52. Kebimbangan yang sia-sia

2.2K 294 52
                                    

Yasmin menahan nafasnya.

Begitu ia keluar gerbang sekolah, dan ia menemukan ayahnya sedang menunggunya di depan mobil berwarna hitamnya. Laki-laki baya itu tersenyum ketika melihat Yasmin, membuat Yasmin yang tidak menyangka kedatangan ayahnya di sekolah itu sedikit membelalak kaget.

Saat ini, ketika ia melihat mata ayahnya di depan sana. Yasmin tahu, kalau ia tidak bisa menyembunyikan fakta kalau ia sudah tidak tinggal di rumah ibunya lagi. Atau mungkin, boleh jadi, ayahnya juga sudah tau perihal itu, makanya laki-laki itu berada di sini, di Gantari, untuk menjemputnya.

Ayahnya melambai kepada Yasmin. Membuat Yasmin semakin cepat melangkah ke arah ayahnya di depan sana.

"Papah," kata Yasmin, begitu perempuan itu sudah di depan Ayahnya.

Sementara Rizal, ayah Yasmin. Kemudian tersenyum hangat kepadanya, lalu tanpa berkata apa-apa lagi laki-laki baya itu, segera berjalan maju, lalu mendekap anak perempuan satu-satunya yang ia miliki itu.

"Papah kangen banget sama kamu," kata Rizal di dalan pelukannya.

Yasmin tersenyum sembari membalas pelukan ayahnya dengan sangat erat. Entah karena Yasmin sangat merindukan ayahnya, atau karena ia tersadar bahwa ternyata di keluarganya masih ada yang ingat kepada dirinya. Mata Yasmin mulai berkaca-kaca di dalam pelukan ayahnya.

Masa bodo jika ada salah seorang temannya, yang melihat aneh ke arah dirinya dan juga ayahnya di depan gerbang sekolah.

Rizal mengusap-usap punggung Yasmin dengan lembut, ketika ia sadar jika nafas anak perempuannya itu mulai terdengar tidak beraturan.

"Tidak apa-apa, Yasmin." Kata ayahnya, tidak bertanya. Melainkan lebih seperti mengerti dengan gejolak yang mungkin sedang di rasakan Yasmin itu "Nanti, cerita pelan-pelan ya, sama Papah. Kita makan dulu. Kamu mau makan apa? Kue coklat? Ice cream coklat? Atau mau Papah buatkan makanan?"

Mendengar perkataan ayahnya yang sama sekali tidak menyudutkannya, Yasmin kemudian mulai terisak sembari semakin mengeratkan pelukannya pada ayahnya. Sementara Rizal, yang merasa hatinya ikut berdenyut sakit, mendengar isak tangis anak perempuanya itu, mulai menepuk-nepuk kepala Yasmin dengan sayang.

"Kita pulang dulu ya..." Kata Ayahnya.

Yasmin menggeleng "Gak mau,"

"Loh? Gak mau kangen-kangenan sama Papah?"

Yasmin meringis samar "Aku. Aku, udah gak tinggal di rumah,"

"Papah tau," kata Rizal lembut "Tapi, kan sekarang ada papah. Kamu tetap tidak mau pulang?"

Yasmin menggeleng.

"Yaudah. Kita makan dulu. Badan kamu kurusan loh itu, masa anak papah sekarang kurus? Nanti gak imut-imut lagi," rayu Rizal.

Yasmin menarik sudut bibirnya ke atas sedikit,

"kita cari tempat makan ya?" Ajak Rizal.

***

"Mau nambah lagi, Sushinya?" Tanya Rizal kepada Yasmin, ketikia mereka sudah singgah di salah satu rumah makan khas Jepang, di bilangan Jakarta selatan.

Yasmin menelan makanan yang sedang ia kunyah kemudian menatap ayahnya yang sedang bertopang dagu di depannya

"Mau sashimi," kata Yasmin.

"Aye-aye, Captain!" kata Rizal, menirukan suara bajak laut yang sering ia lihat di televisi. Membuat Yasmin yang berada di depannya tersenyum menahan malu.

"Pah," Tegur Yasmin, sedikit merengek.

Rizal terkekeh sebentar, kemudian segera memanggil pelayan, untuk memesan pesanan Yasmin barusan. Setelah selesai memesan, laki-laki baya itu kemudian menatap lagi ke arah anak perempuannya itu.

Diary SMA GantariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang