"When we first met, I had no idea you would be so important to me."
-Samuel A. Phillips-
***
Sejauh mata memandang, hamparan hijau nan megah lah yang memenuhi bingkai penglihatan Ilmira.
Ini kali pertama ia menginjakkan kakinya di taman belakang mansion mewah yang luasnya tidak diragukan lagi pasti melebihi tempat yang pernah ia sebut sebagai rumahnya, surga kecilnya.
Punggung wanita itu bersandar pelan pada bangku taman. Memikirkn jika keberadaannya di tempat ini sejalan dengan keinginan orang tuanya yang mungkin sudah tidak menginginkan kehadirannya lagi.
Yah, ia hanya tidak tahu mengapa ia harus mendengar kenyataan itu dari orang lain, bukan dari mereka yang pernah ia panggil Ayah dan Ibu.
Sudahlah! rutuknya frustasi seraya menengadah dan kembali meluruskan pandangan.
Tak lama kemudian, seulas senyum menguntai dari bibir Ilmira saat tatapannya jatuh pada sekumpulan warna putih di depan sana. Dengan hati yang tiba-tiba terasa ringan, ia bangkit berdiri dan melangkah pelan.
Setibanya di depan objek yang membuat senyumnya terulas, Ilmira tanpa segan mengulurkan tangan dan membungkuk kecil. Matanya langsung terpejam ketika mengendus wangi khas yang menguar dari sekuntum mawar putih, bunga favoritnya.
Dari sekian banyak peristiwa yang seolah mengundang mendung selalu menaunginya, Ilmira merasa bersyukur hal-hal kecil seperti ini mampu membuat hatinya sedikit merasa damai.
Jauh di belakangnya, tepatnya di pintu yang berhadapan langsung dengan taman belakang kediaman Phillips, seorang pria dengan kedua tangannya di dalam saku celana, fokus memperhatikan setiap gerakan sang titik fokus di tengah taman. Di tengah hamparan hijau dengan kelopak-kelopak putih bertaburan di sekeliling wanita itu.
Samuel bersumpah ia mampu dan rela menyaksikan keindahan itu selamanya tanpa pernah merasa bosan. Dan Demi Tuhan, pria itu hampir tak bisa bernapas ketika menyadari entah sejak kapan kehadiran wanita itu begitu berarti untuknya.
Seolah-olah ia mampu dan rela menukar apa saja yang ia miliki hanya untuk melihat senyum kembali terukir di wajah cantik wanita itu yang juga menerbitkan senyum di bibir Samuel.
"Dia sangat cantik dan setiap gerakan kecilnya bahkan terlihat anggun. Aku sudah tak heran lagi dengan alasan yang membuatmu begitu lama berada di Jakarta."
Samuel menoleh kaget pada suara lembut Lily yang terdengar sedikit ingin tahu. Bibinya itu sedang menatap ke arah yang sama dengan senyum tipis di bibirnya.
"Wanita itu juga yang menjadi alasan aku hampir kehilangan waktu tidurku setiap malam saat aku di Jakarta dan ketika dia datang ke sini dia masih saja bisa melakukan hal yang sama." Kedua mata Samuel kembali menatap Ilmira yang terlihat santai di tengah taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Poison
RomantizmSamuel Alan Phillips terpaksa menginjakkan kaki di tempat yang tak pernah ingin dia datangi lagi demi memberi peringatan kepada dalang di balik semua kekacauan yang mencemarkan nama baik keluarganya. Kekacauan yang juga mengancam akan mendepaknya da...