2 bulan kemudian
Hubungan antara Aloka dan Ray begitu lancar tidak ada masalah sekalipun walaupun kadang bertengkar hanya hal sepele atau mereka saling cemburu jika berdekatan dengan lain jenis tidak membuat mereka putus.
Seperti sekarang Aloka begitu bermanja ria padahal sedang di dalam kelas tidak peduli tatapan beberapa siswi yang cemburu maupun iri kepadanya, Ray tidak masalah jika Aloka manja kewajiban selalu ada bersama kekasihnya.
"Lo nggak malu di liatin?" tanya Ray menunduk melihat begitu lucu tingkah Aloka melingkar tangannya ke tangan Ray.
Aloka mendongak menatap nanar Ray. "Nggak peduli," ucapnya bodo amat.
"Gue kan cuma pamer," gumamnya pelan tapi masih terdengar jelas Ray.
Kekehin kecil terdengar, Aloka bingung kenapa cowok itu seolah meledeknya Aloka mendengus kesal.
"Kenapa sih lo?!"
"Nggak sayang, kenapa hm?"
Aloka menahan senyumnya menggigit bibir bawah, perkataan lembut yang di ucapkan oleh Ray membuatnya menghangat, setidaknya tidak ada yang satupun berani mengambil punyanya.
"IYALAH DUNIA MILIK BERDUA," sindir Keo yang tiba-tiba lewat di depan kelas menghampiri kursi Sulina kerena cewek itu ada di sana.
Seisi kelas tertawa puas karena hanya Keo yang bisa menyindir sepasang kekasih itu tanpa malu.
"Dari pada lo nggak punya, jomlo hidup pula," ujar Ray dengan pedas.
Spontan seisi kelas semuanya makin tertawa berbahak-bahak, lelucon yang sangat menyindir diri Keo yang jomlo lumutan apalagi baru beberapa bulan di putuskan oleh Sulina karena kesalahannya sendiri.
Dengan jaket panjang Aloka melepaskannya perlahan meminggirkan tangan yang melingkar di tangannya, hembusan napas yang tiba-tiba membuat Aloka terdiam di saat Ray berhadapan mata dengan kekasihnya.
Bisa jantungan Aloka.
"Ekhm, keknya kita cuma numpang deh."
"Lo aja kali, gue masih mau di sini."
Kekehin beberapa orang di dalam kelas membuyarkan lamunan mereka berdua. Seakan dunia milik berdua, Aloka berdorong dada Ray dengan kencang membuat sang empu meringis karena punggungnya terkena meja di depannya, posisi sedikit minim tidak membuat Ray malu, dia sangat puas karena Aloka benar-benar tidak berkutik sama sekali.
"SANA LO! GUE MALU RAY."
Aloka berdiri keluar meninggalkan mereka semua dalam kelas, pipinya merah merona. Argh! Dia sangat malu sekarang.
"WAH BERHASIL BUAT MALU HAHA!"
"Emang nggak liat lo pipi Aloka tadi merah kayak cabe rawit."
"Tapi mulut lo lebih pedes sih," balas Salsa anak sekelas dengannya.
Seketika semua menertawakan hal yang tidak-tidak termasuk Ray sengaja tidak menyusul Aloka biarkan cewek itu menenangkan hatinya yang berbunga-bunga.
•••
"Ma, kok nggak pulang-pulang sih?! Aloka kangen tau," gumamnya menatap langit-langit kamarnya yang penuh burung bangau, ia merasa kalo Arta berubah dua bulan terakhir ini.
Aloka mendengus kesal. "KENAPA SIH MA BERUBAH! ALOKA NGGAK MAU KEHILANGAN MAMA," jerit Aloka kencang, ia sangat prustasi sungguh tidak mau jika Arta benar-benar meninggalkannya.
Di saat pulang sekolah Aloka langsung melongos pergi tanpa basa-basi terlebih dahulu dengan Ray, ia hanya menginginkan Mamanya— Arta yang tidak sering menghubunginya. Aloka tau jika Arta bekerja tapi kenapa sekarang jarang pulang? Mungkin sibuk tapi lama-kelamaan membuat Aloka muak dengan tingkah Arta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alora (End)
Teen FictionAloka Pioladria adalah cewek culun yang sering di bully karena cara berpakaiannya dan bisa di sebut kutu buku. Tapi semenjak perubahannya, semua orang menjadikannya pusat perhatian. Ray mendekati Aloka memeluk erat cewek itu. Brita terdiam, dia ing...