Matahari sudah muncul hingga mengenai sela jendela, suasana pagi yang cerah banyak orang-orang berkeliaran bebas untuk melakukan aktivitas seperti sekarang seorang cewek cantik yang masih tertidur pulas sudah 5 hari berlalu, baru kemarin ia pulang dari rumah sakit keadaannya juga membaik, syukurlah Tuhan masih baik dengannya.
Wajahnya baru bangun tidur tidak menggunakan apa-apa membuatnya makin cantik walau tanpa make up sekalipun.
Ia menggeliat pelan menguap cukup lebar sampai ia berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan sekarang menatap langit-langit kamarnya tanpa sadari ia melirik ke nakas yang terlihat ada jam kecil berbentuk hati.
Ia melotot sempurna hampir telat.
"Astaga! Gue kesiangan!" Aloka berucap dengan panik sembari bersiap-siap untuk mandi.
"Gue telat pasti."
Dengan langkah terseok-seok ia masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan banyak suara alarm seolah-olah ia akan di kejar setan hingga beberapa menit berlalu, ia keluar menggunakan baju sekolah.
Tanpa basa-basi menyambar tas berada di meja belajarnya tidak lupa mengucapkan selamat pagi pada foto Almarhum Papanya itu.
Saat turun terlihat seorang wanita paruh baya duduk, cewek itu terbelalak sungguh senang dengan kehadiran wanita itu.
"Mama," panggilnya langsung memeluk dari belakang.
Sedangkan si empu terdiam tanpa menyahuti Aloka.
"Kapan pulangnya, Ma?"
"Bukan urusan kamu!" ketusnya sambil berusaha melepaskan pelukan seakan enggan di peluk oleh Aloka.
"Ma? Kok Mama berubah sih?"
Arta menoleh ke arah Aloka tidak ada ekspresi apapun di tampilkan olehnya.
"Berubah kata kamu? Urusannya sama kamu apa? Walau saya berubah pun itu hak saya!"
Terasa tergores pisau tajam hatinya terluka mendengar suara ketusan Arta, entah apa di rasuki wanita itu tapi Aloka hanya diam menahan sakit di dadanya.
"Kamu jangan manggil saya Mama lagi! Kamu bukan anak saya!"
Mata Aloka melebar sempurna tanpa sadar setetes air mata keluar dari pipinya, Aloka tiba-tiba bersujud di samping Arta.
"Ma, kenapa bilang gitu Loka anak Mama, kan?"
"Kamu bukan anak saya!" jawabnya mendengus kesal menatap makanan yang sekarang tidak enak itu.
Aloka terisak berusaha mencium kaki Ibunya, Arta mendorong tubuhnya seketika Aloka terduduk lalu mendongak ke arah Arta yang angkuh.
"Kamu merusak suasana saja! Saya tidak mood untuk makan."
"Tolong Ma, kenapa Mama gini kalo Aloka salah,l kasih tau apa yang terjadi. Aloka bakal minta maaf sama Mama jangan bilang Aloka bukan anak Mama. Loka nggak ada siapa-siapa selain Mama," isaknya mengusap pipi putih itu belum lagi dada yang sesak dari perkataan Arta yang menusuk.
Arta terkekeh menampilkan senyum miring. "Kamu memang bukan anak saya, pergi sana! Saya tidak punya anak kayak kamu!"
Tertegun sesaat berusaha mengendalikan diri, Aloka berdiri sekuat mungkin setidaknya Aloka sudah berusaha namun hatinya tidak bisa berkhianat, sejujurnya ini sakit sekali tapi dia bisa apa?
Ia melangkah ke arah pintu menghembuskan napas, Aloka menoleh terlihat Arta yanh tidak memedulikan dirinya.
"Ma kalo Aloka ada salah tolong maafin Loka, Aloka sayang banget sama Mama," ujarnya pelan menghela napas panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alora (End)
Teen FictionAloka Pioladria adalah cewek culun yang sering di bully karena cara berpakaiannya dan bisa di sebut kutu buku. Tapi semenjak perubahannya, semua orang menjadikannya pusat perhatian. Ray mendekati Aloka memeluk erat cewek itu. Brita terdiam, dia ing...