Alur - 33

25 16 4
                                    

Sorenya Aloka tersenyum senang di ajak jalan-jalan keliling komplek, ia sangat bahagia menghabiskan waktu bersama dengan Ray.

Walau tadi Aloka sempat menolak ingin langsung pulang mengingat tadi pagi bertengkar dengan Arta, ia pun memilih mengikuti Ray saja.

Pikirnya untuk menyegarkan isi hati dan otak yang sudah beradu tentang masalah Arta yang berubah total, mereka sekarang duduk di kursi panjang memperhatikan orang berlalu lalang di depan keduanya. Ray melirik Aloka yang bergeming yang melamun memikirkan sesuatu pasti hal berat, pikirnya.

"Mikirin apa?"

Aloka menoleh tersenyum kecil. "Mama, soalnya tadi pagi sempat berantem tapi gapapa, Mama cuma kecapekan aja," balasnya tersenyum walau dari mata terlihat sendu.

Ray mengetahui itu menarik tubuh Aloka mendekat di peluknya dari samping, Aloka tersenyum kecil merasakan kehangatan jika bersama Ray. Cowok itu selalu berada di dekatnya atau mendengar keluh kesahnya. Ray itu hal berharga bagi Aloka, ia tak akan biarkan siapapun mendapati pacarnya itu.

"Sayang, Tante Arta gapapa kok jangan di pikirin ya dia hanya kecapean ngurusin pekerjaan anggap aja Mama lo lagi ingin sendiri, nanti lo bisa dekatin lain kali okey?"

Aloka mendongak menatap manik mata legam itu, Ray tidak mengetahui sebenarnya yang terjadi. Ia tidak mau berpikiran negatif tentang masalah kemarin di mana suara aneh tersebut terdengar jelas di telinganya.

"Gue akan usahain buat deketin Mama jadi lo jangan khawatir," ucapnya tersenyum menampilkan gigi putih dengan mengecup pipi Ray.

Sedangkan Ray yang mendapatkan serangan dadakan terkekeh senang tanpa di minta ternyata kekasihnya itu sangat perhatian.

"Lagi dong yang ini belum."

Ray menggoda Aloka menunjuk ke arah bibirnya.

"Soalnya yang ini irian," sambung Ray sembari memonyongkan bibirnya.

Aloka terkekeh kecil menabok bibirnya tanpa rasa bersalah.

"Nakal banget, udah di kasih minta lebih."

"Namanya juga usaha," sahutnya mengidikkan bahu acuh walau aslinya malu.

Mereka dua pun sama-sama tertawa renyah hingga tatapan mereka begitu dalam, Ray mengusap pipinya yang tembam itu.

"Jalani aja dulu kehidupan ini, urusan susah atau nyerah itu belakangan karena ada gue di sini yang akan menjadi rangkulan paling depan untuk lo."

Ia membalas dengan senyuman manis. "Cukup lo ada di sini Ray, gue nggak akan menyerah walau usaha gue lalui nggak pernah berhasil tapi jika ada lo semua akan lebih mudah," serunya terasa beban di pundak ia pikul mulai ringan.

"Makasih." Aloka menangkup pipi Ray dengan lembut.

Dan sebaliknya melakukan hal sama. "Sama-sama, lo berharga untuk gue jangan sedih lagi ya."

Aloka mengangguk, mereka hanyut dalam pelukan hangat di mana Ray lebih dulu menariknya tanpa sadar hari mulai malam.

Setelah pulang dari taman di dalam kamar Aloka berbaring di atas ranjangnya masih memikirkan jalan keluar siapa kekasih Mamanya itu? Apalagi sudah melakukan hubungan intim, Aloka tau itu salah namun ia belum bisa menegurnya. Di mana Arta jarang pulang ke rumah jika bertemu pun Arta tidak akan memberi perhatian lebih kepadanya.

"Emang ini akhir dari semuanya? Papa maafin Loka nggak bisa jagain Mama," lirihnya memperhatikan bingkai foto sang Papa tersenyum kecil.

Ia merasa bersalah karena Arta sudah terjatuh terlalu jauh, ia juga tidak tau dari mana Arta mendapatkan kekasih tersebut. Belum lagi Aloka tidak mengenalkannya, ia takut jika kekasih Arta adalah memiliki Istri.

"Nggak mungkinkan kalo Mama ngelakuin itu? Semoga aja nggak terjadi sesuatu yang parah, gue nggak mau Mama pergi dari sisi gue, Pa."

Aloka menghembus napas lelahnya, apa yang harus ia perbuat sekarang? Sebaiknya ia selidiki terlebih dulu masalah ini, Aloka akan mencari tau secepatnya menjadi Detektif dadakan.

"Tenang Ma, Loka nggak akan biarin Mama terjerumus terlalu dalam, ini janji Loka," lanjutnya tersenyum miris.

Setelah itu memejamkan matanya lalu terlelap dalam tidur.

Di tempat lain, seorang cewek cantik duduk di sebuah kafe menunggu seseorang sembari menonton orang menyanyikan sebuah lagu galau, pas sekali seperti hatinya.

Seseorang yang di tunggu datang tepat duduk di hadapannya.

"Gue telat nggak?"

"Nggak kok cuma masalahnya itu cewek nempel terus sama Ray, gue cemburu gila."

Efta tidak sadar mendengus kasar sedangkan cowok di hadapannya tertawa mengejek.

"Nggak usah ketawa lo! Ingat rencana waktu itu, lo harus buat dia memohon ampun dan hancurin dia dari orang terdekatnya."

"Tenang aja gampang itu lo nggak akan nyesel kerja sama dengan gue apalagi sahabat lo itu paling bisa di andalkan," balas Brita— cowok yang kerja sama dengan Efta dan tidak lain adalah Brita.

Tanpa sebab mereka melakukan hal gila ini, tentang masalah Nayra melakukan hubungan intim dengan Brita pun Efta tau karena cowok itu menceritakan tanpa rasa malu, Efta sudah berusaha menyembunyikan cowok itu dari Nayra jika terjadi sesuatu dengan perutnya.

Itulah perjanjiannya.

Jika rencana mereka berhasil, Brita juga mendapatkan hasil menguntungkan dari Efta sekaligus rekan kerjanya kali ini bisa di percaya.

Brita percaya dengan Efta karena cewek itu selalu obsesi kepada Ray yang di kenal lama sebagai sahabat sekaligus mantan kekasih.

Mereka tersenyum licik tidak ada yang mengetahui tersebut kecuali sahabat Efta.

•••

Ray yang baru pulang dari taman hingga malam terkejut di mana Rara— Ibunya terbaring lemas di lantai. Dia mendekati terburu-buru apalagi Rara pingsan membuatnya begitu panik.

Ray menggendong Rara menuju kamar tidur, Ray berharap jika Ibunya tidak terjadi sesuatu yang di pikirkannya adalah kenapa Rara terbaring di lantai? Bahkan Ayahnya— Giar jarang sekali pulang.

Apa yang terjadi? Kenapa keluarganya hancur seperti ini atau ada hal lain yang tidak di ketahui. Sejujurnya dia muak dengan Giar jarang pulang belum lagi kalo pulang bukannya menanyakan kabar melainkan memukul sang Ibu.

Perubahan sifat itu membuatnya muak ingin meninggalkan sang Ayah sendiri tapi mengingat Rara melarangnya, dia hanya pasrah hingga Ray ingin angkat kaki sendiri mengajak Rara pergi.

Wajahnya kusut mengusap kepala Rara begitu lembut, dia tidak akan biarkan siapapun melukai Rara karena sang Ibulah yang selalu ada di sisinya.

"Ray akan ada di sini buat Ibu jangan banyak pikirin ya, Bu. Janji dengan Ray untuk cerita, anak Ibu udah besar akan menjaga Ibu terus."

Walau tidak ada balasan setidaknya hatinya menghangat yang dia tau harus selalu berada di sisi Rara maupun Aloka, dua wanita yang akan berada di hatinya paling dalam.

"Ibu harus tau jika Ibu dan Aloka orang paling berharga untuk Ray jadi siapapun termasuk Ayah mau ngelukai kalian, Ray akan maju paling depan untuk menghadapinya," bebernya menjelaskan dengan raut wajah bangga.

Dia membanggakan diri untuk menjadi kuat.

"Tenang Bu, Ray itu pahlawan menegakan keadilan jika perlu Ibu panggil Ray tiga kali, pasti Ray akan terbang secepat mungkin untuk menyelamatkan Ibu." Ray selalu bercerita walau tidak dibalas tapi dia merasa senang setidaknya masih ada seorang Ibu perhatian kepadanya.

Ray menunduk tidak terasa makin lama kehidupan di jalaninya makin sulit. "Maaf Bu, belum bisa jaga Ibu tapi Ray akan janji untuk menjadi anak yang baik dan berbakti."

Dia mengecup lembut kening sang Ibu, berbaring di sebelahnya dengan pelukan hangat yang menenangkan.

TBC

Sipp!!!
Jangan lupa vote + komen jika ada kesalahan bisa di kasih kritik + saran.

Sekian terima Gita Jkt48
Wkwok ....

Palembang, 23 Juli 2024

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang