Alur - 41

34 17 4
                                    

Acara di rumah Nayra sudah selesai, Ray langsung pulang bukannya bisa menenangkan pikiran tapi dia mendapatkan hal tidak terduga.

Ayahnya— Giar pulang tidak membuatnya senang karena perilaku Giar sudah tidak dibilang wajar, sekarang juga lelaki paruh baya itu ingin memukul Ibunya dengan kayu.

Ray yang tidak terima menghalangi kayu tersebut dengan tangannya, mata memerah memancarkan kesedihan dan kecewaan kepada Giar. Seorang Ayah yang sempat dia banggakan sekarang hanyalah omong kosong belaka.

"Maksud lo apa anjing mau pukul Ibu gue?" teriaknya berdiri tegap di depan Giar sudah beringas.

"Awas anak sialan!" ujarnya mendorong Ray hingga tergeser tapi dengan sigap kembali ke tempat semula. "Kamu nggak ada hak untuk halangi saya!"

"NGGAK ADA YANG BISA GANGGU IBU!" bentaknya sudah tidak tahan dengan Giar. "Mau apa lo pulang ke sini? Baru ingat punya anak sama Istri atau jangan-jangan habis duit lo?" cecarnya membabi buta.

"Ini rumah saya jadi berhak pulang seharusnya kamu yang harus di pertanyakan sikap kamu kepada saya sebagai orang tua," sahutnya tidak mau kalah secara terang-terangan mereka berdebat di mana Rara terduduk lemas.

"Orang tua?" Ray tertawa sarkas menatap tajam ke arah Giar seolah menantang. "Sebagai orang tua, nggak bakal ninggalin Istri dan anak yang sedang mikirin Suami entah kemana atau benar selingkuh?" sindirnya menggeleng sambil tersenyum miring.

"Lo nggak pantas jadi Ayah sih," sambungnya makin membuat Giar marah bahkan wajahnya sudah memerah.

"Kamu nggak di ajarin sama Ibu kamu buat jadi anak yang patuh sama Ayah?"

Ray tertawa mengejek. "Saya selalu di ajarin dengan baik sama Ibu gue yang di pertanyakan lo itu sebagai Ayah harus siap siaga bukan ngilang hingga berbulan-bulan kayak nggak ada keluarga aja."

Sindiran di lontarkan sangat tajam sehingga Giar memilih bergeming sesaat dan memandang sekeliling menarik kerah anaknya.

"Jangan kurang ajar ya kamu dengan saya."

"Terus? Gue harus baik-baik sama lo yang mau pukul Ibu gue? Lo gila ya?" Ray bahkan tidak takut ikut menarik kerah Giar, tatapan mereka saling membunuh. "Demi Tuhan, jika suatu hari Ibu gue kenapa-kenapa lo orang pertama yang akan menderita!"

Mendengar ancaman anak sendiri tidak membuat Giar takut, melainkan dia memukul Ray sekuat tenaga.

BUGH

"Awas saya tidak pernah punya anak seperti kamu!"

"SIAPA JUGA YANG MAU PUNYA AYAH KAYAK LO!" teriaknya emosi tapi di tahan Rara hingga wanita itu memeluknya begitu erat.

"Sayang, Ibu gapapa sekarang kamu istirahat ya?" ucapnya menuntun Ray ke kamar.

Cowok itu menghela napas lelah, Rara berada di dekatnya dengan raut wajah cemas tertampil kesedihan tercetak di mata yang menghitam bagian bawah.

"Kamu gapapakan? Gimana pipi kamu masih sakit?"

"Ray gapapa, Ibu. Lebih baik Ibu istirahat jangan terlalu banyak pikiran kalo Ibu mau di pukul sama orang gila itu cukup bilang ke Ray biar Ray yang bales semuanya," jelasnya tersenyum kecil dan sebaliknya Rara berusaha tenang lalu mengangguk.

"Selamat mimpi indah Ibu," ucapnya di sambut pelukan hangat sesaat.

Rara mengangguk mengusap kepala sang anak. "Kamu mimpi indah juga, Nak."

Tanpa kata-kata lagi Rara keluar dari kamar Ray, dan dia tak akan biarkan siapapun menjahati Ibunya.

"Ray akan di sini melindungi Ibu," tekadnya sudah bulat tidak akan ada orang yang bisa menyakiti Rara selagi dia ada.

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang