Pengen update tiap hari kayak kemarin kan. Yuk 50+ vote for next story♡
.
.
.Kejadian di dapur beberapa menit lalu membuat makan malam antara Yuna dengan Richard terasa canggung. Yuna masih mengingat bagaimana deru nafas Richard menggelitik kulit lehernya. Dia juga masih mengingat aroma tubuh Richard yang menggoda indra penciumannya. Yuna bahkan tidak bisa fokus menikmati makanan yang sedang dikunyahnya. Sekali-kali Yuna mencuri pandang ke arah Richard yang duduk disebrangnya.
Berbeda dengannya, Richard nampak tenang. Dia memakan panzenella buatannya dengan elegan. Yuna langsung mengalihkan perhatiannya ke piringnya ketika Richard menangkapnya sedang memperhatikannya. Cukup memalukan memang ketahuan sedang memperhatikan.
"So.. d-do you like it?" tanya Yuna kemudian berusaha mencairkan suasana. Yuna juga tidak ingin makan malamnya bersama Richard berakhir membosankan.
"It's good."
Yuna tersenyum senang. "Aku tidak tahu kau bisa membuat masakan Itali."
Mendengar hal itu membuat perasaan Yuna lebih baik. "Well, sebenarnya aku suka memasak dan makanan Itali adalah favoritku..."
Setelah itu percakapannya dengan Richard berlanjut dengan baik. Kecanggungan pun terasa sirna. Yuna bahkan tidak ingat sejak kapan mereka sudah pindah dari meja makan ke ruang televisi karena keasyikan mengobrol dengan Richard. Dari percakapanya dengan Richard, Yuna menemukan bahwa Richard suka berlari dan selalu pergi ke gym sebelum pergi ke kantor. Tidak heran dia memiliki proposi tubuh yang bagus. Kemudian tebakannya tentang Richard menyukai sayur ternyata benar.
"Kau bermain poker?" tanya Yuna ketika dia melihat kartu poker yang tergeletak di meja. Hal ini cukup mengejutkan mengingat betapa sibuknya Richard. Dia kira seorang business man tidak suka bermain kartu.
"Ya kadang-kadang jika Bryan datang."
"Bryan?"
"Sahabatku. Kau pernah melihatnya beberapa hari yang lalu."
"Pria berwajah cantik?" Richard mengangguk.
"Ah.." Jadi orang itu bernama Bryan. Yuna cukup memaklumi pernyataan Richard yang mengatakan bahwa Bryan adalah sahabatnya. Mungkin Richard bukan seorang gay yang terbuka. Mengingat Richard dan Bryan entah kenapa perut Yuna serasa melilit seolah-olah dia tidak rela.
"Mau bermain?" ajak Richard tiba-tiba.
"Poker?" tanya Yuna.
Richard kembali mengangguk.
"Oke."
Siapa takut, dia bisa sedikit menunjukkan diri akan kemampuannya bermain poker. Richard tidak tahu bahwa sebenarnya saat di SMA Yuna mendapatkan julukan Ratu Poker, karena dia selalu menang ketika bermain kartu tersebut.
.
.
."No way... "
Yuna memandang Richard tak percaya. Ini keenam kalinya dia kalah bermain poker dengan Richard. Yuna tidak percaya. Dia belum pernah kalah sebelumnya, tapi Richard dengan mudah mengalahkannya enam kali berturut-turut. Hal ini jelas menyakiti harga dirinya sebagai seseorang yang pernah mendapatkan julukan Ratu Poker.
"Kau curang!" tuduh Yuna tidak rela dengan kekalahan keenamnya.
"Tidak," jawab Richard dengan santai seraya memandang Yuna dengan dua mata tajamnya yang nampak puas dengan kemenangannya. "Sekarang Yuna, buka bajumu."
Yuna terengah kemudian menatap Richard tak suka. Jika jadinya seperti ini, Yuna tidak akan menyetujui aturan yang mengharuskan orang yang kalah dua kali berturut-turut melepaskan pakaiannya. Tadinya Yuna menyetujui ide gila Richard tersebut karena Yuna percaya diri akan kemampuannya bermain poker. Kemudian kesempatan melihat Richard telanjang bukanlah hal yang bisa Yuna tolak. Mungkin Yuna tidak bisa memiliki Richard, tapi setidaknya Yuna bisa melihat Richard telanjang pikir Yuna saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
•Short Series• [M]✔
Короткий рассказ[Adult Content 21+] 🔞 Private Part, Follow first Hanya sekumpulan cerita pendek Park Chanyeol dan Im Yoona dalam berbagai genre. •Tidak untuk anak dibawah 17 tahun•