Bantu vote dan komennya yaa semuaa :)
selamat membaca :****
"Aku tidak bermaksud untuk lancang, Nyonya Wijaya. Tapi kuharap anda mengerti bahwa kehidupan pribadiku tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan segala sesuatunya di kantor ini. Termasuk pekerjaanku," tutur Mira, mencoba sesopan mungkin untuk bersilat lidah karena ia tahu promosi kenaikan pangkat yang akan diberikan kepadanya berada di ujung tanduk. Terancam dicabut.
"Aku tahu. Hanya saja, jajaran petinggi perusahaan ini sangat menyayangkan bahwa salah satu karyawan teladan mereka terlibat affair yang menghebohkan seisi negeri ini bahkan negeri asal miliarder itu."
"Itu hanya makan malam biasa. Tidak lebih," sambung Mira yang terduduk kaku dan menegang. Jemarinya saling meremas di atas pangkuan. Takut membayangkan apa yang sekiranya sedang dipikirkan oleh wanita di depannya.
"Tidak ada yang tahu—" Nyonya Wijaya yang duduk di atas singgasananya mengangkat bahu dan menggantung kalimat hingga membuat Mira ingin melempar mug berisi kopi panas di atas meja ke wajah antagonis sang manajer.
Setelah dituduh sebagai wanita materialistis, gold digger, kini julukan wanita murahan menambah daftar panjang gelar yang mendadak mengekor namanya.
Memalukan. Ingin sekali rasanya Mira menggali lubang untuk mengubur dirinya sendiri hidup-hidup di lapisan terdalam bumi.
"Dengan sangat menyesal, promosi kenaikan tingkat untukmu terpaksa kami cabut. Tapi kau tenang saja. Para petinggi masih menyayangimu hingga membuatmu tak jadi didepak dari perusahaan ini."
Mira yakin dagunya kini sudah berada di lantai karena bibirnya menganga tak percaya mendengar perkataan dari mulut tajam dan berkarat itu.
Pengorbanan dan usaha kerasnya dalam membanting tulang selama bertahun-tahun harus diporak-porandakan oleh sekumpulan kata-kata yang menyemut dalam satu halaman surat kabar tentang pertemuan dia dengan pria asing tua—yang kebetulan kaya raya, yang berlangsung bahkan tak lebih dari tiga puluh menit itu.
Pertemuan yang ternyata berbanding terbalik dengan apa yang berkecamuk di benaknya sebelumnya.
Mira dibuat heran sendiri karena John—panggilan akrabnya, sangat baik dan sopan padanya. Tidak seperti pria tua-tua keladi dengan mata gatal dan radar yang selalu menyala ketika melihat perempuan.
Perempuan itu memulihkan kembali raut wajahnya seperti sedia kala. Dengan kepala terangkat, ia pamit pergi pada manajernya. Pergi dari ruangan terkutuk ini, bukan pergi meninggalkan perusahaan ini.
Dia cukup tahu diri untuk tidak mengundurkan diri secara sepihak. Karena mustahil baginya untuk mendapat pekerjaan baru ketika mungkin saja namanya sudah di-blacklist karena kasus ini dengan wajahnya yang tengah menjadi konsumsi publik dalam negeri dan negara asal Phillips, Inggris. Seperti yang dikatakan managernya tadi.
Oh, wait. Harus seperti inikah caranya ia—go international? Dengan menjadi bahan gunjingan dan menjadi wacana menarik para mulut-mulut nyinyir.
Sungguh, sama sekali bukan prestasi yang bisa dibanggakan.
***
"Kejutan yang sangat tak terduga. Kukira aku hanya bermimpi saat mendengar seseorang berkata ia bersumpah tak akan pernah menginjakkan kakinya lagi di kota dan negara ini."
Sindiran yang dibalut nada ceria itu membuat Samuel jengah. Selalu seperti ini. Topik yang mengingatkannya pada kenangan-kenangan yang ingin ia lupakan, entah bagaimana caranya selalu saja bisa menyeruak ke permukaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Poison
RomanceSamuel Alan Phillips terpaksa menginjakkan kaki di tempat yang tak pernah ingin dia datangi lagi demi memberi peringatan kepada dalang di balik semua kekacauan yang mencemarkan nama baik keluarganya. Kekacauan yang juga mengancam akan mendepaknya da...