"Ada apa, David?" Melihat David mengerutkan kening, lantas membuat Samuel bertanya. Ia bersedekap waspada, seraya menatap David meletakkan sebuah ponsel di atas meja setelah menekan tombol kuncinya.
Belum semenit David meletakkannya di meja, ponsel itu berdering, memecah keheningan yang tiba-tiba mengudara. Sekali lagi David mengunci tombol itu tanpa menjawab panggilan masuk tersebut.
"Mantan kekasihmu yang ingin kembali?" terka Samuel, merujuk pada panggilan masuk yang berulang kali diacuhkan oleh David.
Saat David tak kunjung menjawab, Samuel bertanya langsung, "Kau masih lurus, kan, David?" Tangan Samuel bergerak mengelus leher, tiba-tiba merasa ngeri.
Geez, memang sudah lama sejak David terakhir kali terlihat bersama seorang wanita.
Mendengar itu, David hanya bisa tergelak. "Mengurusmu membuatku jarang berinteraksi dengan perempuan, Sammy. Sejauh ini, hanya Becca tempatku melepas kepenatan."
Samuel terdiam sebelum menyemburkan tawa. Becca, anjing betina milik Lily yang gonggongannya sangat keras. Hingga Samuel yakin gonggongan anjing itu pasti terdengar sampai lantai tiga bangunan rumahnya.
"Kau berhutang cuti panjang untukku setelah semua ini selesai, okay?" seru David.
"Man, bisa-bisanya aku tertawa di saat seperti ini," seru Samuel setelahnya, menggelengkan kepalanya lalu menyandarkan punggungnya di sofa.
"Angkat saja, lalu katakan kau tidak ingin diganggu," usul Samuel, risih karena sekali lagi ponsel di atas meja itu berdering.
"Nomor tidak dikenal. Mungkin hanya orang iseng." David menatap ponsel tersebut dalam diam lalu berkedip ketika menyadari sesuatu. "God! Aku pasti salah mengambil ponsel. Ini pasti ponsel perempuan itu!" gerutu David kesal karena ponselnya cukup pasaran, dan menyadari jika ia harus segera mengganti ponselnya segera.
Perempuan itu, Hani, masih berada di bawah pengawasan orang-orang Jonathan Phillips di kota ini. Meski misteri tentang si pelaku mulai terpecahkan, Samuel tak akan membuat semuanya mudah termasuk bagi Hani.
Nanti. Ya, Samuel berjanji suatu hari nanti ia akan membuat Hani mengakui perbuatannya di depan Ilmira.
Saat ini-selagi ponsel itu masih berdering, juga tanpa menduga siapa yang repot-repot menelpon tengah malam seperti ini, buru-buru Samuel mengangkat ponsel itu dan mendekatkan ke telinganya.
"Halo, Hani. Akhirnya kau menjawab panggilanku. Ya Tuhan aku hampir mati penasaran karena kau terus-terusan menolak panggilanku. Apa kau baik-baik saja?" Samuel terdiam bersamaan dengan kebekuan yang terlukis di wajahnya. Sedikit lama ia memproses apa yang kiranya sedang terjadi.
"Ilmira," bisik Samuel tanpa sadar sudah menyuarakan pikirannya. "Ilmira, kaukah itu?"
Setelah yakin jika suara di ujung sambungan sana adalah suara milik Ilmira, Samuel baru akan berseru ketika sambungan terputus.
"Aku tak percaya ini! Dia mematikan ponselnya," gerutu Samuel, tak terima karena begitu saja Ilmira menon-aktifkan ponselnya saat Samuel mencoba untuk menghubungi perempuan itu.
Melihatnya, David mengernyit, "Kau yakin itu dia?"
"Tentu saja!" Bagaimana tidak, bahkan hingga kini, Samuel masih dengan jelas bisa mendengar suara Ilmira hanya dengan memikirannya saja.
"Kita harus kembali, sekarang juga." Tak ingin dibantah, lalu berdiri dari tempatnya duduk, Samuel bergegas melangkah. Dia tak ingin kehilangan jejak Ilmira dan merasakan detik demi detik yang menyiksa saat menunggu hingga perempuan itu kembali ke pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Poison
RomanceSamuel Alan Phillips terpaksa menginjakkan kaki di tempat yang tak pernah ingin dia datangi lagi demi memberi peringatan kepada dalang di balik semua kekacauan yang mencemarkan nama baik keluarganya. Kekacauan yang juga mengancam akan mendepaknya da...