Alur - 11

285 199 82
                                    

Jangan lupa vote and komen. Terima kasih yang setia baca ☑️



"Berani-beraninya lo ya sama gue! Jijik gue sama lo."

"Dih caper."

"Kok bisa ya, Ray suka sama tuh cewek."

Setiap perjalanan ke sekolah Aloka hanya mendengar hujatan orang-orang dari koridor Aloka di lirik sinis, entah salah ia apa? Aloka pun tidak tau, Aloka menarik headsetnya seolah-olah mendengarkan musik padahal aslinya ia tidak menghidupkannya, jujur saki tapi ia bisa apa selain diam mencoba mengikhlaskan walaupun begitu sakit.

Aloka melirik jam di tangannya sebentar lagi bel berbunyi, ia masih berdiri di pintu kelasnya sadari kalo ada Ray yang menatapnya dengan senyuman tapi ia pura-pura tidak tau.

"Woy! Diem bae." Sulina menepuk pundak Aloka dengan keras membuat Aloka kaget, ia ingin sekali memaki-maki sahabatnya.

"Sialan! Gue kaget Sul," kesalnya membalas Sulina dengan pukulan kecil di bahu, Sulina hanya terkekeh kepada sahabatnya.

Aloka berdengus kesal. "Tai lo! Nanti gue mati gimana anjir," kata Aloka tidak henti-hentinya untuk sumpah serapah dalam gumamnya.

"Cuma gitu doang."

"Cuma pala lo, gue mati gimana!"

Tetttt

Tettt

Tettt

Suara bel berbunyi banyak berhamburan memasuki kelas dari koridor seperti semut-semut kecil. Aloka menghentikan perkataannya lalu menghampiri kursi kesayangannya, sekarang pelajaran Sejarah sangat membosankan sekali.

Terdengar suara kaki memasuki ruangan mereka, Ray hanya tersenyum karena sejarah adalah pelajaran kesukaannya, dia tidak akan mengantuk sekalipun jika guru tersebut menjelaskan panjang lebar.

"Baiklah anak-anak kita sekarang ulangan," ujar Pak Fadli, dia adalah guru sejarah sangat membosankan apalagi cara belajarnya hanya membaca buku.

Ray segera memasukan kembali bukunya dalam tas tanpa belajar terlebih dahulu karena dia sudah memahami bukan di hapalkan lalu hilang begitu saja.

Semua orang di kelas mengeluh maupun protes.

"Pak bisa Minggu depan aja nggak?"

"Capek loh Pak, belum juga belajar," sahut Dita teman sekelas mereka.

"Belum lagi ya Pak, soalnya dikit tapi behhh jawabannya kayak rel kereta api," cerocos Keo melirik Ray yang sadari hanya diam.

"Gue nyontek ya?" Keo menyenggol lengan Ray dengan senyum kecil.

"NGGAK!"

Ray menolak mentah-mentah, dia pun menggeser mejanya sedikit menjauh dari Keo.

"Sialan! Pelit amat jadi bestie cuy."

"Kasian banget nggak di contekin," sindir Efta tiba-tiba nyempil pembicaraan.

"Diem deh loh kulkas berjalan," labrak Keo seperti mulut cewek.

"Idih, cowok lo itu Sulina mulutnya minta di suapin cabe and bon cabe," kekeh Farhan teman sekelas mereka.

"Diem lo Jamal!"

"Gue bukan Jamal, gue ada nama ya, nama gue FARHAN," sahutnya menekankan namanya sendiri.

"Nggak peduli!"

Brakkk...

Semua orang di kelas terdiam karena Pak Fadli memukul meja dengan keras, mereka menelan saliva dengan susah payah.

Alora (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang