[39] Melepasnya dalam Kesunyian

1K 86 3
                                    

Maaf karena aku tak ada di sana ketika kau pergi untuk selama-lamanya.

—Samuel A. Phillips

***

"Jadi aku ini orang bodoh?" sindir Samuel menahan geram kala mendengar percakapan yang melibatkan nama dia di dalamnya.

Dengan arogan ia melangkah keluar lorong menuju ruang tengah, menampakkan dirinya pada dua orang yang mendadak terdiam menyaksikan kedatangan si Phillips muda dan kemarahan yang mengekorinya.

Hening. Tak satu pun dari dua orang di hadapan Samuel yang merespon sindirannya. Dengan decakan keras ia memecahkan keheningan yang mendominasi itu.

"Apa yang dilakukan racun ini bersamamu, David? Dia menggodamu?" Mata biru pria itu menyipit melihat sebelah tangan David berada di atas bahu sang racun.

"Sam!" tegur David pelan seraya menurunkan tangannya dari bahu Ilmira yang hanya bisa tertunduk merasakan pedih di hatinya.

Samuel tak mengindahkan teguran David. Diliriknya tak suka Ilmira yang masih tertunduk menatap lantai di bawah kakinya.

"Kau!" serunya sambil melangkah dengan hentakan keras ke arah Ilmira yang hanya bisa tertunduk menatap sepasang langkah kaki berhenti di depan kakinya.

Sesungguhnya Ilmira benci. Benci karena yang bisa ia lakukan hanya tertunduk lemah seolah benar, jika dialah satu-satunya yang bersalah di sini.

"Aku memang melarang siapapun melangkahkan kaki keluar dari rumah ini setelah kematian ayahku. Tapi itu bukan berarti kau bisa bebas berkeliaran dan menggoda siapapun yang kau temui di sini!" seru Samuel lagi, nyaris berteriak.

"Damn, kau memang racun! Tak cukupkah ayahku bahkan aku yang pernah tergoda olehmu dulu?!" umpat Samuel keras tiba-tiba mempertanyakan mengapa hatinya pernah terjatuh untuk racun yang penuh tipu muslihat ini?

Karena umpatan keras tersebut, Ilmira tersentak kaget mengangkat wajahnya. Ditatapnya tepat di manik biru Samuel yang masih memancarkan kebencian hingga ia mati-matian berusaha menghentikan tangis yang sudah membasahi pipinya.

Demi Tuhan, Phillips muda ini tak pantas untuk ditangisi. Walaupun itu hanya satu tetes!

Tak ada yang tahu, Samuel sempat tertegun menatap manik pekat Ilmira yang berkilau oleh tangis. Mata itu, mata yang pernah menarik Samuel masuk untuk kemudian tenggelam dalam pekatnya. Mata yang pernah membuat Samuel tergoda untuk mengusap tangis yang meluncur keluar dari sana.

"Berhentilah membuang air mata karena aku tak akan pernah melemah lagi hanya karena tangismu yang terlihat meyakinkan itu!" Sebelah tangan Samuel terulur untuk menarik sebelah lengan Ilmira dan membawa pergi wanita itu dari sana.

***

"Lepaskan aku!" pekikan tak terima itu terdengar untuk yang kesekian kalinya. Walau yang diteriaki tetap bergeming dan menulikan telinga dari teriakan wanita yang ia seret di belakangnya.

Yah, Samuel benar-benar menyeret Ilmira yang kini sudah terduduk di lantai karena tak sanggup mengimbangi langkah besar pria yang seenak perutnya menarik lengan hingga wanita itu terjatuh dan sialnya sedetik saja Samuel tak mau repot-repot memberi waktu untuk Ilmira berdiri di atas kakinya sendiri.

Tangisan Ilmira sudah berganti menjadi ringisan bahkan sesekali—umpatan dalam bahasa Indonesia—saat pergelangan tangannya ditarik paksa belum lagi gesekan lantai berlapis karpet dengan kakinya yang terlipat mulai terasa panas.

Tak ada jawaban. Sampai mereka sampai di tempat yang Samuel tuju pun, pria itu masih bungkam seribu bahasa.

Maksud hati ingin mengibaskan lengannya yang terasa sakit setelah Samuel melepasnya saat membuka pintu, Ilmira kembali dibuat geram saat pria itu dengan kasar kembali menarik tangannya untuk berdiri dan masuk ke dalam suatu ruangan.

My Perfect PoisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang