Alur - 44

34 19 7
                                    

Tidak terasa hari berlalu seperti biasa Aloka hadapi adalah masalah sang Mamanya sendiri yang makin hari tidak bisa di kasih tau, bahkan perut Arta terlihat beda. Aloka sebenernya sedikit khawatir dengan masalah ini, ia yang sempat berpikir semua pernah Aloka pikirkan sebelumnya akan terjadi.

Cukup sudah, ia muak! Aloka sebagai anak seolah tidak bisa berhenti menangis jika Arta makin melakukan hal tidak-tidak.

Hari-harinya di jalani dengan drama di mana Efta selalu mendekati Ray sementara Aloka berusaha positif dengan semua itu. Saat ini hari libur sekolah, ia ingin kerumah Ray untuk bertemu Rara.

Aloka rindu dengan Ibu tanpa pikir panjang ia menjalankan mobilnya ke gang kecil tempat tinggal Ray. Saat perjalanan menuju rumahnya, Aloka di sapa Ibu-ibu yang baik sehingga ia memberikan senyuman terbaiknya.

"Astaga, Nengnya cantik geulis."

"Kalo bisa jadi calon mantu, saya daftar deh."

"Ustt, udah nanti Nengnya denger."

Suara bisikan itu sebenarnya di dengar oleh Aloka, namun ia hanya tersenyum geli jika membayangkan Ibu-ibu itu memuji dirinya.

Setelah beberapa menit sampailah di rumah kecil yang tidak terlalu besar tapi nyaman untuk di tinggal, Aloka mengetuk pintu tersebut dan orang pertama membukanya adalah Efta.

Mata Aloka sudah menajam memperhatikan dari atas ke bawah.

"Ngapain lo ke sini?" Sebelum Aloka melontarkan pertanyaan, Efta lebih dulu membuka mulut.

"Gue kangen Ibu terus hubungannya dengan lo apa?"

Jelas Efta tersenyum miring mendapatkan perkataan itu, Aloka berusaha sekuat mungkin menormalkan raut wajahnya.

"Gue calon Istri, Ray sih." Seketika Aloka menahan amarah sudah mengepalkan tangannya.

"Nggak usah ngadi-ngadi jelas gue yang pacaran sama Ray, maksud lo ngaku-ngaku?" geramnya meremas tangan Efta masih mendatarkan wajahnya.

Tatapan mereka sinis tanpa sadar seorang datang menghampiri keduanya.

"Benar kata Efta, Nak. Ibu udah calonin Efta jadi calon Istri Ray nantinya," sahut seorang wanita paruh baya dengan berjalan lambat.

Wanita cantik itu terlihat lesu tidak semangat sama sekali, Aloka berusaha meredamkan emosinya yang meledak. Apa maksudnya dengan semua ini? Apa ia akan mundur begitu saja? Tentu saja tidak!

"Ibu kenapa ngelakuin itu tiba-tiba? Jelas Ray itu pacar Aloka," ujarnya tidak terima mendekati Rara di belakang Efta.

"Maafin Ibu, Nak. Sebenarnya dari dulu Ibu pinginnya Efta jadi menantu Ibu sejak mereka masih kecil," serunya memalingkan wajah. "Kamu bisa pergi dari sini," tambah Rara di rangkul Efta biar tidak terjatuh.

Aloka berlutut di depan Rara, wanita itu terdiam dengan perasaan yang hancur bahkan menatapnya bingung tidak tau harus apa, namun semua terjadi saat ini adalah salah.

"Ibu, Aloka mohon restuin hubungan Ray dengan Aloka," cicitnya mendongak dengan air mata mengalir deras.

"Nggak usah ngemis segala! Kan udah di bilangin Ibu, lo pergi sana!" usirnya mendorong bahu Aloka terjengkang ke belakang.

Rara tercengang merubah ekspresi seperti semula, dia tidak boleh lemah untuk sekarang. Harus di lakukan untuk masa depan Ray, Rara tidak mau jika anak satu-satunya berakhir menderita.

"Nggak usah ke sini lagi," lanjutnya di angguki Rara tidak ada pilihan lain selain ini.

Aloka meringis sakit karena tangannya tergores, sekuat tenaga ia berdiri dengan mata memerah. Jujur kali ini, siapa lagi yang akan mendukungnya? Aloka tersenyum masih mengingat Ray yang menyayanginya.

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang