Part ini agak panjang lagiii moga gabosen bacanya ;)
vote dan komennya dinanti selalu :)
================================"Selamat tinggal, putriku." Kedua telapak tangan Nisrina merangkum wajah pucat sang anak yang masih terbaring di atas ranjang.
Wajahnya turun untuk mengecup lembut kening Ilmira. Air mata yang menetes dari kedua sudut matanya kini sudah ikut membasahi wajah sang putri yang sudah terpejam sejak beberapa hari lalu.
Tiba-tiba saja kemampuan bernapas Nisrina menghilang, digantikan dengan isak tangis yang merenggut pertahanan serta kemampuannya berdiri. Tubuh wanita paruh baya itu hampir terhempas ke lantai kamar rumah sakit jika saja sang suami tidak segera menahannya.
Nisrina tahu jika saatnya telah tiba, saat ia harus merelakan untuk berpisah dengan putrinya. Dan ia tidak pernah menyangka perpisahan dengan putri semata wayang yang sudah ia rawat sedari kecil itu sangat menghancurkan jiwanya seperti ini.
Tak jauh berbeda dengan Nisrina, Adam juga merasakan kepedihan yang sama besarnya. Seraya merengkuh sang istri di lengan kanannya, sebelah lengan lainnya mengelus lembut anak rambut di kening sang putri.
Tuhan tahu, betapa ia sangat menyesal karena sudah begitu keras pada Ilmira akhir-akhir ini. Tapi ia bisa apa, ia dan sang istri harus melakukan semua itu demi kebaikan sang putri juga. Tak ada jalan lain.
Sama seperti arti Ayah Ibunya bagi Ilmira, arti sang putri bagi kedua orang tuanya juga sama. Ilmira sudah seperti separuh jiwa Adam dan Nisrina, hidup mereka, alasan mereka tersenyum setiap harinya.
Mereka bersyukur sudah diberi kesempatan, diberi amanat untuk merawat bayi kecil cantik yang kehadirannya tak mereka duga dan sekarang sudah saatnya mereka melepas kepergian putri mereka itu.
Sekali lagi Adam mengelus lembut rambut Ilmira disaat sang istri kembali terguncang hebat kala memeluk tubuh sang putri seolah itu adalah kesempatan terakhir mereka untuk bertemu.
"Maafkan kami, Nak. Tuhan tahu kami mencintaimu," bisik Adam mengecup kening dan pipi Ilmira. Perih mengingat ia pernah menyakiti putrinya dengan menampar pipi yang kini terlihat pucat itu.
"Sst..." Adam menenangkan Nisrina yang belum berhenti terisak meratapi kepergian putrinya. Lengannya merengkuh erat tubuh sang istri yang semakin lemas.
"Akankah—akankah kita bertemu dengannya lagi?" Nisrina bertanya dengan suara begetar dan remasan yang begitu menggigit hatinya.
"Percayalah, Tuhan pasti memberikan kita kesempatan untuk bertemu lagi dengannya," balas Adam mencoba meyakinkan istrinya yang mengangguk lemah. Mata kedua sepasang suami-istri itu kembali berkaca-kaca menatap tubuh sang putri menghilang dari pandangan keduanya ketika pintu tertutup.
***
Malam itu, Samuel segera turun dari mobil yang menepi di depan lobi kediaman Phillips dan tak sabar ingin segera merebahkan tubuh letihnya di atas kasur.
Hari ini ia mengikuti saran Lily untuk mengontrol beberapa bisnis keluarga di kampung halamannya ini karena walaupun bisnis itu sudah diserahkan kepada orang kepercayaan keluarganya, tetap saja sang pemilik tetap harus datang untuk mengontrol setidaknya sesekali.
Jonathan, sang pemilik, belakangan ini sepertinya hampir tidak mempunyai waktu untuk kembali ke Inggris karena sudah terlanjur nyaman tinggal di negara orang. Negara kekasihnya, tepatnya!
Sejak awal, Samuel sebenarnya bisa saja memilih bisnis atau perusahaan properti keluarganya yang bertaburan di seantero negeri untuk ia tangani langsung. Namun, jiwa bersenang-senang Samuel mengalahkan jiwa pekerja keras yang mungkin hampir tidak ada dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Poison
Roman d'amourSamuel Alan Phillips terpaksa menginjakkan kaki di tempat yang tak pernah ingin dia datangi lagi demi memberi peringatan kepada dalang di balik semua kekacauan yang mencemarkan nama baik keluarganya. Kekacauan yang juga mengancam akan mendepaknya da...