Alur - 27

21 15 6
                                    

Saat kepanikan melanda cowok itu hanya mondar-mandir, dia sangat takut apalagi yang ada di dalam adalah orang tersayangnya.

Apa ini salahnya? Tidak, tidak ini hanya salah paham, dia akan minta maaf nanti yang harus di pikirkan kesehatan cewek itu di dalam, dia berharap baik-baik saja. Sekitar 2 jam berlalu menunggu memang lama bagaimana lagi? Dia menemukan cewek itu dalam terluka cukup dalam mengalir deras bagian tangannya, saat itu juga tanpa pikir panjang langsung menggendong cewek itu dalam pelukan dan menaiki mobil Aloka untungnya ada di dalam saku jadi Ray tidak ribet untuk mencari pertolongan saat pintu terbuka Ray cepat-cepat mendekati sang Dokter.

"Dok, gimana keadaannya? Dia gapapa kan?" serunya dengan wajah mengusap wajah penuh keringat.

"Dia sudah baik-baik saja tadi kita penanganan menjahiti beberapa bagian tangannya yang tergores cukup dalam tidak sampai mengenai urat nadinya untungnya kamu cepat ke sini kalo tidak mungkin nyawanya tidak tertolong," balas Dokter berdeham pelan melirik Ray yang tegang.

"Tapi udah baik-baik ajakan?" kata Ray memastikan di beri anggukan oleh Dokter.

"Boleh 2 orang yang masuk ke sini sebelumnya hubungi keluarganya, saya tau kamu bukan keluarga korban," ucapnya menatap kaki hingga ke kepala Ray. "Dan satu lagi, saya harap jangan menganggu pasien dia butuh istirahat lebih."

Ray mengangguk mengerti, Dokter tersebut pergi meninggalkan Ray yang lega, cukup dia bisa bernapas bebas. Ray sangat senang kalo Aloka tidak kenapa-kenapa setidaknya cewek itu bisa hidup lama dan bisa mendampingi dirinya.

Omong-omong tentang mendampingi, Ray sebenarnya ingin menikahi Aloka secepatnya tapi dia hanya tersenyum kecil mengingat apa dia katakan kepada Ibunya.

"Ibu, kalo Ray nikah sekarang gapapa?"

"Kamu ini masih bocil belum kerja, sok-sokan mau nikah segala kamu," sewot Rara Ibunya—Ray, dia hanya terkekeh kecil.

"Tapikan Ray serius sama Loka kalo kita udah nikah, Ray ajak jalan-jalan keliling Jakarta," serunya penuh keyakinan.

"Dasar bocah kamu ajak jalan-jalan doang, kenapa nggak ngajak ke luar negeri? Kamu tau sendiri Aloka itu anak orang kaya," balas Rara mengejek ke Putranya.

Ray menggigit bibir bawahnya cemberut. "Iya juga, Ray bukan orang kaya sih tapikan Ray bisa membahagiakan Aloka."

"Bahagia itu emang bisa tapi menjadi seorang wanita kebutuhan juga harus di penuhi, kamu jangan langsung ngajak nikah kalo belum bisa memenuhi kebutuhan dia, ingat kita orang miskin."

Kretak

Kata-kata itu sedikit menyentuh hati kecilnya, Ray sadar mereka memang bukan orang kaya jadi dia tidak berharap lebih kedepannya mengingat ucapan Rara, sesaat setelah itu Ray masuk ke ruangan terlihat infus menggantung di tiang dan wajah cewek itu begitu pucat. Apa yang terjadi? Apa ini salahnya?

Dia takut membayangkan kalo Aloka tidak ada lagi di sampingnya, Ray bisa gila!

"Maaf, semua ini gara-gara gue," lirihnya menutupi seluruh wajahnya dengan tangan, dia mendongak mengingat sesuatu harus di sampaikan.

Hembusan napas gusar memenuhi ruangan itu, dia pun merogoh ponselnya di dalam saku celana menekan tombol ke nama tertera.

Tutt tuttt

Sedikit geram ternyata tidak di angkat sama sekali pilihan terakhir dia menelpon Bi Ima tersambung secepat itu, dia sempat meminta nomor Bi Ima saat Aloka tidak melihatnya, takut kalo terjadi sesuatu mereka bisa bertukar pesan jika Aloka dalam bahaya.

"Bi? Bibi bisa ke rumah sakit Angkasa Marga?"

"Apa yang terjadi, Den? Non Aloka gapapakan?"

Mengusap pangkal hidungnya mengurut  sebentar, bagaimana jelasinnya? Dia pun membuka mulutnya lemas.

"Aloka mau bunuh diri, Bi."

"Kenapa bisa terjadi? Bentar Bibi langsung ke sana, tolong jagain Non Aloka, Den." Ray yang menyadari mengangguk walau tidak di liat Bibi tersebut.

Sambungan itu di tutup sebelah pihak oleh Bi Ima, menyadari ada hal yang aneh Ray menunduk ke arah Aloka tertidur pulas dengan wajah pucat.

"Lo sembunyikan sesuatu Loka?" Satu kata itu keluar dari mulutnya mengelus pipi cewek itu dengan telunjuk tangan.

"Maaf, gue belum bisa jadi seseorang ada di samping lo."

•••

Di taman area Jakarta pusat, cewek cantik rambut berurai itu bahagia saat mengingat apa yang di lakukan waktu sekolah bersama dengan sahabatnya mereka saling menukar informasi tentang cowok di incar cewek itu, mereka sahabatan dari kecil.

"Terima kasih banget lo udah bantu gue banyak hal, rencana buat Aloka salah paham udah terjadi."

Efta, cewek itu duduk di kursi panjang memperhatikan tempat hijau nan sejuk, beda dengan sahabatnya menepuk bahu cewek itu bangga.

"Tenang aja, gue bakal selalu bantu lo kalo bukan karena Arta itu mungkin keluarga gue bakal hancur, berkat Mami gue yang pintar mereka nggak jadi cerai sama dukungan lo selama ini," ucapnya menarik Efta dalam pelukan.

Tapi dari tatapan Efta begitu tulus hingga dia tidak mungkin tak membantu sahabat kecilnya itu.

Saat orang tuanya hampir cerai hanya Efta yang akan selalu mengulurkan tangan di mana orang lain menghinanya tapi Efta membantu sampai mengajaknya tidur di rumah cewek itu seolah yang terjadi bukanlah hal hina, berkat Efta juga dia menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

"Gue berhutang budi sama lo, gue bakal buat orang yang lo suka bisa sama lo."

Pelukan mereka mengerat, Efta tersenyum miring tidak akan bisa lagi orang yang bisa melawan dirinya saat ini.

"Terima kasih, gue bakal ambil yang seharusnya milik gue dari awal."

"Gue dukung lo sepenuhnya." Cewek itu mengelus punggung Efta lembut memberi kekuatan kepadanya.

Di tempat lain kamar redup menghiasi kegiatan keduanya setelah terjadi pertempuran hebat. Kedua anak manusia penuh dosa itu menyelimuti tubuh mereka masing-masing, tatapan cewek itu beralih ke cowok memeluknya begitu erat.

"Gue bakal tanggung jawab," alibinya menampilkan senyum menyeringai di balik sifat manisnya.

Nayra mengangguk lesu karena kegiatan mereka begitu memakan waktu 4 jam walau Brita sebenarnya masih ingin melakukannya tapi dia bisa memikirkan cewek itu yang mulai memejamkan mata.

"Jangan tinggalin gue."

"Hidup ini hanya tentang kita, dan ingat lo orang yang paling gue sayang," balas Brita meninggalkan kecupan di kening.

Hingga akhirnya terdengar suara dengkuran halus berarti cewek itu sudah tertidur pulas. Nayra yang selalu membully Aloka tidak akan membiarkan siapapun mendapatkan Ray, tapi apa? Bisa di taklukkan oleh Brita yang hanya cowok brengsek. 

Nayra yang kurang beruntung terlalu mudah di bodohi oleh Brita, sebab dari itu Brita sengaja mendekati cewek terkenal di sekolah apalagi Nayra sudah cantik, bohay. Ah ya! Dia termasuk anak orang kaya jadi Brita tidak akan membiarkan Nayra lepas dari genggamannya.

"Dasar bodoh! Gue senang bermain dengan kelinci kecil kayak lo Nayra jika nanti anak ini muncul, gue akan menghilang seakan di telan bumi bukan Brita namanya kalo buat orang lain hancur," gumamnya pelan dengan smirk di bibir seksinya sambil mengelus perut rata Nayra.

Cewek itu menggeliat terasa terusik menenggelamkan kepalanya dalam dada cowok itu, sungguh nyaman!

"Gue puas dengan tubuh lo ini, kita akan selalu bermain sayang." Brita mencium pipi Nayra sebelum dia masuk ke alam mimpinya.

TBC

Semoga menikmati dan menyukai cerita ini walau sedikit ya begitulah.

Palembang, 19 Juli 2024

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang