Alur - 35

34 14 2
                                    

Weekend

Pagi-pagi Aloka dan Nayra bangun niatnya mau joging, namun setelah mengingat kejadian malam tadi membuat Aloka merengut seakan tidak ada semangat hidup.

Bagaimana tidak semangat jika kejadian tersebut di liat langsung oleh Nayra, Aloka malu jika kelakuan Arta makin hari menjadi seorang tidak tau diri apalagi pacarnya itu sangat Aloka kenal.

"Kenapa ngelamun?"

Aloka tersentak melirik Nayra yang dari tadi memanggilnya, wanita cantik itu tersenyum lembut ke arahnya ternyata Nayra memiliki senyum yang manis bahkan Aloka terkesima melihatnya.

"Mikirin kejadian malam tadi ya? Gapapa kok walau gue tau Mama lo aslinya janda tapi nggak heran sih kalo pacaran."

"Masalahnya itu, dahlah lupain aja," balas Aloka memijit keningnya pusing.

Pikirannya berada di Ray, cowok itu selalu berada di sampingnya walau cowok itu tidak pernah memberitahu keadaan Rara. Aloka sadar diri lebih baik menyembunyikan ini semua yang akan menjadi petaka nantinya.

Aloka takut jika Ray menjauh bahkan membencinya.

"Kenapa harus di lupain? Lo bisa cerita sama gue, jujur gue makasih sama lo udah kasih tumpangan sementara waktu di mana orang tua gue aja ngusir gue dari rumah." Nayra berterus terang tanpa sadar, wanita itu tersenyum lembut ke arah lawan bicaranya.

"Tapi ini masalah yang nggak bisa di biarin terjadi," ucapnya mendekat membisikan sesuatu ke Nayra.

"Serius lo? Jadi yang lo maksud itu pacarnya Mama lo udah ada Istri dan Istrinya itu— " jeda Nayra di angguki Aloka lesu. "Lo jangan biarin gitu aja, pisahin mereka!"

"Gimana caranya? Gue nggak ada ide buat ngelakuin itu, Mama gue berubah mungkin karena pacarnya."

Nayra yang kasihan menarik tubuhnya mendekap tubuh Aloka erat, dia merasakan kegelisahan terjadi kepada Alok. Aslinya dia menyadari sesuatu hal adalah tidak semua yang di atas akan tetap di atas dan sebaliknya.

Dan terjadi sekarang Nayra jatuh paling dalam karena cinta gila itu.

"Tapi lo tau sendiri malam tadi ganas banget," cicitnya sendu di mana pria paruh itu mengukung Arta dan keduanya mengintip lewat pintu yang tidak terkunci.

"Gue bingung gimana caranya, mereka udah ngelakuin hubungan intim, bisa aja yang nggak pengen terjadi akan terjadi." Aloka menghembuskan napas panjang, ia lelah dengan semua ini.

Nayra mengendurkan pelukan lalu menangkup pipinya penuh kasih.

"Pasti ada jalan keluar sekarang yang harus lo lakuin itu pisahin mereka sebelum semua itu terjadi," terang Nayra menasehati Aloka.

Mendengar kata-kata Nayra hatinya menghangat, entah mengapa ia mengakui jika Nayra sebenarnya baik namun hanya salah pergaulan saja waktu dulu. Sehingga tanpa sadar Aloka memeluk kembali Nayra penuh kasih sayang.

"Makasih, gue bakal usahain buat pisahin mereka."

Nayra mengangguk setuju. "Lo pasti bisa," katanya memberi semangat di angguki Aloka.

•••

Keduanya memutuskan untuk joging memakai legging dan baju kaos hitam, terlihat seksi jika di pandang secara lamat namun Aloka maupun Nayra melangkah ke halaman terlebih dahulu untuk pemanasan, keduanya memilih keliling komplek tidak jauh dari rumah.

Pandangan orang-orang tertuju kepada keduanya, bahkan memuji kecantikan Alora dan Nayra. Bagaimana tidak memuji mereka saja terlihat begitu seksi belum lagi mata cowok-cowok memandang lapar.

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang