Alur - 29

35 16 2
                                    

Ray menopang dagu di meja, kepalanya pusing mengingat pertengkaran di alami Ibunya tidak menyangka Giar melakukan hal sekejam itu, selama ini Ray tidak pernah melihat Giar semena-mena seperti sekarang.

Apa yang terjadi?

Apa ada masalah lain atau Giar sedang prustasi? Entahlah Ray mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya. Dia membuka ponselnya, Ray tersenyum mengembang seolah melupakan kejadian itu.

Siapa yang tidak senang jika ada seseorang yang kita sayang malah mencari dan mengkhawatirkan kita. Huh, rasanya ingin terbang ke langit lepas.

Di mana nama kontaknya 'Pacarnya Aku' dia pun menekan pesan tersebut, tertampil chatan spam yang begitu banyak.

'Kemana aja?'

'Ray, lo di mana? Gue kangen.'

'Lo, kalo ke sini bawain sate, ya?'

'Mau boneka juga. Gak deh, mau es krim gitu.'

Ray tersenyum dan membantin, "Ngelunjak ya."

'Pokoknya kangen, lo kemana sih?'

'RAYYYYYY LOOO KEMANAAAAAA.'

Dan banyak lagi pesan di baca satu-persatu oleh Ray, dia hanya bisa terkekeh geli di mana tingkah itu begitu menggemaskan sesaat dia melupakan masalahnya ini.

Tiba-tiba tertampil notifikasi telepon lewat WhatsApp, Ray mengetahui itu langsung mengangkatnya.

"KAMUUU KEMANAAAA, KANGENNNN."

Suara rengekan menggema spontan Ray menjauhkan dari telinganya, sekuat mungkin menahan tawanya ternyata cewek itu sangat manja.

Tidak sabar menjadikannya Istrinya.

"Aku pulang bentar, sayang."

"Ohh, kenapa nggak ke sini sih? Kamu ninggalin aku pas lagi tidur tau!"

Kesal Aloka memonyongkan bibirnya walau tidak di liat Ray dia tetap memajukan sampai beberapa senti, Ray membayangkannya ingin sekali dia menyentil dahinya, sungguh menggemaskan!

"Aku nggak mau bangunin kamu, nyenyak banget tadi."

"Kan bisa bilang loh, aku tuh nggak mau kamu kenapa-kenapa mana hilangnya kek Jin Tomang."

Mendengar gerutuan Aloka, dia mengusap hidungnya salah tingkah.

"Yaudah, nanti aku ke sana."

"AKUUUUU TUNGUUUUU, KANGENNNNN HUHUHU."

Telepon pun di matikan sepihak dari Aloka mendengar suara dramanya, dia tertawa pelan beranjak dari kursi mencari beberapa pakaian untuk menginap saja di rumah sakit, dia tidak mau di rumah beban di hidupnya begitu berat.

Sementara di sesuatu ruangan hanya ada beberapa orang di sana, dua orang lain maupun seorang gadis manis dan satu laki-laki tinggi memakai jaket kulit.

Ketiganya duduk berhadapan melakukan diskusi mengenai masalah ini. Ah, mereka akan bekerjasama membuat kedua pasang kekasih itu berpisah memang keliatan jahat, niat yang jelek ini akan di lakukan segera mungkin.

"Gue masih dendam masalah orang tua gue mau cerai waktu itu apalagi tuh cewek jalang masih tenang, ck gue nggak akan biarin itu terjadi."

Gadis cantik itu menepuk pundak sahabat kecilnya. "Sabar dulu, lo jangan gegabah kita harus mempersiapkan segalanya, lo tau? Kalo gue juga nggak mau punya gue jadi milik dia," katanya dengan sorot mata sendu.

Sesaat laki-laki itu menyeringai menyilangkan kedua tangan di dada.

"Gue ada ide kalo ini berhasil, lo semua harus bayar gue. Kasih gue tempat paling aman untuk bersembunyi nanti hingga nggak ada siapapun yang mengenali gue lagi," sahut laki-laki itu.

Efta, gadis ini dalang utama dari masalah diperbuat. Sedangkan, dua lainnya malah menyukai rencana itu.

"Sini gue ada ide yang cemerlang."

"Ide apa?" balasnya kepo dan merangkul pundak satu sama lain.

Orang pertama membisikan sesuatu yang lain mendengarkan dengan serius hingga akhirnya mereka melepaskan rangkulan saling menatap satu sama lain, tersenyum amat menyeramkan.

"Gue harap rencana ini bisa lo lakuin Brita hanya lo harapan kita," ujar Efta memperhatikan gerak-gerik Brita yang tersenyum amat lebar.

"Lo harus percaya sama gue, dia nggak akan bisa kabur jika sudah berhadapan sama gue kali ini."

"Tapi—" ucapnya menjeda. "Kita harus rencanain biar Ray benci banget sama Aloka."

Efta membisikan ke telinganya, dia tersenyum mengangguk kecil karena paham, Brita pun menoleh agak sedikit miring.

"Emang gimana?"

Cewek lainnya mendekat ke arah Brita membisikkan sesuatu yang akan menjadikan rencana itu sebagai senjata andalan.

"Keren, gue yakin ini bakal berhasil," serunya mengajak kedua gadis itu bertos ria.

Tidak ada yang tau, rencana yang di rencanakan akan berdampak sangat buruk atau lebih buruk dari ini.

•••

Di rumah sakit suasana begitu sunyi Aloka tersenyum amat lebar di beri elusan kepada seseorang yang di kasihinya ia juga sedih, kenapa Mamanya tidak kunjung datang?

Sudah 2 hari tidak ada kabar sedikitpun, ia menatap kosong wajah tampan yang mengoceh panjang lebar tertawa bercerita tentang yang dia tonton di ponselnya.

Tapi dia menyadari suatu hal yang aneh, pacarnya diam tidak berkata apa-apa. Ray melambaikan tangan di depan wajah Aloka yang sama sekali tidak berkedip.

"Kamu kenapa?" ujarnya menepuk pelan bahunya, Aloka terkesiap langsung menatap Ray sambil menggerjap lucu.

Ray terpesona walau cewek itu bengong pun tetaplah begitu cantik, Ray mengelus lembut pipinya yang merona merah.

"Mikirin apa?"

Matanya berkaca-kaca berubah sendu menarik napas begitu panjang. "Mama belum ke sini?"

Perlahan Ray menarik tubuh Aloka dalam pelukan, dia menyakini jika Aloka sangat merindukan Arta. Ray sudah mencoba mencari tau ternyata Arta sering tidak pulang tepatnya dia mengetahui itu dari Bi Ima, Ray merasa kasihan sungguh hal apa yang menyakitkan dari ini?

Melihat seseorang di sayangnya menangis tersedu-sedu seolah memohon sesuatu berarti baginya tapi orang tersebut menjauh darinya, perih sekali.

Dia mengelus punggung Aloka pelan menghirup aroma rambut strawberry yang menyegarkan.

"Tante bakal ke sini, percaya sama gue."

"Tapi Ray udah dua hari Mama nggak tau kemana. Ray, gue nggak bisa gini terus mungkin Mama ngalamin masalah," teriaknya prustasi penuh air mata yang mengalir, Aloka tidak tau kenapa rasanya begitu menyakitkan.

"Lo ingat sayang, Tante Arta nggak bakal kenapa-kenapa percaya sama gue. Tante cuma lagi sibuk aja sama urusan pekerjaan pasti dia mampir kok ke sini," ucapnya lembut makin mengeratkan pelukan.

"Tapi Ray— "

"Udah lo istirahat aja jangan terlalu banyak pikiran, Tante Arta bakal selalu sayang Loka jadi jangan lemah, ya? Loka kan anak Tante Arta yang paling cantik." Ray tersenyum simpul memberi kata-kata penghibur berharap pacarnya itu tidak bersedih.

Aloka hanya mengangguk menangis tergugu dalam pelukan Ray hingga akhirnya pelukan itu mengendur, Ray menyadari itu melirik sembab dan sisa air matanya yang mengering sesaat dia memandangi wajahnya tersenyum samar.

"Percaya sama gue, Tante Arta nggak akan ninggalin lo dan gue satu-satunya yang akan selalu ada buat lo. Udah tidur jangan nangis lagi nggak bagus buat cewek cantik kayak lo," kata Ray membaringkan tubuhnya perlahan menaikkan selimut sampai ke dada.

Dia mengecup kening Aloka dengan lembut sembari membaringkan badan di samping Aloka, dan memeluknya begitu erat. Ray berharap semua kejadian ini akan cepat terselesaikan.

TBC

Bagaimana?
Udah masuk Part 29, gak nyangka aja 2 tahun berjalan mana gak selesai-selesai 🗿🗿🗿🗿
Ini lagi rajin jadi wajarkan saja pasti bakal selesai nih.

Palembang, 20 Juli 2024

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang