Epilog

6.8K 457 65
                                    

Ini tentang hidupku.

Hidupku yang tidak pernah membuatku bahagia. Hidupku, yang sepertinya memang di takdirkan untuk selalu salah dan di kesampingkan.

Sangat ironis. Padahal katanya, kalau aku percaya akan kebahagiaanku. Niscaya, aku akan merasa bahahgia dan semua akan terasa benar. Tapi bagaimana bisa aku membohongin diriku sendiri. Bagaimana bisa aku mengatakan aku benar, padahal sungguh aku tahu, kalau aku salah?

Sekali lagi, Apakah hidupku memang di takdirkan seperti ini? Pertanyaan yang sama, yang selalu aku tanyakan kepada diriku sendiri, tapi tidak pernah tahu apa  jawabannya. Sejak dulu, ataupun sekarang.

Seolah memang pertanyaan itu memang tidak boleh di tanyakan, karena jawabanya sudah tentu tidak akan berubah.

Apakah hidupku di takdirkan seperti ini?  Tentu saja.

Kalau di ibarartkan di dalam novel. Aku di lahirkan, pasti hanya untuk karakter pendukung, yang kemunculannya hanya ditulis untuk menambah bumbu-bumbu di dalam cerita.

Iya, masuk akal. Aku mungkin di lahirkan hanya sebagai pemeran pendukung di cerita orang lain, mungkin dalam kasusku, aku ada di dalam cerita Ezra dan Zayn. Sebagai karakter sampingan, bukan pemeran utamanya.

Naifnya, Aku baru sadar sekarang. Setelah sudah kehilangan semuanya.

Kalau aku boleh memutar waktu, dan merubah segalanya. Maksudnya kalau aku bisa sedikit lebih berani waktu itu, kalau aku bisa mengambil jalan yang lain waktu itu, Apakah aku akan tetap merasa kehilangan jati diri seperti ini?

Merasa seolah-olah kehadiranku hanya di perlukan untuk di ejek dan juga di manfaatkan saja?

Mungkin.

Coba waktu itu aku bisa bertahan untuk tetap menjaga perasaanku kepada Zayn. Coba waktu itu aku tidak dengan percaya dirinya menyikukai Ezra. Pasti sekarang hidupku tidak serumit ini. Pasti sekarang, aku masih berteman dengan Selena, walaupun dalam kepura-puraan perempuan itu.

Tapi tidak masalah.

Mau itu pura-pura, mau itu hanya kebohongan semata, sekarang setelah semua hal yang terjadi, setelah aku bisa intropeksi diri. Aku baru sadar kalau aku tidak berhak untuk protes.

Sekali lagi ku katakan. Apa yang bisa perempuan macam aku bisa harapkan? Apa yang bisa, perempuan tidak rupawan, gendut, tidak pintar, yang tidak di inginkan ibunya ini bisa harapkan?

Harusnya aku bersyukur, ada perempuan semodis Selena yang mau berteman denganku di samping kenyataan menyakitkan itu. Harusnya aku bersyukur, karena taruhan sialan itu aku bisa merasakan indahnya jatuh cinta. Dan dapat mengenal orang-orang keren seperti mereka.

Terutama tante Jovelyn. Aku benar-benar bersyukur bisa mengenal perempuan itu. Perempuan terkeren sepanjamh hidupku.

Tapi kemudian apa yang selanjutnya  kulakukan? Bukannya bersyukur. Aku malah membuat semua keadaan menjadi semakin rumit.

Aku menjadi serakah. Menginginkan lebih. Menganggap seolah-olah perasaan aku paling penting. Padahal sekali lagi.

Aku siapa?

Sekarang Selena membenciku karena aku menerima ajakan pacaran Ezra.

Sekarang Zayn pasti juga membenciku, karena aku ternyata bukan perempuan seperti yang dia pikirkan. Aku ternyata sama dengan perempuan-perempuan lainnya. Aku pada akhirnya juga menyukai Ezra.

Diary SMA GantariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang