[30] Terkuak

1.6K 121 37
                                    

Sudah hampir empat menit berlalu, empat menit yang diisi oleh pukulan-pukulan lemah Ilmira yang hampir tidak terasa sakit pada dada bidang Samuel. Rupa-rupanya hal tersebut tidak membuat pria itu gentar untuk melepaskan sentuhannya begitu saja.

Sial! Samuel rela menukar semua yang dimiliki atau bahkan didepak dari posisi pertama pewaris harta Phillips demi mengambil kesempatan untuk berada di posisi ini selamanya. Menikmati dan mencecap kelembutan bibir sang racun di bawah bibirnya.

Satu menit lagi berlalu, membuat Samuel melenguh ketika pukulan Ilmira pada dadanya melemah. Wanita itu bahkan berhenti meronta dan hampir tidak bergerak sama sekali.

Dalam pagutannya, Samuel tersenyum senang memikirkan jikalau Ilmira mulai mengalah dan ikut menikmati sentuhannya. Sebelah tangan Samuel bergerak mengelus helaian rambut hitam wanita itu.

Samuel baru saja akan memperdalam ciumannya ketika sejurus kemudian ia mengaduh pelan dan melepas bibirnya setelah merasakan gigitan kencang pada bibir bawahnya.

Usaha Ilmira untuk menjauhkan bibir si Phillips sialan berhasil, walaupun nyatanya hal itu malah membuat Samuel merasa senang.

"Menggigit, eh?" goda Samuel dengan seringaian senang di bibirnya. "Jujur saja, kau menikmati ciuman tadi, bukan? Hingga kau tak tahan dan akhirnya menggigitku."

Selain bibirnya yang masih mempertahankan senyuman, kedua mata Samuel juga berbinar jahil. Pria itu menggigit bibir bawahnya sendiri saat melempar tatapan penuh keinginan. "Kau tahu, sekarang tak ada alasan untukku untuk tidak melakukan hal yang sama."

"Berhenti!" pekik Ilmira, menutup bibir dengan sebelah telapak tangannya. "Berhenti atau aku akan berteriak!"

Ancaman Ilmira sama sekali tidak membuat Samuel ciut. "Berteriaklah sesukamu, lady. Berteriaklah sampai suaramu habis karena tak ada satu pun yang akan berani menghentikanku."

Sebuah seringai tak terbaca membias di wajah pria itu. "Kau tak sadar berada di mana sekarang? Kau berada di rumahku. Aku bebas melakukan apa saja yang aku inginkan."

Ucapan Samuel membuat kedua mata Ilmira kembali melebar. Apa dia bilang? Di rumahnya? Di Inggris?!! Apa artinya itu? Apakah kedua orang tuanya benar-benar menginginkan dia pergi?

Setega itukah Ayah dan Ibu hingga mengirimku ke tempat ini? Dalam keadaan tidak sadar! Oh, Tuhan, seharusnya aku berusaha lebih keras untuk menghabisi diriku sendiri!!

Tiba-tiba saja dada Ilmira terasa sesak dan mendadak bagaikan ditikam jutaan belati, sakit. Bahkan tanpa diminta kedua sudut matanya mulai basah. Ia menangis tanpa suara, dengan kedua telapak tangan menutup wajah karena sadar jika Samuel tengah diam memperhatikannya.

"Hei, mengapa kau menangis?" tanya Samuel lembut, menarik tangan Ilmira dari wajahnya sendiri.

"Apa pedulimu, Phillips?!" tukas Ilmira, menepis sentuhan Samuel pada wajahnya.

"Jangan begitu, Ilmira," bujuk Samuel. Kembali melafalkan nama wanita itu setelah sekian lama.

"Tidak! Kau yang jangan begitu! Berhenti merendahkanku dengan semua perilakumu itu!! Aku ini calon istri Ayahmu walaupun aku lebih memilih mati daripada menjadi ibumu!!" teriak Ilmira hampir tidak bisa menyembunyikan kemarahannya.

Terengah-engah Samuel membalas ucapan Ilmira dengan tajam. "Aku bersumpah akan mencium dan melumat bibirmu lagi jika kau tak berhenti mengucapkan kata sialan itu!!"

My Perfect PoisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang