"

"Astaga Mama iya, bawel banget sih?"

"Iyalah kalo nggak bawel nanti kamu ngelunjak, Mama di sini buat urus kamu biar jadi anak berguna dari pada bandel di sekolah lebih baik kamu banggain Mama aja coba."

Dengan wajah menatap Arta, tersenyum kecil. "Bukannya Loka udah banggain Mama ya? Loka udah ngelakuin apapun itu sampai bisa mendapatkan juara 1 berturut-turut di sekolah berkat dukungan Mama dong," serunya bangga menepuk dada dengan sombong.

Arta mendelik ngeri melihat Aloka merasa bangga dengan dirinya apalagi sikap anaknya ini terlalu berbeda saat dia kadang mematai anaknya sendiri.

Tanpa sadar air matanya terjatuh wajah Arta menghilang di depan matanya, ia melirik nasi goreng yang dingin rasanya dia sudah tidak selera makan menghembuskan napas panjang mengambil tasnya dengan cepat.

"Ma, Loka pergi dulu mau sekolah ya," ujarnya berbicara sendiri tanpa dia ketahui Bibi Ima melihat adegan sedih tersebut dia mengusap pipinya yang basah.

Jelas hatinya sakit, biasanya Arta akan selalu bahagia mengajaknya masak. Sekarang wanita paruh baya itu tidak sekali menyapa Bi Ima, perubahan itu juga di rasakan Bi Ima. Dia juga tidak tega melihat Aloka menangis sedih seperti ini, dia bisa apa? Selain mencoba membuat Aloka kuat dalam pelukan kadang-kadang gadis itu meminta pelukan hangat Bi Ima.

"Maaf Non, Bi Ima tidak tau harus ngelakuin apa, semoga Nyonya bisa berubah kayak dulu lagi."

Aloka melangkah pelan dan lesu seolah semangat belajarnya sudah hangus di telan bumi.

Ia pun menoleh melirik meja makan yang penuh keheningan, dan tersenyum tipis.

"Loka bakal cari tau semuanya, semoga Mama bisa berubah, Loka kesepian karena Mama nggak kayak dulu yang selalu ngomel dan perhatian ke Loka," cicitnya menunduk.

Aloka berharap ini hanya mimpi semata, ia masih untung mempunyai Ray perhatian dengannya kadang cowok itu mengajaknya jalan-jalan menghilangkan rasa bosan.

•••

Cewek cantik itu menyender di dinding tepat di pohon dekat lapangan basket, ia sendiri menonton anak-anak eskul bermain basket. Hari ini mereka tidak belajar karena guru mengatakan eskul saja buat hari ini. Aneh tapi biarlah, ia sangat senang jika seperti ini kalo bisa sering-sering, pikirnya.

"Eh, ngapain ngelamun?" kata seorang cowok tinggi rambut hitam legamnya duduk di samping Aloka.

Ia tersenyum lembut. "Nggak kok," alibinya tersenyum kecil.

"Tapi dari raut wajah lo kayak ada masalah ya? Ayo cerita sama gue," balasnya membenarkan kacamata di hidung mancungnya.

Aloka terkekeh mengusap kepala Ray dengan perhatian di sisi lapangan pun berteriak gila karena Ray berubah hanya untuk Aloka seorang, siapa tidak baper? Bucin sekali manusia itu.

"Beruntung banget dapat cowok kayak Ray, tututu."

"Iya, mana Ray ngelakuin apapun untuk Aloka? Gemes banget astoge."

"Aaaaa, calon masa depanku itu."

Sedangkan kedua pasangan itu saling bertatapan kikuk, dan sedikit malu karena terlihat salah tingkah apalagi Ray makin melihatnya begitu dalam.

"Jangan liatin kayak gitu, gue malu," ucapnya menutup seluruh wajahnya.

"Gemes banget sih sayang gue?"

"Iya kan emang gue sayangnya lo, masa sayangnya sama orang lain? Sayangnya Brita gitu?" goda Aloka mengalihkan pembicaraan barusan, Ray mendelik tajam tidak suka.

"Jangan bahas orang gila, dia udah punya pacar dan lo pacarnya gue."

"Iya gue emang pacarnya lo masa pacarnya orang?" celetuknya terkekeh dari wajah kesal Ray begitu lucu.

Ray pun menghembus napas pelan. "Jika suatu saat ada masalah dalam hubungan kita gimana?"

Ia pun menggerjapkan matanya, Aloka paham maksud dari Ray bagaimanapun ia berharap semua yang terjadi nanti tidak merusak hubungan mereka buat, berjuang mendapatkan Ray itu begitu keras belum lagi ia sering mendapatkan bullyan orang-orang karena culun dan sebagainya.

"Gue akan mencoba ngobrol sama lo cari letak permasalahan kita, gue nggak mau terjadi sesuatu Ray, gue takut kehilangan lo," ujarnya menunduk sedih .

Dia pun memegang dagu Aloka, dan mendongak menatap manik mata cokelat Aloka.

"Jangan sedih, gue juga sayang lo percaya semua nggak akan terjadi, kita akan bisa tetap bersama Loka."

Hatinya menghangat mendengar suara lembut Ray yang membuatnya tenang, ia pun mengangguk dan memeluk tubuh Ray tanpa aba-aba kejadian tersebut langsung di sorot beberapa orang di sana banyak bersiul menggoda.

Tapi di abaikan keduanya seolah tidak ada siapapun, cukup Aloka bisa membuatnya lupa dunia, sangat lucu di mana dia dulu menjauh sekarang? Bucin habis.

"Kalo kita dulu sahabat maka sekarang lo adalah orang spesial yang gue punya, only you Dear," gumamnya tapi terdengar jelas di telinga Aloka.

Cowok itu mengelus punggung Aloka merasakan kenyamanan bersama orang tersayang itu menyenangkan. Aloka akui itu, Ray adalah perwujudan paling sempurna ia kenal.

Segalanya untuk Aloka.

"Makasih Ray, gue sayang banget sama lo."

Ray mengangguk mengecup rambut cokelat beberapa hari terakhir menghiasi kecantikan ceweknya itu, Ray pun ikut cat rambut biar keliatan pasangan good couple jadi setiap orang melihat adegan itu diam-diam iri dan gemas sendiri.

"Gue juga sayang lp," cicitnya terkekeh merasakan pelukan cewek itu mengerat.

TBC

Cuwitt lagi bucin-bucinnya Aloka dan Ray guys! Gemes ya kan hahaa.

Palembang, 18 Juli 2024

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang