Alur - 37

36 15 4
                                    

Matahari bersinar di pagi hari menyelinap intalasi kaca terlihat ketiga anak manusia menggeliat. Salah satu dari mereka menatap nanar langit-langit kamar, sedangkan keduanya saling pandang terkejut. Bukan karena mereka melakukan hal aneh melainkan pelukan sahabatnya begitu erat, sejak kapan seperti itu? Sedangkan Sulina menyengir kuda menatap wajah terkejut Aloka masih linglung.

"Lesbi, astaghfirullah untung gue jomlo," celetuk Nayra menggeleng-geleng kepala heran.

"Enak aja lo! Gue kek gini karena sayang— "

Sebelum melanjutkan ucapannya, Nayra lebih dulu berkata, "Sayang maksudnya gimana ya Kak? Lo cewek gimana bisa sayang, ihhh ngeri."

Aloka masih mengumpulkan kesadaran hanya bisa diam di tengah pertengkaran keduanya.

"Heh! Sayang gue tuh sebagai sahabat!" ucapnya tidak terima lalu mendengus marah.

Wanita itu lagi-lagi menggoda tertawa renyah. "Iya yang sayang sahabat."

"Daripada kalian berantem ayok ke sekolah," potong Aloka sudah terduduk di ranjang.

Sulina tidak menjawab melainkan ingin melanjutkan tidur tanpa peduli omelan Aloka.

"Bangun, heh! Kita mau sekolah." Menghela napas sekian kalinya, Aloka menggoyangkan badan Sulina yang nyenyak tidurnya.

Nayra hanya memperhatikan gerak-gerik Aloka sudah prustasi.

"Gue nanti mau cari kontrakan sama kerjaan, Aloka makasih buat dua hari ini udah mau nerima gue numpang," cicitnya penuh senyuman manis.

Aloka mengangguk saja karena ia juga merasa senang membantu Nayra yang mengalami kesusahan setidaknya ia juga masih punya rasa peduli kepada seseorang.

"Nggak usah makasih segala, kan kita saling menolong satu sama lain. Nay, kalo lo butuh bantuan bisa langsung ke gue."

Tanpa sadar air matanya menetes, dia tidak menyangka bertemu dengan Aloka di akhir-akhir ini bahkan cewek cantik itu tidak segan memberi pertolongan untuknya sudah melakukan dosa besar di mata orang-orang.

Karena Sulina sudah tidak bisa di tolong, Aloka memilih mempersiapkan diri untuk sekolah. Selepas mandi dan memakai bajunya, Aloka memikirkan cara membangun sahabatnya itu.

Ia membawa sebuah gayung berisi air.

Setelah itu, Aloka melafalkan niat sesuatu bergumam seperti membaca mantra. Nayra yang baru selesai mandi memperhatikan gerak-geriknya.

"Bangun-bangun, setan bangun," kata Aloka memercikkan air tepat di wajahnya.

Sulina merasakan gangguan meringis kecil berusaha menutupi wajahnya dengan tangan, Aloka yang tidak tahan menarik tangan tersebut membuat Sulina kesal di tambah Aloka memercikkan lagi dengan menghayati.

"Bismillahirrahmanirrahim, setan bangunlah."

Suara ketawa Nayra menggelegar di ruangan tersebut, Sulina membuka mata perlahan mendengus kesal. 

"Gue bukan setan ya!" gerutunya berusaha duduk walau mata belum sepenuhnya terbuka.

"Tapi emang lo mirip setan sih," celetuknya tidak peduli dengan reaksi Sulina menggeram kesal.

Rambutnya yang mengembang mendekati Nayra masih bersiap-siap tidak di sangka cewek cantik itu malah menarik rambut Nayra kesal.

"Ehh, sakit woy."

"Lo ngeselin! Mampus lo." Sulina menggeram gemas di ikuti suara pekikan Nayra makin meleggar.

Aloka hanya menggeleng karena sudah tau yang akan terjadi, walaupun keduanya baru dekat tapi lihatnya tingkah Sulina dan Nayra tidak bisa di jelaskan lagi.

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang