Welcome reader
------
Author kembali dengan kelanjutan cerita ini..
🌺 Happy reading guys 🌺
Ooh iya, sebelum lanjut ada beberapa kesalahan dalam cerita yang harus author benarkan.
Sebelumnya author minta maaf 🙏🏻
Jadi di awal cerita 'dave' ini kan umur nya sepantaran dengan Megan dkk ya, nah disini yang mau author benarkan.Jadi usia Dave sebenarnya itu adalah sepantaran dengan Aleksa dan sepantaran juga dengan Leo karena Leo dan Dave adalah adik kakak beda ibu yang lahir nya hanya beda satu hari.
Walaupun umur Dave sama dengan umur Aleksa, tapi dia tidak ingin dipanggil 'kakak' oleh adik-adik nya alias sahabat-sahabat nya itu, oleh karena itu Megan, Richelle, Dior dan Hausa tidak pernah memanggilnya kakak.
Oke jadi itu yaa..
Lanjut•••••
Di kamar bernuansa abu-abu dan putih, terdapat seorang pria yang berbaring di atas ranjang berukuran besarnya dengan pandangan kosong yang menatap keluar jendela.Pandangan kosong itu mengisyaratkan rasa sakit yang dia rasakan tapi dia tidak ingin mengatakannya, antara dia tidak ingin membuat orang-orang sekitarnya khawatir atau dia sudah lelah dengan rasa sakitnya dan juga lelah selalu menjadi beban orang-orang tersayangnya.
Saking sibuknya dengan pikirannya sendiri, dia tidak menyadari akan kehadiran seseorang yang sedari tadi berdiri di ambang pintu.
Seorang wanita yang kita tahu bahwa dia adalah kakak kandung dari pria itu, sang kakak melihat ke arah adiknya dengan perasaan sakit. Sakit melihat adiknya menatap dengan tatapan kosong, sakit saat melihat adiknya yang awalnya periang dan ceria sekarang menjadi murung dan diam.
Wanita itu menguatkan dirinya untuk melangkah menghampiri sang adik karena jujur saja, dia tidak kuat untuk menemui adiknya saat ini. Tidak kuat melihat semua yang adiknya pendam.
Tok.. tok..
Ketukan pintu darinya tidak direspon sama sekali, dan akhirnya dia memutuskan untuk langsung menghampiri adiknya.
"Megan ...." panggil Aleksa lembut sambil menepuk bahu Megan yang ditutupi selimut sampai sebatas leher. Megan masih tetap dengan pikirannya yang membuat nya tidak merespon sang kakak sama sekali.
Karena panggilannya tidak mendapat balasan dari Megan, Aleksa akhirnya menaruh terlebih dahulu nampan berisikan sarapan yang sedari awal dia bawa untuk adiknya, kemudian dia duduk di tepi kasur dan mengelus pelan pipi Megan.
Merasakan pergerakan lembut di pipinya membuat Megan tersentak dan tersadar dari lamunannya. Pandangan matanya terisi kembali dan mulai melirik ke arah Aleksa.
Megan menyapa kakaknya dengan senyum manisnya. "Ayo sarapan," bujuk Aleksa sambil membuka sedikit selimut yang sedari tadi menutupi tubuh sang adik sampai se-perut.
"Aku tidak lapar, Kak," jawabnya pelan.
"Sedikit saja, ya? Sudah dua hari kau tidak makan, Megan." Suara Aleksa mulai bergetar dan matanya mulai berair, dia menjeda dulu kata-katanya agar air matanya tidak benar-benar jatuh.
Ditambah dengan dia mengingat bahwa adiknya yang satu ini menurun nafsu makannya dan selalu murung sejak dua hari yang lalu saat dia collapse diruang makan, bahkan satu suapan makanan pun tidak masuk kedalam mulut nya.
"Kalau kau tidak mau sarapan ini, tidak apa-apa, Kakak akan bawakan brownies. Kau suka brownies, kan?" lanjutnya sambil menunjukkan makanan yang ada di nampan tadi.
Megan terus menatap manik mata kakaknya, manik matanya masih berair, bahkan sekarang lebih banyak. Hatinya sangat teriris saat melihat mata itu, dan Megan memutuskan untuk menerima bujukan kakaknya.
Megan bangun dari posisi berbaringnya kemudian tersenyum kembali kepada kakaknya. "Aku akan makan, Kak, tapi aku ingin di suapi sama kakak."
Aleksa tersenyum lega saat akhirnya Megan memberikan jawaban yang selalu ia nantikan. Gadis itu mengangguk pasti dan mulai mengambil satu sendok sarapan yang ia bawa untuk ia berikan kepada adiknya.
Baru satu suap makanan yang ia berikan, Megan sudah menggeleng pelan tanda tidak ingin melanjutkan sarapannya. Aleksa menghela napasnya, menatap sendu ke arah Megan yang masih mengunyah suapan pertamanya.
"Sudah, Kak, aku sudah kenyang."
"Bagaimana kau bisa kenyang hanya dengan satu suap nasi, Megan?"
Megan menggeleng pelan lagi, membuat Aleksa tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Disaat seperti ini, ia tidak ingin terlalu memaksa adiknya. Namun, jika hanya satu suap seperti ini Megan sudah tidak mau makan lagi, apa yang bisa diserap tubuh adiknya? Megan jatuh sakit adalah salah satu hal yang sangat ia hindari.
"Satu suap lagi, ya?" Megan menggeleng lagi yang membuat Aleksa menghela napas untuk yang kedua kalinya. "Hanya satu suap, setelah itu tidak ada suapan berikutnya," ucap Aleksa namun Megan tidak memberikan respon apapun.
"Kakak mohon, Megan," lanjutnya sambil menatap sendu lagi ke arah adiknya. Megan tentu tak tega jika harus melihat Aleksa mengeluarkan air mata berharganya lagi di depannya, apalagi jika penyebabnya adalah dirinya. Dengan sedikit berat hati, Megan mengangguk dan kemudian tersenyum tipis saat Aleksa kembali tersenyum kepadanya.
"Sudah, aku tidak mau lagi," ucap Megan setelah Aleksa menyuapkan suapan terakhir lalu Aleksa mengangguk mengiyakan.
Setelahnya, Aleksa pergi ke luar membawa nampan untuk ia letakkan di dapur istana lalu kembali ke kamar Megan untuk menemani adik laki-lakinya itu. Aleksa membuka tirai lebih lebar lagi agar cahaya matahari pagi dapat masuk sepenuhnya, namun Megan malah memintanya menutupnya kembali. Aleksa menutup tirai? Tentu saja tidak karena ia ingin Megan tetap sehat meskipun selalu berada di dalam ruangan.
"Kak! Tutup tirainya, ini silau!" protes Megan namun Aleksa malah tertawa ringan seraya duduk di sampingnya.
"Ini masih pagi, kau juga harus tetap berjemur meskipun tidak di luar istana," ujar Aleksa dan Megan sedikit mengerucutkan bibirnya tanda kesal. Ya, setidaknya Aleksa bisa menghilangkan kemurungan Megan meskipun hanya sebentar.
"Kak, dimana Dior?"
"Aaah Dior... Kau seperti tidak tau saja, sibuk." Jawab Aleksa dengan nada meledek sambil menaikan kedua alisnya dan hal itu mengundang tawa Megan.
"Pantas saja dari pagi tadi aku belum melihatnya, oh iya kak, bilang sama Dior, tenang.. aku akan segera membantu nya." Ujar Megan sambil tertawa.
Aleksa menunjukkan dua jempol nya dan juga senyuman bergigi nya sebagai jawaban 'iya' dan itu membuat Megan semakin tertawa.
•••••
He Deserves to Be Happy
•••••Next ⏭️
KAMU SEDANG MEMBACA
He Deserve To Be Happy [Dia Pantas Bahagia]
FantasyDia terbangun, dan langsung menanyakan keberadaan dua orang yang sangat berarti dalam hidup nya. "Dimana mereka? Mereka pasti baik-baik saja kan?". Tanya nya menutupi pikiran buruknya dan berusaha tetap tersenyum. Dia dibawa menemui orang yang dia c...