Alur - 10

372 241 89
                                    

"Ray lo di mana?"

Kata-kata itu muncul dari mulut cewek manis berambut panjang dia sering sekali kerumah cowok itu, dia juga sudah akrab dengan Ibundanya dari kecil mereka sering bermain bersama.

"Ibu, Ray mana mau cari pacar Efta," ujarnya tersenyum menghampiri seorang paruh baya yaitu Rara Ibunya— Ray.

Rara tersenyum. "Sayang, Ray lagi tidur belum bangun," balasnya mengelus puncak kepala Efta.

"Yaudah Efta ke kamar Ray ya Ibu."

Rara menggangguk membiarkan Efta ke kamar anak cowok satu-satunya.

Di depan pintu Efta masuk secara perlahan, dia tau kalo dia ceroboh bisa saja cowok itu terbangun. Efta berdiri di samping Ray dengan wajah sumringah, senyumnya terbit karena wajah Ray sangat tampan saat tidur. Dia duduk di samping tempat tidur, Efta berencana membangun cowok itu dengan mengayunkan bahunya. Tapi nahas, Ray tiba-tiba menarik pinggang Efta ke pelukannya. Dia tak siap tiba-tiba dia ambruk perlahan di dada Ray, jqntungnya tidak bisa di kontrol.

Efta gugup bahkan jantungnya berlaju lebih cepat dari sebelumnya, dia menelan saliva karena Efta tidak bisa bernapas dengan teratur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Efta gugup bahkan jantungnya berlaju lebih cepat dari sebelumnya, dia menelan saliva karena Efta tidak bisa bernapas dengan teratur. Rasanya napas yang tadinya berfungsi terasa tercekat dalam tenggorokan.

"Ray bangun," gumamnya pelan namun Ray belum bangun juga tapi sedikit berbicara.

"Masih ngantuk," ngeluhnya seraya memeluk erat Efta, cewek itu gelagapan tidak karuan biarkan saja Ray memeluknya saat ini.

Efta hanya menunggu sampai cowok itu bangun.

Semoga lama, batinnya.

Efta tersenyum dalam diam melirik satu-persatu wajah Ray dari dekat bahkan dia menghitung berapa banyak bulu mata walaupun tidak terhitung dia tidak peduli.

"Ganteng," gumamnya tersenyum bahagia.

•••

Cewek itu merentangkan kedua tangannya, ia menatap langit-langit kamarnya untuk menyesuaikan cahaya masuk lewat mata indahnya. Nyawanya belum sepenuhnya terkumpul ia tersenyum sembari melihat jendelanya setelah itu dia bangun dari tempat tidur dan siap-siap turun ke ruang makan untuk membantu Mamanya, dia juga menyukai masak.

Selama 30 menit di kamar mandi ia berhias memakai kuncir rambut hitam, sepatu putih dan memakai baju santai ia tidak mau ribet untuk urusan pakaian yang penting nyaman di pakai.

Ia turun dengan cepat sampai-sampai Mamanya mendengar suara turunnya cewek itu.

"Aloka hati-hati ngapain kamu kayak gitu," ujar Arta khawatir dengan Putri kecilnya.

Ia menyengir menatap kedua orang di dapur. "Hehe Mama maaf, boleh Aloka bantu Ma?" tanyanya cengengesan menghampiri Arta.

Arta menggeleng karena semuanya hampir sudah selesai.

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang