Alur - 24

38 21 2
                                    

Di siang yang panas mereka duduk berdua di tepi sungai membayangkan masa kecil mereka, sudah melewati banyak hal bersama walau tidak di ketahui orang-orang. Semenjak SMP mulai mereka jarang berkomunikasi, ia tau kalo Ray selalu menjahilinya maupun membullynya tidak membuat Aloka membenci cowok itu.

Beberapa bulan lalu memang hal membuatnya berubah, ia mengingat di mana dirinya berjanji jika cowok itu bisa di taklukkan ia akan membuat cowok melepaskan bajunya di lapangan.

"Ingat nggak dengan janji gue?" tanyanya melirik cowok itu dengan senyum anehnya.

Cowok itu langsung menoleh memperhatikan wajah kekasihnya. "Emang apa?" jawabnya dengan menggeleng pelan.

"Gue pernah bilang sama lo kalo sampe lo suka sama gue, gue bakal buat lo telanjang dada di lapangan jangan lupain itu." Aloka dengan senyum menyeringai, Ray hanya menelan salivanya kasar.

Sejujurnya Ray sudah melupakan hal itu karena tidak memedulikan janji yang di lakukan Aloka kepadanya. Seharusnya tidak mungkin terjadi bukan apalagi mereka sudah sebagai kekasih, Ray melirik Aloka tengah asik memandangi sungai yang mengalir, ia tak henti-hentinya tersenyum.

"Gue tunggu besok," ujarnya lalu tertawa puas tidak bisa membayangkan selucu apa yang bakal terjadi besok.

Ray melotot tidak percaya. "Eh? Gue nggak mau," tolaknya mentah-mentah berdiri begitu saja.

Cewek itu mendongak kaget karena Ray berdiri hampir membuat Aloka terjatuh.

"Lo nggak liat gue senderan hah?!" Aloka menyentak kesal rasanya ingin sekali mencekik Ray.

"Nggak soalnya tadi kaget hehe," cengir Ray tidak memperdulikan situasi sekarang begitu seram apalagi wajah Aloka yang cemberut.

"Besok harus di lakuin!"

"Atau gue marah sama lo," lanjutnya mendengus kesal, Aloka ikut berdiri memukul pelan tangan Ray setelah itu merangkul Aloka.

Cup

Ray mencium pipinya dengan lembut tidak bisa menolak soal itu. "Oke, besok gue bakal lepas nih baju jangan cemburu ya kalo banyak yang liatin badan gue," ujar Ray menggoda Aloka menoel pipi tembam cewek itu.

Tidak ada balasan dari Aloka hanya senyum terlihat dari pipi merah mudanya sampai sore menjelang malam, mereka berdua masih di sana menghabiskan waktu bersama, mungkin tidak ada yang akan menganggu mereka lagi soal percintaan.

"Gue sayang lo," ucapnya mencium Ray yang masih betah merangkulnya.

"Gue juga." Ray tidak bisa bayangkan jika cintanya terbalaskan selama ini walaupun rasa gengsinya selalu ada di saat waktu itu.

•••

"Mama kok baru pulang sih, udah lama loh Mama nggak pulang ke rumah, Aloka kangen banget sama Mama."

Setelah pulang dari sungai Ray langsung mengantarkan Aloka kerumahnya, walau mereka jalan kaki canda tawa membuat tidak sadar kalo mereka sudah jauh berjalan sampai kerumah sang kekasih.

Aloka senang setelah membuka pintu rumah terlihat Arta sedang duduk di ruang tamu seperti menunggu dirinya, Arta seperti tidak terlalu peduli kehadiran anaknya. Aloka senang sekali ada Arta di rumah, ia rindu suasana rumah yang ramai dengan omelan Arta. Wanita paruh baya itu berubah total beberapa bulan terakhir kali ini.

"Mama kapan pulangnya? Kok nggak bilang ke Aloka?" tanyanya mendekati Arta yang sedang duduk santai sendiri sambil memegang hp, Aloka tiba-tiba memeluknya dari samping. Arta tidak merespon melainkan mencoba melepaskan pelukan anaknya.

Aloka mengeryit tidak mengerti, mengapa tingkah Arta berubah?

"Kemana aja sih Ma? Kerja ya? Oke, Aloka bakal ngerti tapi gak ada waktu buat Aloka bareng Mama lagi? Kek Mama ngejauh dari Aloka tau," ujar Aloka menghela napasnya gusar tidak mengerti apa yang terjadi membuat Arta seperti ini.

Arta menoleh menatap wajah Aloka yang mulai berubah sedih. "Jangan panggil Mama, saya bukan Mamamu," balas Arta dengan cuek melepaskan paksa tangan Aloka dari pelukan.

Mendengar ucapan Arta hati kecil Aloka teriris tidak pernah melihat Arta melontarkan kata-kata menyakitkan untuknya apalagi tidak menganggap dirinya sebagai anak.

"Kok Mama bilang gitu?" desisnya pelan tidak berkata-kata selain menahan rasa sakit, sekali-kali memegang dan meremas dadanya.

Arta berdiri menoleh ke arah Aloka. "NGGAK USAH MANGGIL MAMA, SAYA BUKAN MAMAMU! INGAT ITU ANAK HARAM!" sentaknya pergi dari ruang tamu Aloka terdiam membeku tanpa berkata-kata.

Tidak ada yang bisa Aloka pungkiri sekarang rasanya begitu nyeri dan ia tau sekarang Arta berubah. Entah kenapa bisa begitu apalagi mengatakan dirinya anak haram, apakah benar ia bukan anak kandung Arta?

Menatap lurus ke depan, Aloka hanya melamun memikirkan ucapan Arta. Sakit sekali hanya bisa menangis dalam diam menutup mulutnya biar tidak mengeluarkan suara isak. Aloka tau kalo dirinya cengeng tapi bisakah Arta tidak mengatakan itu?

Ia rindu Arta yang dulu yang selalu sayang dirinya apalagi sering memeluknya saat tidur.

"Arghh! Apa salah Aloka Ma?" teriaknya prustasi sembari menangis histeris masih menendang beberapa barang di sana tidak peduli kalo rusak sekalipun.

•••

Cewek cantik memakai Hoodie hitam menatap sebuah pemandangan di atas balkon, ia meringis sakit di dadanya mengingat perlakuan Mamanya tersayang setelah perubahan tersebut ia harus berusaha menghadapi semua yang akan terjadi.

"Kenapa Mama berubah secepat ini, Loka nggak mungkin liat kemarahan Mama di lain waktu, Loka sedih Mama nggak pernah masakin Loka sesuatu setiap hari. Biasanya Mama selalu bangunin Loka buat sarapan belum lagi Mama suka ngomel-ngomel karena Loka suka bandel," ucapnya lirih menunduk tidak terasa air matanya jatuh.

"Ta—tapi Mama kenapa berubah? Apa Loka ada salah?" Ia tergagap berkata pelan menatap langit tanpa bulan itu.

Aloka merasakan air mata menetes mengalir di pipi putihnya. "Mama jangan gini Loka bisa bantu nyelesain masalah itu bukan berubah kayak gini."

Setelah puas menangis Aloka masuk bersiap-siap untuk tidur, sebelum itu Aloka menatap langit-langit kamar penuh bangau.

"Loka sayang Mama apapun terjadi, Loka akan selalu di samping Mama lebih sakit liat Mama berubah daripada ngomel setiap hari," ucapnya lirih menutup mata perlahan. 

TBC

Gimana?
Serukan?
Iya dong! Ceritanya akan makin seru pastinya hahaa, pokoknya semoga dan jangan lupa vote + komen.

Jika ada kesalahan ketikan bilang ya guys.

Palembang, 17 Juli 2024

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang