"You need to open your heart
and let me walk in."-Samuel A. Phillips-
***
Selain berharap Tuhan mencabut nyawanya saat itu juga, tak ada yang mampu Ilmira lakukan setelah nyaris merobek tumpukan koran lokal dari kota kelahirannya di atas meja di depan lututnya.
"Tak ada yang bisa kami lakukan selain memindahkan perawatanmu ke sini. Kuharap kau mengerti mengapa kami melakukan hal itu." Jonathan menjelaskan pelan-pelan pada wanita muda yang tertunduk menatap lantai—yang entah mendengarkan perkataannya atau tidak.
"Mengapa?" Tatapan Ilmira masih menerawang menatap lantai di bawah kakinya.
"Beberapa orang yang kukenal masih menyelidiki penyusup yang mencuri fotomu saat tak sadarkan diri di rumah sakit. Dan kemungkinan besar mereka adalah orang yang sama dengan, kau tahu—"
"Bukan," potong Ilmira lebih dulu, mengabaikan kerutan di dahi berkeriput Jonathan. Demi Tuhan, Ilmira sudah tidak peduli pada mereka yang dimaksud oleh pria itu.
Mengetahui dalang dibalik semua berita-berita yang menjungkirbalikkan kehidupannya sampai kapanpun tak akan bisa memulihkan lubang besar yang menganga di hatinya—juga tak akan pernah bisa merubah semua kekacauan yang sudah merenggut kehidupan damainya.
Pandangan Ilmira masih menerawang ke lantai. "Maksudku, mengapa Tuhan masih membiarkanku di sini? Mengapa aku harus kembali bernapas disaat aku ingin menghabisi nyawaku sendiri? Mengapa aku harus kembali hidup tak lebih demi melanjutkan keinginan kalian?!"
"Menghabisi nyawamu sendiri tak akan menyelesaikan apa pun. Semua orang tahu itu. Semestinya kau bersyukur karena hidup masih berpihak padamu. Kau masih sangat muda, masih banyak yang bisa kau lakukan."
Perlahan wajah Ilmira terangkat, "Masih banyak? Benarkah itu?" tanyanya tajam.
"Ah, jika kau berkenan, Tuan Phillips. Aku ingin bertanya." Masih dengan nada suara yang sedikit tajam, Ilmira berkata.
Tanpa perlu diberi tahu, dari perubahan nada suara Ilmira, Jonathan sangat paham ke mana arah perkataan wanita muda di depannya ini.
Setelah Jonathan menyilakannya, Ilmira bertanya, tak menghilangkan kesinisan dalam suaranya. "Banyak, sangat banyak wanita-wanita di luaran sana yang mungkin berlomba-lomba untuk menjadi bagian dari keluargamu yang terhormat ini. Dan di sisi lain, sangat-sangat banyak yang masih ingin kulakukan untuk hidupku—seperti yang telah kau katakan tadi. Lantas, mengapa harus aku yang berada di posisi ini? God, aku bahkan tak ingin berada di sini, dalam mimpi sekalipun."
"Apakah kau ingin melanjutkan misimu itu setelah kau mendengar masih banyak yang ingin ku lakukan untuk diriku sendiri? Tak bisakah kau memulangkanku saja ke tempat asalku? Biarkan aku melanjutkan hidupku sendiri. Kuulangi Tuan Phillips, sendiri. Tanpa campur tangan siapa pun. Kau, ataupun mereka berdua yang selama ini kukira adalah orang tuaku."
Tepat seperti perkiraan Jonathan, Ilmira akan menanyakan hal itu. Tak ada yang bisa Jonathan lakukan selain melanjutkan rencananya yang hampir terlaksana. "Maaf karena aku harus mengecewakanmu dengan jawabanku ini. Kurang dari satu bulan lagi pernikahan—"
Senyum ironis tersungging di bibir Ilmira yang bangkit berdiri, memenggal ucapan Jonathan. Ilmira tidak ingin mendengar apapun lagi. Ilmira tidak ingin mendengar apapun yang bisa membuatnya lebih kecewa dari ini. Semuanya sangat mengecewakan, termasuk hidup yang Jonathan bilang masih memihaknya.
"Kau bukanlah orang pertama yang membuatku kecewa, Tuan Phillips. Selamat siang."
***
"Dia cantik sekali, bukan?" Lily mendekat perlahan pada Ilmira yang terlihat mengagumi foto yang tergantung di dinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Poison
RomansaSamuel Alan Phillips terpaksa menginjakkan kaki di tempat yang tak pernah ingin dia datangi lagi demi memberi peringatan kepada dalang di balik semua kekacauan yang mencemarkan nama baik keluarganya. Kekacauan yang juga mengancam akan mendepaknya da...